Jumat, 15 Juli 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Bayangkan Isteri Orang untuk Onani

Posted: 15 Jul 2011 05:00 PM PDT

هل الذي يفعل العادة السرية على زوجته السابقة او زوجة صديقه او من اقاربه النساء اشد اثمً؟
وهل من فعل العادة السريه عليه كفارة؟

Pertanyaan, "Apakah orang yang melakukan onani dengan membayangkan mantan isterinya atau isteri kawannya atau kerabat perempuannya itu dosanya lebih besar dari pada yang melakukan onani tanpa hal tersebut?
Adakah penebus dosa yang harus dilakukan setelah melakukan onani?

الجواب:
نعم نخاف أن يكون كذلك لأن هذا العمل تجاوب من الوساوس الشيطانية وشرور الانفس والهوى فعليه أن يرى لهن حرمة بأن لايتصورهن ومفاتنهن فلو علمن وكن تقيات انكرن ذلك وكذلك أزواجهن وآباءهن واخوانهن

Jawaban Syaikh Mahir bin Zhafir al Qahtahni, "Kami khawatirkan demikian karena dengan melakukan perbuatan ini berarti orang tersebut merespon positif godaan setan, hawa nafsu dan godaan jiwa yang mengajak kepada keburukan. Pelaku perbuatan tersebut berkewajiban untuk menyadari bahwa wanita-wanita tersebut memiliki kehormatan yang harus dihormati dengan bentuk tidak membayangkannya dan keindahan tubuhnya. Jika wanita yang dibayang-bayangkan itu adalah wanita yang bertakwa tentu mereka tidak terima dengan ulah semacam itu. Demikian pula suami, ayah dan saudara laki-laki juga tidak akan terima dengan ulah orang tersebut.

وهو لا يحب أن يستمني أحد على ذكرى اخته فلاينبغي ان يرضى ذلك لبنات المسلمين الاجنبيات عنه

Pelaku itu juga tidak ingin jika ada orang yang beronani dengan membayangkan salah seorang saudara perempuannya. Oleh karena itu sepatut dia tidak rela jika ada wanita muslimah meski bukan mahramnya dijadikan sebagai sarana untuk beronani.

ولكن ليس في ذلك العمل كفارة الا التوبة النصوح وشهوته على الاجنبية وترك مااحل الله الله يدل على مرض في القلب يجب ان يطهره منه بالدعاء والاستعاذة من الشيطان ورجسه ويتشاغل عنه بمااحل الله

Akan tetapi tidak ada kewajiban kaffarah untuk perbuatan tersebut melainkan taubat nasuha dan mengendalikan nafsu terhadap wanita yang tidak halal baginya. Tidak merasa cukup dengan hubungan biologis dengan isteri namun masih ditambah dengan onani dengan membayangkan wanita lain menunjukkan bahwa hati orang tersebut tidak beres sehingga harus dibersihkan dengan cara berdoa, memohon perlindungan kepada Allah dari setan dan godaannya dan memalingkan hati dari perbuatan tercela tersebut dengan merasa cukup dengan hubungan badan dengan isteri yang telah Allah halalkan untuk disetubuhi".

Sumber:

http://www.al-sunan.org/vb/showthread.php?t=9427

Artikel www.ustadzaris.com

Artikel Terkait

Konsultasi Syariah: Batas Awal Waktu “Mandi Jumat”

Konsultasi Syariah: Batas Awal Waktu “Mandi Jumat”


Batas Awal Waktu “Mandi Jumat”

Posted: 14 Jul 2011 10:45 PM PDT

Pertanyaan:

Benarkah batas awal waktu mandi untuk shalat Jumat adalah setelah terbit fajar hari Jumat? Mohon dalilnya. Padahal hari Jumat pada kalender hijriyah di mulai pada waktu maghrib. Kalau kita jima’ di malam Jumat dan mandi di sebelum subuh dan kita niatkan juga untuk mandi Jumat, apakah bisa? Jazakallah khairan.

Wise yogya (wise**@***.com)

Jawaban:

Bismillah ….

Ulama berselisih pendapat tentang kapan mulainya waktu mandi Jumat. Mayoritas ulama (di antaranya: Syafi’iyah, Hanbali, dan Mazhab Zhahiriyah) berpendapat bahwa waktu mandi Jumat dimulai sejak terbit fajar di hari Jumat. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Umar.

Al-Khatib Asy-Syarbini Asy-Syafi’i mengatakan, “Waktu ‘mandi Jumat’ dimulai sejak terbit fajar karena hadis yang menyebutkan kewajiban mandi dikaitkan dengan kata ‘hari‘, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Siapa saja yang mandi di hari Jumat kemudian berangkat di jam pertama …’ sampai akhir hadis. Karena itu, tidak sah mandi Jumat sebelum terbit fajar." (Mughni Al-Muhtaj, 1:290)

Beliau juga mengatakan, "Mandi Jumat ketika hendak berangkat shalat Jumat, nilainya lebih utama, karena ini akan lebih sesuai dengan tujuan untuk menghilangkan bau badan. Bahkan, andaikan mandi Jumat ini menyebabkan seseorang tidak bisa datang di awal waktu (mungkin karena antri) maka lebih diutamakan untuk tetap mandi. Sebagaimana pendapat Az-Zarkasyi." (Mughni Al-Muhtaj, 1:290)

Imam Al-Bahuti Al-Hanbali mengatakan, “Waktu mandi Jumat dimulai sejak terbit fajar, sehingga tidak sah mandi sebelum terbir fajar …. Yang lebih utama, mandinya dilakukan ketika hendak berangkat shalat Jumat karena lebih sesuai dengan tujuan mandi itu sendiri. (Kasyaful Qana’, 1:415)

Sementara itu, Imam Malik berpendapat bahwa waktu mandi Jumat adalah ketika seseorang hendak berangkat shalat Jumat. Mandi Jumat tidak sah, kecuali jika hendak berangkat ke mesjid. Andaikan ada orang yang mandi setelah subuh, namun tidak langsung berangkat ke masjid, maka mandi jumatnya tidak sah, dan dianjurkan untuk mengulangi mandinya.

Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat mayoritas ulama, bahwa waktu mandi Jumat dimulai sejak terbit fajar. Ini merupakan pendapat yang dipilih oleh Syekh Abdul Aziz Ibnu Baz dan Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin.

Syekh Ibnu Utsaimin mengatakan, “Mandi Jumat dimulai sejak terbit fajar. Akan tetapi, yang afdal, hendaknya orang tidak mandi dahulu sampai terbit matahari karena siang hari itu dimulai sejak terbit matahari. Adapun waktu antara terbit fajar sampai terbit matahari, itu adalah waktu shalat subuh. Karena itu, yang afdal, hendaknya seseorang tidak mandi kecuali apabila matahari telah terbit. Kemudian, lebih afdal lagi, mandi Jumat dilakukan ketika hendak berangkat ke mesjid. Dengan demikian, dia berangkat langsung setelah mandi.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 16:142)

Disadur dari Fatawa Islam: Tanya-Jawab, oleh Muhammad bin Shaleh Al-Munajjid (www.islamqa.com)

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Bahasa Kaum Jin

Posted: 14 Jul 2011 10:23 PM PDT

Syekh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah ditanya mengenai bahasa kaum jin.

Beliau rahimahullah menjelaskan, "Yang tampak, jin memiliki bahasa sebagaimana manusia, yaitu bahasa yang beraneka ragam. Di antara mereka, ada yang berbahasa Inggris, ada yang berbahasa Perancis, dan ada yang berbahasa Amerika. Di kalangan kaum Jin, ada yang berbahasa non-Arab dan ada pula yang berbahasa Arab, karena di antara mereka ada berbagai macam bangsa. Allah berfirman mengenai kaum jin,

وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُونَ وَمِنَّا دُونَ ذَلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا

Dan sesungguhnya, di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara Kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.’ (Q.S. Al-Jin:11)

Kaum jin itu ada berkelompok-kelompok, sebagaimana firman Allah,

وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُونَ وَمِنَّا الْقَاسِطُونَ

Dan sesungguhnya, di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran.’ (Q.S. Al-Jin:14)

Kaum jin itu terdapat dalam beberapa kelompok, ada yang baik dan ada yang jahat. Di antara mereka, ada yang Jahmi (pengikut Jahmiyah), ada yang Sunni, ada yang Rafidhah (Syi'ah), ada yang Nasrani, ada yang Yahudi, dan lain-lain. Mereka itu berpecah-belah dalam berbagai kelompok, sebagaimana firman Allah,

وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُونَ وَمِنَّا دُونَ ذَلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا

Dan sesungguhnya, di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.’ (Q.S. Al-Jin:11).

Kata ‘دُونَ ذَلِكَ‘ bersifat umum, artinya kaum jin sendiri terpecah-pecah menjadi kelompok yang lain.” (http://www.binbaz.org.sa/mat/10420)

Markaz Yufid, Inc., Jogja, 16 Jumadal Ula 1432 H (19/04/2011 M)

Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com

Dipublikasikan ulang oleh www.KonsultasiSyariah.com, disertai penyuntingan bahasa.
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Tata Cara Qadha Puasa

Posted: 14 Jul 2011 03:16 PM PDT

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum, Ustadz. Saya ingin mengqadha puasa saya saat bulan Ramadhan kemarin. Apakah bebas hari-harinya untuk membayar utang puasa itu? Lalu bagaimana bila saya mengqadha puasa tanpa sahur karena susah bangun sahurnya? Apakah tidak apa-apa puasa tanpa sahur?

M.Ridwan (mr.one**@yahoo.***)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam.

Dalam mengqadha puasa, harinya bebas, karena Allah berfirman,

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (Q.S. Al-Baqarah:184)

Kalimat “pada hari-hari yang lain” menunjukkan bahwa qadha puasa itu harinya bebas, selama tidak di hari terlarang, seperti: Idul Fitri, Idul Adha, dan hari tasyrik.

Diperbolehkan berpuasa tanpa sahur, baik karena disengaja atau karena ketiduran, karena sahur bukan syarat sah berpuasa. Yang lebih penting adalah berniat sebelum subuh karena ini termasuk syarat sah puasa.

Sejak malam harinya, setiap orang yang hendak berpuasa wajib untuk sudah bersengaja bahwa paginya mau berpuasa. Dalilnya adalah hadis dari Hafshah radhiallahu ‘anha; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من لم يجمع الصيام قبل الفجر فلا صيام له

Siapa saja yang belum berniat puasa sebelum terbit fajar maka tidak ada puasa baginya.” (H.R. Abu Daud dan Nasa’i; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com