Minggu, 16 Oktober 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Haramkah Video?

Posted: 15 Oct 2011 05:00 PM PDT

Para ulama sepakat akan haramnya membuat gambar (tashwir) namun mereka berselisih pendapat mengenai tashwir seperti apa yang hukumnya haram.

Tashwir ada dua macam:

Pertama, pembuat gambar melakukan kerja keras dan berperan dalam terbentuknya gambar yang dia buat. Membuat gambar semisal ini hukumnya haram. Inilah tashwir yang dimaksudkan dalam berbagai hadits. Contohnya adalah membuat atau membentuk patung dan melukis dengan tangan.

Kedua, pembuat gambar tidak memiliki peran dan tidak memiliki peran dalam terbentuknya gambar. Itulah gambar dalam foto dan video. Membuat gambar jenis kedua ini diperselisihkan oleh para ulama kontemporer. Pendapat yang kuat adalah pendapat yang membolehkannya. Inilah pendapat Ibnu Utsaimin.

Dalam pembagian di atas adalah dua hadits berikut ini:

 “يقال للمصورين يوم القيامة أحيُوا ما خلقتم”

"Dikatakan kepada pembuat gambar pada hari Kiamat 'Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan' [HR Bukhari dan Muslim].

“من الذي ذهب يخلق كخلقي”؟!

"Siapakah yang mencipta sebagaimana Aku mencipta?!" [HR Bukhari dan Muslim].

Sisi Pendalilan:

Kata-kata 'mencipta' menunjukkan bahwa membuat gambar yang haram itu khusus untuk gambar yang pembuat gambar itu memiliki peran dalam terbentuknya gambar yang dia buat.

Ditambah lagi, dalil-dalil tentang larangan membuat gambar itu terkait dengan membuat gambar dengan tangan baik dengan bentuk melukis, memahat atau membentuk patung karena foto dan video itu belum ada saat Nabi menyampaikan hadits-hadits tersebut.

Menyamakan gambar foto dan video dengan gambar yang diharamkan oleh berbagai dalil dengan alasan keduanya disebut tashwir (membuat gambar) adalah penyamaan yang kurang tepat karena dua alasan:

Pertama, syariat menjadikan tashwir sebagai illah dan sebab diharamkannya tashwir.

Kedua, membuat gambar foto dan video disebut tashwir adalah penamaan 'urfi [bukan lughawi] yang baru [baru muncul belakangan] sehingga tidak bisa menjadi alasan dan landasan hukum.

Keterangan Tambahan:

Ibnu Hajar menjelaskan bahwa gambar (surah) itu digunakan dalam pengertian lukisan dan dalam pengertian patung.

Hukum permasalahan foto dan video adalah permasalahan yang diperselisihkan oleh ulama kontemporer sehingga tidak selayaknya ada orang yang fanatik buta dengan salah salah pendapat yang dia pilih. Pilihan dalam permasalahan ini tidak boleh menjadi sebab timbulnya perdebatan sengit apalagi permusuhan.

Diantara ulama yang berpendapat bolehnya membuat gambar dengan alat modern [kamera, video] adalah Syaikh Ibnu Utsaimin. Memang beliau memiliki banyak fatwa yang tidak tegas membolehkan namun beliau memiliki fatwa tegas yang membolehkan dan menegaskan bahwa membuat gambar yang haram adalah gambar yang pembuat gambar memiliki peran di dalamnya. Bacalah Majmu Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin.

Sedangkan diantara ulama yang mengharamkan tashwir dengan alat apapun adalah Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Shalih al Fauzan.

Jika foto itu dibuat karena adanya maslahat dan kebutuhan maka ulama yang mengharamkan foto sekalipun membolehkannya semisal foto untuk KTP dan semisalnya.

Hukum membuat gambar (tashwir) itu berbeda dengan hukum sikap berlebih-lebihan terhadap foto, hukum meratapi foto orang yang telah meninggal dunia dan hukum memoto wanita dan aurat laki-laki apalagi aurat perempuan.

Perbedaan pendapat dalam masalah hukum tashwir itu khusus untuk tashwir manusia atau hewan. Sedangkan gambar [foto atau video] benda mati semisal gunung dan pohon tidaklah haram.

Bukti bahwa pembuat gambar dengan menggunakan piranti modern itu tidak memiliki peran dalam terbentuknya gambar adalah realita bahwa orang buta itu bisa memfoto atau membuat rekaman video dengan semata-mata menekan tombol. Demikian pula anak kecil yang belum punya akal yang sempurna.

Mengkaji hukum tashwir modern itu tidak ada sangkut pautnya dengan hawa nafsu, lemahnya iman, mencari-cari pendapat ulama yang diangkat enak atau mengambil ketergelinciran ulama namun dia adalah kajian dengan prinsip mengikuti dalil yang ada.

Bukanlah tujuan dari tulisan ini mempropagandakan tashwir modern dan bermudah-mudah dengannya namun tujuannya adalah mendudukkan permasalahan sehingga tidak ada pihak-pihak tertentu yang dicela dengan keras karena perbedaan pilihan pendapat dalam masalah ini. Siapa yang mengambil pendapat yang mengharamkan karena taklid dengan ulama yang mengharamkan maka dia wajib dihormati. Demikian pula orang yang mengambil pendapat yang membolehkan karena taklid dengan ulama yang membolehkan juga wajib dihormati [Diringkas dari makalah yang ditulis oleh Bundar bin Nayif al Mahyani al Utaibi yang berjudul at Tashwir bil Alat al Haditsah Bahtsun Mukhtashar Mufashshal yang bisa dibaca pada tautan berikut ini:

http://islamancient.com/articles,item,815.html ].

 

Artikel Terkait

Hukum Makan Kue Ulang Tahun

Posted: 13 Oct 2011 05:00 PM PDT

المسلمون هنا يحتفلون بمولد الأطفال ويقدمون الطعام للضيوف ويؤدون الصلاة النارية وقد رفضنا ذلك لكن ذهبنا حتى لا يصيبنا الحرج وهم يجعلوننا نأكل قهراً قائلين أنهم فقط يصنعون الطعام للضيوف فهل لنا أن نأكل من هذا الطعام؟ وما الدليل على عدم الأكل منه مع علمنا أن هذا الأمر بدعة ؟.

Pertanyaan, "Kaum muslimin di daerah kami merayakan ulang tahun anak-anaknya. Dalam acara tersebut mereka menyuguhkan makanan untuk para tamu. Mereka juga membaca salawat nariyah.

Sebenarnya kami tidak menyetujui acara semacam itu namun kami tetap mendatangi undangan acara ulang tahun agar kami tidak mendapatkan masalah di tengah-tengah masyarakat. Mereka membuat kami terpaksa memakan makanan ulang tahun. Mereka beralasan bahwa mereka itu hanya membuat makanan untuk para tamu.

Apakah kami boleh turut menikmati makanan yang disuguhkan? Kami sudah mengetahui bahwa acara tersebut bid'ah namun apa dalil untuk melarang memakan makanan tersebut?"

الحمد لله
الإحتفال بالمولد بدعة في دين الله ، لا تجوز إقامته ، ولا يجوز الأكل مما يصنع فيه ولأجله ، وزعمهم أن طعام المولد من أجل الضيوف لا يبرر أكله ، والضيافة لها أحكامها ، والأمور بماقصدها ، ومن الواضح جدا أن الطعام إنما صنع من أجل هذه المناسبة المبتدعة . والأكل من هذا الطعام مما يعينهم على الإستمرار وهو تعاون على الإثم والعدوان ، والله سبحانه وتعالى قال : ( وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان ) .

الشيخ عبد الكريم الخضير .

Jawaban Syaikh Abdul Karim al Khudair, "Perayaan hari lahir itu bid'ah dalam agama Allah. Tidak boleh mengadakannya, tidak boleh memakan makanan yang ada pada acara tersebut ataupun makanan yang dibuat untuk acara tersebut. Anggapan mereka bahwa makanan peringatan hari lahir itu karena datangnya banyak tamua bukanlah alasan yang bisa dibenarkan untuk menikmatinya. Menjamu tamu itu ada aturannya.

Banyak perkara itu dinilai dengan melihat niat pelakunya. Satu hal yang sangat jelas bahwa makanan tersebut dibuat dalam rangka acara itu.

Memakan makanan yang di hidangkan pada acara tersebut itu membantu pelakunya untuk terus menerus menyelenggarakannya sehingga hal itu termasuk tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran syariat yang Allah larang dalam al Maidah ayat kedua". Sampai di sini perkataan Syaikh Abdul Karim al Khudair.

أما الصلاة النارية فهي من صلوات الصوفية المبتدعة فلا يجوز حضور مجالسها ولا المشاركة فيها .

Tentang salawat nariyah Syaikh Muhammad Shalih al Munajjid mengatakan, "Salawat nariyah adalah salawat bid'ah buatan orang-orang sufi. Tidak boleh menghadiri acara membaca salawat nariyah apa lagi berperan serta dalam acara tersebut".

Sumber:

http://islamqa.com/ar/ref/9485

Sudah membaca yang ini?

Hukum Kuliah di Fakultas Kedokeran Bagi Muslimah

Posted: 11 Oct 2011 05:00 PM PDT

س: عندي أخت متخرجة من الثانوي، وتريد أن تدرس في كلية الطب وتعمل طبيبة. ما الحكم الشرعي في ذلك؛ لأني أمانع من دخولها الطب؟

Pertanyaan, "Aku memiliki adik wanita yang baru saja lulus SMA. Dia ingin kuliah di fakultas kedokteran lalu bekerja sebagai dokter wanita. Apa hukum agama untuk keinginan adikku tersebut karena aku melarangnya untuk masuk di fakultas kedokteran?"

ج: الحمد لله أما بعد .. فلا بأس من دخولها كلية الطب؛ لتكون سببا في علاج النساء حفظا للعورات ومنعا للاختلاط. والله أعلم.

Jawaban Syaikh Sulaiman al Majid [anggota majelis syuro KSA], "Tidaklah mengapa bagi muslimah untuk masuk di fakultas kedokteran sehingga setelah selesai dia bisa mengobati sesama wanita. Dengan hal tersebut dia berperan untuk menjaga aurat para wanita dan campur baur antara pasien wanita dan dokter laki-laki".

Sumber:
http://www.salmajed.com/fatwa/findnum.php?arno=15852

Artikel Terkait

Doa Mengada-Ada Ketika Thawaf

Posted: 09 Oct 2011 05:00 PM PDT

Dalam thawaf tidak terdapat bacaan tertentu yang dituntunkan oleh Nabi kecuali saat berada antara rukun yamani dan Hajar Aswad. Ketika itu dituntunkan untuk membaca doa 'rabbana atina fid dunya khasanah wa fil akhirat khasanah wa qina adzabbannar'. Dalam prakteknya banyak orang tawaf yang memberi tambahan 'wa adkhilnal jannata ma'al abrar ya aziz ya ghaffar'. Tambahan ini adalah bacaan yang tidak ada tuntunannya dari Nabi. Simak penjelasan Syaikh Abdurrazzaq bin Syaikh Abdul Muhsin al Abbad berikut ini:

7ـ قول: ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار، وأدخلنا الجنة مع الأبرار يا عزيز يا غفار. بين الركن اليماني والحجر الأسود.

Beliau mengatakan bahwa di antara contoh tambahan dalam dzikir atau doa yang tidak ada tuntunannya yang ditambahkan kepada bacaan yang ada tuntunannya adalah "ucapan rabbana atina fid dunya khasanah wa fil akhirat khasanah wa qina adzabbannar wa adkhilnal jannata ma'al abrar ya aziz ya ghaffar' yang dibaca antara rukun yamani dengan hajar aswad.

فزيادة (وأدخلنا الجنة مع الأبرار يا عزيز يا غفار) لا أصل لها، كما قرره الشيخ ابن عثيمين رحمه الله في فتاواه (22/332)، وفي كتابه “الشرح الممتع” (7/248).

Tambahan 'wa adkhilnal jannata ma'al abrar ya aziz ya ghaffar' itu sama sekali tidak berdasar sebagaimana penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin di Majmu Fatawa beliau 22/332 dan di buku beliau Syarh Mumti' 7/248.

والثابت من دعائه صلى الله عليه و سلم في هذا الموضع إلى قوله: ((… وقنا عذاب النار))،

Yang berdalil, doa yang Nabi ucapkan saat berada di antara rukun yamani dan hajar aswad itu hanya sampai 'wa qina adzabannar'.

روى أبو داود والإمام أحمد وابن حبان وغيرهم عن عبد الله بن السائب قال: سمعت النبي صلى الله عليه و سلم يقول بين الركن والحجر: ((ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار)).

Diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad, Ibnu Hibban dll dari Abdullah bin as Saib, beliau mengatakan, "Aku mendengar doa yang Nabi ucapkan antara rukun yamani dan hajar aswad adalah ucapan rabbana atina fid dunya khasanah wa fil akhirat khasanah wa qina adzabbannar'.

وقد كان هذا أكثر دعاء النبي صلى الله عليه و سلم ، كما ثبت في صحيح مسلم (2690) عن قتادة أنه سأل أنس بن مالك رضي الله عنه: أيُّ دعوة كان يدعو بها النبيُّ صلى الله عليه و سلم أكثر ؟ قال: كان أكثر دعوة يدعو بها يقول: ((اللهم آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار)) قال قتادة: وكان أنس إذا أراد أن يدعو بدعوة دعا بها فإذا أراد أن يدعو بدعاء دعا بها فيه.

Doa ini adalah doa yang paling sering Nabi ucapkan sebagaimana dalam Shahih Muslim dari Qatadah, beliau bertanya kepada Anas bin Malik, "Doa apa yang paling sering Nabi panjatkan?" jawaban Anas, "Doa yang paling sering Nabi panjatkan adalah ucapan allahumma atina fid dunya khasanah wa fil akhirat khasanah wa qina adzabbannar.

Qatadah mengatakan bahwa jika Anas ingin memanjatkan sebuah doa saja maka beliau mengucapkan doa ini. Jika beliau memanjatkan beberapa doa pasti doa ini adalah salah satu darinya.

وليس فيه هذه الزيادة.

Dalam hadits ini juga tidak dijumpai tambahan di atas".

Sumber:

http://www.al-badr.net/web/index.php?page=article&action=article&article=25

Sudah membaca yang ini?

KonsultasiSyariah: Memberikan Daging Kurban kepada Orang Kafir

KonsultasiSyariah: Memberikan Daging Kurban kepada Orang Kafir


Memberikan Daging Kurban kepada Orang Kafir

Posted: 16 Oct 2011 07:33 PM PDT

Memberikan Daging kepada Orang Kafir

Pertanyaan, “Assalamu 'alaikum. Maaf, mau tanya, bolehkah kita memberikan daging kurban kepada orang nonmuslim?”

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum.

Tri jogja (tXXXXXX@yahoo.com)

Wa ‘alaikumus salam.

Memberikan Daging Kurban kepada Orang Kafir

Ulama mazhab Malikiyah berpendapat makruhnya memberikan daging kurban kepada orang kafir. Imam Malik mengatakan, “(Diberikan) kepada selain mereka (orang kafir) lebih aku sukai.”
Sedangkan Syafi’iyah berpendapat haramnya memberikan daging kurban kepada orang kafir untuk kurban yang wajib (misalnya kurban nazar, pen.) dan makruh untuk kurban yang sunah. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 29843).

Imam Al Baijuri As-Syafi’i mengatakan, “Dalam Al-Majmu’ (Syarhul Muhadzab) disebutkan, boleh memberikan sebagian kurban sunah kepada kafir Dzimmi yang miskin. Tapi ketentuan ini tidak berlaku untuk kurban yang wajib." (Hasyiyah Al Baijuri, 2/310).

Lajnah Daimah (Majlis Ulama’ saudi Arabia) ditanya tentang hukum memberikan daging kurban kepada orang kafir.

Jawaban Lajnah:
“Kita dibolehkan memberi daging kurban kepada orang kafir Mu’ahid (orang kafir yang mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin) baik karena statusnya sebagai orang miskin, kerabat, tetangga, atau karena dalam rangka menarik simpati mereka… Namun tidak dibolehkan memberikan daging kurban kepada orang kafir Harby (orang kafir yang sedang berperang dengan kaum muslimin), karena kewajiban kita kepada kafir Harby adalah merendahkan mereka dan melemahkan kekuatan mereka. Hukum ini juga berlaku untuk pemberian sedekah. Hal ini berdasarkan firman Allah,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah 8)

Demikian pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan Asma’ binti Abu Bakr radliallahu ‘anhu untuk menemui ibunya dengan membawa harta padahal ibunya masih musyrik.” (Fatwa Lajnah Daimah no. 1997).

Syaikh Muhamad bin Shalih Al-Utsimin juga membolehkan seorang muslim memberikan daging kurban kepada nonmuslim. Beliau mengatakan,
Dibolehkan bagi seseorang untuk memberikan daging kurban kepada orang kafir, sebagai sedekah, dengan syarat, orang kafir tersebut bukanlah orang yang memerangi kaum muslimin. Jika dia adalah orang kafir yang turut memerangi kaum muslimin maka mereka tidak boleh diberi sedikitpun. Kemudian beliau membawakan firman Allah di surat al-Mumtahanan ayat 8 dan 9. (Fatawa Ibn Utsaimin, 25/133)

Kesimpulannya, memberikan bagian hewan kurban kepada orang kafir dibolehkan karena status hewan kurban sama dengan sedekah atau hadiah. Sementara kita boleh memberikan hadiah kepada orang kafir. Sedangkan pendapat yang melarang adalah pendapat yang tidak kuat karena tidak berdalil.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Artikel terkait kurban:

1. Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal.

2. Tuntunan Hari Raya dan Takbiran.

3. Arisan Kurban dan Silaturahmi Trah.

3. Menggabungkan Kurban dengan Aqiqah.

4. Kurban via Online.

5. Kurban dengan Kambing Betina.

Kata Kunci Terkait: bolehkah orang kafir di kasih daging kurban?, daging kurba, kurban online, berkurban, arisan kurban, kurban untuk orang kafir, kurban arisan