Kamis, 29 Desember 2011

KonsultasiSyariah: Manfaat Agunan

KonsultasiSyariah: Manfaat Agunan


Manfaat Agunan

Posted: 29 Dec 2011 04:00 PM PST

Memanfaatkan Agunan

Pertanyaan:
Assalamu'alaikum. Ustadz, ada seseorang menggadaikan sawah kepada si A dengan jaminan sawah, dengan perjanjian bahwa si A akan memanfaatkan sawah yang digadaikan tersebut lalu sebagian persennya diberikan kepada si penghutang. Semua itu dengan persetujuan si penghutang. Saya mohon jawaban Ustadz, karena ada yang mengatakan sistem tersebut adalah riba, padahal model seperti itu sudah marak di daerah kami.

Jawaban:
Wa'alaikumussalam. Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan sahabatnya. Amin.
Praktik penggadaian sawah sebagaimana yang dijelaskan dalam pertanyaan ini adalah riba. Karena kreditor (pemilik uang) dengan jelas mendapatkan keuntungan dari piutang yang diberikan. Padahal para ulama telah menegaskan bahwa:

كَلَّ قَرْ ضٍ جَرَّ نَفْعًا فَهُوَ رِبَا

"Setiap piutang yang mendatangkan kemanfaatan/keuntungan, maka itu adalah riba."

Adapun hadis, "Hewan tunggangan boleh ditunggangi sebagai imbalan atas nafkah (pakan) yang diberikan, yaitu apabila hewan tunggangan itu digadaikan. Air susu hasil perahan juga boleh diminum sebagai imbalan atas nafkah yang diberikan, yaitu apabila ia hewan tunggangan itu digadaikan. Dan yang menunggangi dan meminum susunya wajib memberikan nafkah/pakan (kepada hewan yang digadaikan)." (HR. Bukhari, no.2512)

Tampak dengan jelas bahwa izin untuk menunggangi dan meminum air susu adalah imbalan dari pakan yang diberikan oleh kreditor kepada hewan yang digadaikan. Dengan demikian, jelaslah bahwa barang gadai yang tidak membutuhkan kepada pakan, semisal ladang atau sawah, tidak boleh dimanfaatkan oleh kreditor. Dan bila kreditor tetap memaksakan kehendaknya maka ia telah memakan riba.

Adapun alasan bahwa debitor (penghutang) rela dengan praktik semacam ini, maka ketahuilah bahwa kerelaannya itu haram alias tidak ada artinya. Alasan rela dalam kondisi semacam ini sama halnya dengan rela para pelacur dan para penjual atau pembeli barang-barang haram. Kerelaan mereka tidak ada artinya dalam kasus-kasus yang bertentangan dengan hukum syariat. Bahkan bila mereka tidak rela, maka yang terjadi ialah pemaksaan kehendak atau perampokan, dan bukan riba.
Wallahu Ta'ala bish showab

Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 10 Tahun ke-10 Jumadal Ula 1432 H/April 2011
Punying bahasa: Tim Konsultasi Syariah

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Keluarga yang Tidak Taat Kepada Allah

Posted: 28 Dec 2011 11:35 PM PST

Tinggal Bersama Keluarga yang Tidak Taat Kepada Allah

Pertanyaan:
Saya wanita telah menikah 5 tahun yang lalu dan telah dikaruniai seorang putri. Saya banyak memuji Allah sebab yang menerapkan hukum Islam, dan tidak khawatir terhadap celaan orang yang mencela. Saya sangat antusias di atas agama.
Dahulu, sebelum menikah, saya sering mendengarkan musik dan nyanyian, namun setelah mengetahui bahwa hal tersebut diharamkan —tidak boleh kita mendengarkannya— sebab tidak akan berkumpul cahaya iman dan seruan nyanyian dalam hati seorang mukmin, maka saya segera meninggalkannya dan segera bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sesungguhnya yang dapat membersihkan hati saya dari semua sifat nifaq (kemunafikan) dan riya.

Akan tetapi, saya memiliki seorang ayah dan lima saudara, yang paling kecil dari mereka berumur 12 tahun dan yang paling tua berumur 30 tahun —semoga Allah memberi mereka hidayah-. Mereka semua tidak mau melaksanakan sholat dan tidak berpuasa. Sedang ayahku, semua hartanya adalah harta riba. Allah tidak memberiku berkah padanya, semua hartanya dipergunakan pada hal-hal yang tidak ada faedahnya semisal untuk menyaksikan film dan membeli televisi, sehingga di setiap kamar rumah ada televisinya. Dia (ayah) menyangka bahwa ia memiliki harta yang banyak, namun tidaklah kita melihatnya kecuali berada dalam kehidupan yang penuh dengan kesusahan dan kefakiran, semua hartanya habis untuk meminum khamr.

Yang menjadi pertanyaan saya, apa yang seharusnya saya lakukan terhadap mereka? Saya khawatir mereka terjerumus ke dalam neraka, karena bagaimanapun juga mereka adalah ayahku, saudaraku, dan kerabatku. Saya senantiasa mendoakan mereka di setiap saya melaksanakan sholat semoga mereka mendapatkan hidayah dan keistiqomahan.

Jawaban:
Merupakan kewajiban atas setiap muslim agar segera bertaubat kepada Allah dari kemaksiatan dan janganlah ia terus-menerus melakukan kemaksiatan. Jangan sampai maut datang menjemput sedang ia masih berada di atas kemaksiatan tersebut, sehingga dengan sebab itu ia terseret ke dalam neraka. Meninggalkan shalat adalah kekafiran dan meminum khamr adalah kefasikan. Wajib beramar ma'ruf dan nahi munkar, terlebih lagi pada sanak keluarga dan kerabat. Allah berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…" (QS. At-Tahrim: 6)

وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ اْلأَقْرَبِينَ

"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS. Ay-Syu'aro: 214)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya…" (QS. Thoha: 132)

Dan kewajiban terhadap penanya di dalam menghadapi orang tuanya dan saudara-saudaranya, agar senantiasa memberikan nasihat kepada mereka dengan penuh hikmah dan nasihat yang baik serta menolak dengan cara yang baik, janganlah berputus asa dalam menasihati mereka. Mintalah bantuan kepada yang lain dari kerabat dan tetangga mereka di dalam menasihati mereka. Dan kalau bisa, hendaklah dia sampaikan permasalahan ini kepada "badan amar ma'ruf nahi munkar" di negeri tersebut agar menekankan mereka untuk kembali kepada ketaatan kepada Allah dan meninggalkan kemaksiatan. Sebab hal ini merupakan perkara yang wajib. Wallahu a'lam. (Al-Muntaqo min Fatawa, 2:264-266)

Sumber: Majalah Al-Mawaddah, Edisi 8 Tahun ke-1 Robi’ul Awwal 1429/Maret 2008
Penyungitng Bahasa: Tim Konsultasi Syariah

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Materi terkait masalah keluarga:

1. Kadar Nafkah Suami pada Istri.
2. Kurban Untuk Keluarga.