Selasa, 03 Januari 2012

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Kyai Sejati

Posted: 03 Jan 2012 04:00 PM PST

30 – حدثنا أبو عبد الله بن مخلد ، حدثنا أبو بكر المروذي ، حدثنا حبان بن موسى ، قال : سئل عبد الله بن المبارك : هل للعلماء علامة يعرفون بها ؟ قال : علامة العالم من عمل بعلمه ، واستقل كثير العلم والعمل من نفسه ، ورغب في علم غيره ، وقبل الحق من كل من أتاه به ، وأخذ العلم حيث وجده ، فهذه علامة العالم وصفته قال المروذي فذكرت ذلك لأبي عبد الله . قال : هكذا هو .

Abdullah bin Mubarok mendapat pertanyaan sebagai berikut, “Apakah ulama itu memiliki tanda sehingga masyarakat bisa mengetahui keberadaan mereka dengan tanda tersebut?”.

Jawaban beliau, “Tanda atau ciri ulama adalah:

Beramal dengan ilmu yang telah dia ketahui

Menganggap sedikit ilmu dan amal yang dia miliki.

Semangat untuk menimba ilmu dari orang lain.

Menerima kebenaran dari siapapun yang membawanya

Mengambil ilmu di mana saja dia mendapatkannya.

Inilah tanda dan ciri ulama”.

Al Maruzi mengatakan bahwa perkataan Ibnu Mubarok ini beliau ceritakan kepada Abu Abdillah alias Imam Ahmad. Komentar beliau, “Demikianlah ciri ulama” [Ibthal Hiyal karya Ibnu Baththah hal 31 no 30, Maktabah Syamilah].

Artikel Terkait

Belajar Sampai Liang Lahat

Posted: 01 Jan 2012 04:00 PM PST

Diantara ungkapan yang tersebar di masyarakat kita dan diyakini sebagai hadits Nabi adalah ungkapan yang berbunyi:

 

اطلبوا العلم من المهد إلى اللحد.

“Carilah ilmu semenjak dari ayunan sampai liang lahat”.

Perlu disadari bahwa hadits tersebut statusnya adalah hadits yang tidak memiliki sanad, suatu derajat yang lebih rendah dari pada hadits palsu karena hadits palsu itu masih memiliki sanad yang bisa dicek hanya saja salah seorang adalah orang yang tukang membuat hadits palsu.

Sumber:

http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showpost.php?p=579718&postcount=5

Artikel Terkait

KonsultasiSyariah: Tanya Jawab Tentang Pemerintah dan Rakyat (2)

KonsultasiSyariah: Tanya Jawab Tentang Pemerintah dan Rakyat (2)


Tanya Jawab Tentang Pemerintah dan Rakyat (2)

Posted: 03 Jan 2012 04:00 PM PST

Merubah Kemungkaran dengan Kekerasan

Pertanyaan:
Samahatul walid, kita mengetahui, bahwa perkataan ini merupakan prinsip dari kaidah ahlussunnah wal jama'ah, akan tetapi sangat disesalkan, halangan (orang-orang yang mengaku) ahlussunnah wal jama'ah ada yang berpendapat, bahwa prinsip yang disebutkan adalah pemikiran pengecut dan terdapat unsur kehinaan. Perkataan ini sudah terlontar. Oleh karena itu, mereka mengajak para pemuda untuk menggunakan cara kekerasan dalam merubah kemungkaran?

Jawaban:
Orang yang berkata seperti ini salah dan kurang memahami (dalil), mereka tidak memahami sunah dan tidak mengetahui secara semestinya. Mereka (hanya) terbawa oleh semangat dan kecemburuan untuk menghilangkan kemungkaran yang telah menyebabkan mereka jatuh kepada sesuatu yang menyalahi agama. Sebagaimana tergelincirnya Khawarij dan Mu'tazilah. Mereka terseret oleh kecintaan membela kebenaran atau kecemburuan terhadap orang yang menyelisihi kebenaran. Mereka terbawa oleh yang demikian itu, hingga terjatuh ke dalam kebathilan sampai mengafirkan kaum muslimin yang melakukan perbuatan maksiat, atau mereka menghukumi orang yang melakukan maksiat adalah kekal di dalam neraka, sebagaimana yang diperbuat Mu'tazilah.

Khawarij mengafirkan orang lain yang melakukan maksiat, dan menghukumi perilaku maksiat kekal di dalam neraka. Dan Mu'tazilah telah menyamai Khawarij (dalam hal ini) bahwa pelaku maksiat kekal di dalam neraka. Mu'tazilah berkata, pelaku maksiat di dunia, keadaannya berada di antara dua kedudukan (yaitu antara iman dan kufur). Semua pendapat ini adalah sesat.

Adapun yang menjadi keyakinan ahlus sunah yang benar ialah, bahwa pelaku maksiat tidak dikafirkan dengan sebab perbuatan maksiat yang dilakukannya itu, selama dia tidak menghalalkan maksiat tersebut. Pezinazina tidak dikafirkan, pencuri tidak dikafirkan, peminum khamr tidak dikafirkan, akan tetapi mereka dihukumi sebagai pelaku maksiat yang lemah imannya dan fasik, kemudian ditegakkan hudud (hukum pidana dalam Islam) atasnya.

Pelak-pelaku dosa tersebut tidak boleh dikafirkan dengan sebab perbuatannya tersebut, kecuali bila dia menghalalkan maksiat tersebut dan bila dia berkata "maksiat ini halal". Dan apa yang dikatakan khawarij tentang masalah ini adalah bathil. Pengafiran mereka terhadap orang yang melakukan maksiat ini pun kekeliruan fatal. Oleh karena itu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mereka, "Sesungguhnya mereka keluar dari Islam dan tidak kembali lagi." Mereka membunuh kaum muslimin dan membiarkan penyembah berhala.

Demikian inilah keadaan Khawarij, karena mereka ghuluw (melampaui batas, tidak berilmu dan menyimpang). Para pemuda dan yang lainnya, tidalah pantas mengikuti Khawarij dan Mu'tazilah. Wajib bagi mereka untuk berjalan di atas madzhab Ahlussunah wal jama'ah, sesuai dengan yang ditunjukkan dalil-dalil syariat. Mereka tidak boleh memberontak kepada penguasa karena satu atau beberapa maksiat yang penguasa perbuat. Akan tetapi, yang harus dilakukan ialah menasihatinya dengan tulisan (surat) atau dengan berbicara langsung kepadanya dengan cara-cara yang baik dan bijak, dengan cara diskusi dan dialog yang terbaik agar mereka berhasil,, agar berkurang kejelekannya atau hilang sama sekali dan semakin banyak kebaikan. Beginilah cara yang ditunjukkan nash-nash dari Rasulullah, dan Allah berfirman, yang artinya, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.

Orang-orang yang memiliki kecemburuan karena Allah dan para dai yang menyeru kepada kebenaran, wajib untuk konsisten dengan batasan-batasan agama, agar mereka memberi nasihat kepada para penguasa dengan perkataan yang baik dan bijak, cara yang baik, agar bertambah banyak kebaikan, dan semakin berkurang kejelekan, serta semakin bertambah semangat para dai ke jalan Allah dalam dakwah mereka dengan cara yang paling baik. Bukan dengan kekerasan dan anarki, agar mereka menasihati para penguasa tersebut dengan segala cara yang baik dan selamat. Mereka hendaknya mendoakan para penguasa agar diberi hidayah dan taufiq oleh Allah, agar Allah menolong mereka dalam kebaikan, dan menjauhi maksiat yang mereka lakukan, serta dalam menegakkan kebenaran.

Beginilah cara yang seharusnya, yaitu berdoa kepada Allah, menundukkan diri kepada-Nya agar Allah memberikan petunjuk kepada para penguasa, agar Allah menolong mereka untuk meninggalkan kebathilan, menegakkan kebenaran dengan cara yang baik dan terbaik. Hal ini pula yang harus dilakukan terhadap saudara-saudara mereka. Para dai menasihati dan mengingatkan mereka, agar tetap giat dan semangat dalam berdakwah dengan cara yang terbaik, tidak dengan cara kasar dan kekerasan. Dengan cara ini, akan bertambahlah kebaikan, berkuranglah kejelekan, dan Allah akan menunjukkan kepada para penguasa (berupa) kebaikan dan istiqamah di atasnya, yang akan menumbuhkan kebaikan bagi semua.

Sumber: Majalah As Sunnah Edisi 12 Tahun ke-7 1424/ 2004

Artikel www.KonsultasiSyariah.com