Jumat, 30 September 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Hukum Nikah Dengan Akhwat Tarbiyah

Posted: 29 Sep 2011 05:00 PM PDT

روى البخاري في صحيحه
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Perempuan itu dinikahi karena empat faktor, hartanya, nama baik nenek moyangnya, cantiknya dan agamanya. Pilihlah wanita yang baik agamanya. Jika tidak maka engkau akan sengsara" [HR Bukhari].

فقوله بذات الدين أي السالمة من الشهوات والبدع والشبهات أي السلفية
وذلك الأفضل

Yang dimaksud dengan wanita yang baik agamanya adalah wanita yang tidak tergolong tukang maksiat, tidak pula ahli bid'ah. Artinya dia adalah wanita ahli sunnah. Itulah pilihan yang terbaik.

ولاحرج في الكتابية العفيفة المحصنة والاخوانية المبتدعة والتبليغية الجاهلة أن تنكح للعفة ولكنه خلاف الأفضل

Tidaklah mengapa bagi seorang laki-laki muslim untuk menikahi wanita kafir ahli kitab asalkan dia adalah wanita yang menjaga kehormatannya. Demikian pula boleh menikahi wanita anggota IM [baca: akhwat tarbiyah] atau Jamaah Tabligh [baca: masturah] yang polos dengan tujuan untuk menjaga kemaluan dari zina namun hal tersebut tidaklah dianjurkan.

لأنه إذا جاز نكاح الكتابيات المحصنات فالمبتدعات من باب أولى

Alasan bolehnya menikahi wanita aktivis IM atau JT adalah sebagai berikut. Jika diperbolehkan menikahi wanita kafir ahli kitab yang menjaga kehormatan maka menikah wanita muslimah ahli bid'ah tentu lebih layak untuk dinilai boleh.

 ولكن إذا كانت منظرة كامرأة عمران بن حطان للبدعة ولها دعوة فليهرب بدينه ولو أعجبه حسنها

Akan tetapi jika wanita adalah aktivis berat dalam bid'ahnya dan mendakwahkan bid'ahnya sebagaimana wanita Khawarij yang dipersunting 'Imran bin Hithan maka lelaki muslim yang baik hendaknya memilih untuk menyelamatkan agamanya meski dia terkagum-kagum dengan kecantikan fisiknya.

وأما العامية التبليغية والاخوانية فتلك أسهل تنكح وتصح وهو خلاف الأفضل

Sedangkan wanita anggota IM dan JT yang awam dan polos maka tentu saja hukum menikahinya lebih longgar, artinya boleh dinikahi dan sah meski hal itu kurang utama.

Penjelasan Syaikh Mahir bin Zhafir al Qahthani ini bisa dibaca di link berikut ini:

http://www.al-sunan.org/vb/showthread.php?t=9571

Artikel Terkait

KonsultasiSyariah: Telaah Hadis Menuntut Ilmu Ke Negeri Cina

KonsultasiSyariah: Telaah Hadis Menuntut Ilmu Ke Negeri Cina


Telaah Hadis Menuntut Ilmu Ke Negeri Cina

Posted: 30 Sep 2011 06:58 PM PDT

Telaah Hadis Menuntut Ilmu Ke Negeri Cina

Assalamu’alaikum, ustadz. Saya melihat banyak sekaali org2 yng menyebut nyebut tentang hadist ” Tuntutlah ilmu ke negeri Cina” yang ingin saya tanyakan, “Apakah hadist ini shahih? Tolong ustadz jelaskan dengan dalil yang shahih! Kalau bisa, ustadz masukkan ke kolom pertanyaan pembaca agar banyak orang tahu tentang keshahihan hadist tersebut. Jazakallahu khairan katsira.

Ahmad Al Faqih (ahmadXXXXXXXX@gmail.com)

Jawaban tentang hadis menuntut ilmu ke negeri Cina

Wa alaikumus salam

Tuntutlah Ilmu hingga negeri cina

Keterangan Dr. Hisamuddin AffanahTeks hadisnya,

اطلبوا العلم ولو في الصين

Hadis ini adalah hadis yang batil. Bahkan disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at, “Ini adalah hadis dusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. As-Syaukani mengatakan,

‘Hadis ini diriwayatkan al-Uqaili dan Ibn Adi dari Anas secara marfu’ (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).’ Ibn Hiban mengatakan, ‘Ini adalah hadis batil, tidak ada sanadnya (laa ashla lahuu), dalam sanadnya ada Abu Atikah, dan dia adalah munkarul hadis.’

Demikian keterangan Syaukani dalam al-Fawaidul Majmu’ah, hal. 272. Demikian pula keterangan di Maqasidul Hasanah hal. 93, dan Kasyful Khafa, 1/138. Syaikh al-Albani mengatakan menjelaskan status hadis ini, bahwa hadis ini adalah hadis batil. Kemudian beliau menyebutkan beberapa periwayat hadis dan menjelaskan: Kesimpulannya bahwa hadis ini, status yang benar adalah sebagaimana keterangan Ibn Hibban dan Ibnul Jauzi – yaitu bahwa hadis ini adalah hadis batil, kedustaan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam – karena tidak ada jalur satupun yang bisa dijadikan sebagai penguat. (Silsilah Dhaifah, 1/415 – 416)

Sumber: Fatawa yasalunaka. http://www.yasaloonak.net/2008-09-18-11-36-26/2009-07-07-12-26-01/207-2008-10-30-17-33-06.html

***
Catatan hadis semisal yang shahih:

Hadis yang shahih dalam masalah kewajiban menuntut ilmu adalah hadis dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

"Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim." (HR. Ibn Majah 224 dan dishahihkan al-Albani dalam shahih Ibn Majah, 1/296)

Yang dimaksud di sini adalah ilmu syariah. Sufyan at-Tsauri mengatakan: Yaitu ilmu, di mana seorang hamba tidak memiliki udzur (alasan yang dibenarkan) untuk tidak mengetahuinya. (Hasyiyah as-Sindi ‘ala Sunan Ibn Majah, 1/208)

Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syaraiah)

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Usaha Jual Beli Ternak Landak

Posted: 30 Sep 2011 12:06 AM PDT

Usaha jual beli

Assalamu ‘alaikum warahmatullah. Ustadz, saya mau bertanya. Saya hendak membuka usaha penjualan ternak mini, yaitu dengan berjual yang berukuran kecil dan imut. Saya tertarik membuka usaha ini karena sekarang banyak orang mulai suka untuk memelihara hewan imut ini. Bagaimana hukumnya dalam syariat Islam, apakah boleh? Atas jawabannya, saya ucapkan jazakumulloh khairan katsiran. Barakallohu fikum.

Mukti Ariwibowo (mukti.**@***.com)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah.

Bismillah washshalatu wassalam ‘ala Rasulillah.

Hukum jual beli binatang sama dengan hukum mengonsumsi binatang tersebut. Jika binatang tersebut halal dikonsumsi maka hukum jual beli binatang tersebut adalah halal. Begitu pula sebaliknya. Kaidah ini berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وإن الله إذا حرم شيئا حرم ثمنه

"Sesungguhnya, apabila Allah mengharamkan sesuatu maka dia mengharamkan jual beli hal tersebut." (Hr. Ibnu Hibban; dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)

Meskipun demikian, dalam menerapkan kaidah ini terdapat beberapa pengecualian.

Terkait dengan hukum landak, ulama berselisih pendapat. Para ulama Mazhab Hanbali mengharamkannya, dengan alasan bahwa landak adalah binatang yang menjijikkan. Padahal, Allah telah mengharamkan segala sesuatu yang menjijikkan, sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-A’raf:157. Selain itu, diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud bahwa Ibnu Umar pernah ditanya tentang hukum memakan landak, kemudian Ibnu Umar membaca firman Allah,

قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً…. الآية

"Katakanlah, aku tidak menjumpai dalam wahyu yang diturunkan kepadaku tentang hal-hal yang diharamkan kecuali …." (Qa. Al-An’am:145)

Maksud Ibnu Umar, beliau mengingkari anggapan orang yang mengharamkan landak karena beliau mengetahui bahwa tidak ada dalil yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keharaman landak.

Setelah Ibnu Umar menyampaikan jawaban ini, tiba-tiba ada seorang kakek yang mengatakan, "Saya mendengar Abu Hurairah berkata, ‘Suatu ketika, ada orang yang menyebut tentang landak di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau bersabda, ‘Itu termasuk binatang menjijikkan.”"

Ibnu Umar berkomentar, "Jika demikian yang dikatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka hukumnya sebagaimana yang beliau sabdakan."

Hanya saja, hadis Ibnu Umar di atas adalah hadis yang lemah. Di antara ulama hadis yang menilai sanad hadis ini dhaif adalah Imam Al-Khithabi dan Al-Baihaqi.

Imam Malik pernah ditanya tentang landak; beliau menjawab, "Saya tidak tahu." Sementara, Imam Abu Hanifah menilainya makruh. Adapun Imam Asy-Syafi’i dan Al-Laits bin Sa’d, beliau berdua membolehkannya, sebagaimana keterangan dari Abu Tsaur, murid Imam Syafi’i. (Lihat Ma’alim As-Sunan, 4:248)

Insya Allah, pendapat yang kuat dalam hal ini adalah yang menyatakannya halal. Pendapat ini juga yang dikuatkan Syekh Ibnu Baz dalam fatwa beliau (jilid 23, halaman 35) karena dalil yang mengharamkannya adalah hadis dhaif, sehingga tidak bisa menjadi dalil dalam menetapkan halal-haram. Dengan demikian, kembali kepada hukum asal, bahwa segala sesuatu adalah halal, sampai ada dalil–baik dari Alquran maupun As-Sunnah–yang mengharamkannya.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Konsultasi tentang hukum usaha jual beli landak.

Kata Kunci Terkait: ternak landak, landak, jual landak, hewan landak, landak hias

Kamis, 29 September 2011

KonsultasiSyariah: Tertidur hingga Matahari Terbit

KonsultasiSyariah: Tertidur hingga Matahari Terbit


Tertidur hingga Matahari Terbit

Posted: 29 Sep 2011 06:44 PM PDT

hingga matahari terbit

Jika seseorang tertidur hingga matahari terbit, apakah ia boleh ketika itu ataukah tidak?

Jawaban:

Barang siapa yang tertidur hingga matahari terbit maka hendaklah ia melakukan sebagaimana hari-hari sebelumnya ia lakukan. Ia pun boleh mengerjakan shalat subuh (sunah fajar) sebelum melaksanakan shalat subuh tadi.

Telah terdapat hadis yang sahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau pernah ketiduran saat safar. Beliau dan para sahabat ketika itu tidaklah bangun tidur kecuali ketika matahari telah terbit. Kemudian, ketika itu dikumandangkanlah azan, lalu beliau melaksanakah shalat sunah rawatib terlebih dahulu (yaitu shalat sunah qabliyah subuh, pen). Selepas itu, beliau beranjak melaksanakah shalat subuh. Salawat dan salam semoga tercurahkan pada beliau.
Wa billahit taufiq, wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad, wa alihi wa shahbihi wa sallam.

Yang menandatangani fatwa ini: Syekh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz selaku ketua, Syekh 'Abdur Rozaq 'Afifi selaku wakil ketua, dan Syekh 'Abdullah bin Ghudayan serta Syekh 'Abdullah bin Qu'ud selaku anggota.

Sumber: Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-'Ilmiyyah wal Ifta', pertanyaan kelima dari fatwa no. 6576.

Diterjemahkan oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

*
Catatan penting untuk yang tertidur hingga mata hari terbit:

Fatwa ini adalah khusus bagi orang yang punya kebiasaan shalat subuh tepat waktu. Jika suatu saat ia luput karena ketiduran maka ia boleh mengerjakannya meskipun matahari telah terbit.

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: dhuha, shalat shubuh, tertidur, lembur, subuh

Melanggar Sumpah

Posted: 28 Sep 2011 11:40 PM PDT

atas nama allah

Assalamualaikum, ustad bagaimana hukumannya apabila melanggar sumpah atas nama allah dan bagaimanakah cara bertobat, syukron

Fatchiyah (fatchiyaXXXXXX@yahoo.com)

Cara Taubat

Wa alaikumus salam

Allah berfirman,

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ

"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja." (Q.s. Al-Maidah: 89)

Makna: "sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah)…" sebagaimana penjelasan A’isyah adalah kebiasaan orang arab yang mengucapkan "wallaahi…" (), namun maksud mereka bukan untuk bersumpah.

Berdasarkan ayat di atas, orang yang bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, dan dia serius dalam sumpahnya, kemudian dia melanggar sumpahnya maka dia berdosa. Untuk menebus dosanya, dia harus membayar kaffarah.
Bentuk kaffarah sumpah telah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya,

فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ

"Kaffarahnya adalah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah sumpah-sumpahmu bila kamu langgar. " (Q.s. Al-Maidah: 89)

Berdasarkan ayat di atas, kaffarah sumpah ada 4:

1. Memberi makan 10 orang miskin
Memberi makan di sini adalah makanan siap saji, lengkap dengan lauk-pauknya. Hanya saja, tidak diketahui adanya dalil yang menjelaskan batasan makanan yang dimaksudkan selain pernyataan di ayat tersebut: "makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu".

2. Memberi pakaian 10 orang miskin
Ulama berselisih pendapat tentang batasan pakaian yang dimaksud. Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bahwa batas pakaian yang dimaksudkan adalah yang bisa digunakan untuk . Karena itu, harus terdiri dari atasan dan bawahan. Dan tidak boleh hanya peci saja atau jilbab saja. Karena ini belum bisa disebut pakaian.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa orang miskin yang berhak menerima dua bentuk kafarah di atas hanya orang miskin yang muslim.

3. Membebaskan budak
Keterangan: Tiga jenis kaffarah di atas, boleh memilih salah satu. Jika tidak mampu untuk melakukan salah satu di antara tiga di atas maka beralih pada kaffarah keempat,

4. Berpuasa selama tiga hari.
Pilihan yang keempat ini hanya dibolehkan jika tidak sanggup melakukan salah satu diantara tiga pilihan sebelumnya. Apakah puasanya harus berturut-turut? Ayat di atas tidak memberikan batasan. Hanya saja, madzhab hanafiyah dan hambali mempersyaratkan harus berturut-turut. Pendapat yang kuat dalam masalah ini, boleh tidak berturut-turut, dan dikerjakan semampunya.

Demikian keterangan yang disadur dari Fiqh Sunah Sayid Sabiq, (3/25 – 28).

****

Catatan jika melakukan sumpah atas nama allah:

Ada dua keadaan, dimana ketika orang melanggar sumpah tidak wajib membayar kaffarah:

Pertama, Dia melanggar karena lupa, tidak sengaja, atau terpaksa dan tidak mampu lagi untuk menolaknya. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إن الله وضع عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه

"Sesungguhnya Allah menghapuskan (kesalahan) dari umatku, (yang dilakukan) karena tidak sengaja, lupa, atau terpaksa." (HR. Ibn Majah dan dishahihkanal-Albani)

Kedua, Ketika bersumpah dia mengucapkan, "insyaaAllah" sebagaimana dinyatakan dalam hadis,

مَنْ حَلَفَ فَقَالَ : إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمْ يَحْنَثْ

"Siapa yang bersumpah dan dia mengucapkan: InsyaaAllah, maka dia tidak dianggap melanggar." (H.r. Ahmad, Turmudzi, Ibn Hibban dan disahihkan Syu’aib al-Arnauth)

Jika tidak dinilai melanggar, berarti tidak ada dosa dan tidak wajib membayar kaffarah. Sebagaiman keterangan dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Jami Turmudzi (5: 109)

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

===

Artikel yang patut Anda baca berkenaan dengan sumpah:

1. Cara kembali menarik sumpah.

2. “Demi bapak dan ibuku” Apakah termasuk sumpah?

Kata Kunci Terkait: melanggar sumpah, bersumpah palsu, kaffarat, khianat, sumpah palsu, demi Allah, sumpah

Rabu, 28 September 2011

KonsultasiSyariah: Sering Lembur sehingga Luput dari Shalat Subuh

KonsultasiSyariah: Sering Lembur sehingga Luput dari Shalat Subuh


Sering Lembur sehingga Luput dari Shalat Subuh

Posted: 28 Sep 2011 07:10 PM PDT

Sering lembur sehingga luput dari subuh

Pertanyaan pertama:

Ada seseorang yang mengerjakan shalat subuh setelah matahari terbit, dan ini sudah jadi kebiasaannya setiap paginya. Hal ini sudah berlangsung selama dua tahun. Dia mengaku bahwa tidur telah mengalahkannya karena dia sering lembur. Dia mengisi waktu malamnya dengan menikmati hiburan-hiburan. Apakah shalat yang dilakukan oleh orang semacam ini sah?

Pertanyaan kedua:

Apakah kita boleh bermajelis dan tinggal satu atap dengan orang semacam ini? Kami sudah menasihatinya, namun dia tidak menghiraukan.

Jawaban untuk orang yang sering mengakhirkan shalat:

Diharamkan bagi seseorang untuk mengakhirkan shalat sampai ke luar waktunya. Wajib bagi setiap muslim yang telah dibebani syariat untuk menjaga shalat pada waktunya, termasuk dan shalat yang lainnya. Dia bisa menyetel alarm  untuk membangunkannya (di waktu subuh).

Kita diharamkan lembur di malam hari untuk menikmati hiburan dan semacam itu. Lembur (begadang) di malam hari telah diharamkan oleh Allah bagi kita, jika hal ini melalaikan dari mengerjakan shalat subuh di waktunya atau melalaikan dari shalat subuh secara berjemaah. Hal ini terlarang karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang begadang setelah waktu Isya, jika tidak ada manfaat syar'i sama sekali.

(Perlu diketahui pula bahwa) setiap amalan yang dapat menyebabkan kita mengakhirkan shalat dari waktunya, maka amalan tersebut haram untuk dilakukan kecuali, jika amalan tersebut dikecualikan oleh syariat yang mulia ini.

Jika memang keadaan orang yang engkau sebutkan tadi adalah seperti itu maka nasihatilah dia. Jika dia tidak menghiraukan, tinggalkan dan jauhilah dia.

Wa billahit taufiq, wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad, wa alihi wa shahbihi wa sallam.

Yang menandatangani fatwa ini:
Syekh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz selaku ketua, Syekh 'Abdur Rozaq 'Afifi selaku wakil ketua, Syekh 'Abdullah bin Ghudayan dan Syaikh 'Abdullah bin Qu'ud selaku anggota.

Sumber: Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al 'Ilmiyyah wal Ifta', pertanyaan pertama dan kedua dari fatwa no. 8371.

Diterjemahkan oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Artikel tambahan: Hukum meninggalkan shalat.

Kata Kunci Terkait: hukum shalat, meninggalkan shalat, pemisah muslim, shalat subuh, shalat, shalat dhuha

Mencukur Bulu Kemaluan

Posted: 27 Sep 2011 10:15 PM PDT

Mencukur bulu kemaluan

Assalamu’alaikum. Apakah hukum dari mencukur bulu kemaluan?

Terimakasih.

Adhie (sbuXXXXXX@gmail.com)

Jawaban:

Wassalamu’alaikum.

Cara mencukur bulu kemaluan

Dalam sebuah hadis dinyatakan:

عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عشر من الفطرة قص الشارب وإعفاء اللحية والسواك والاستنشاق بالماء وقص الأظفار وغسل البراجم ونتف الإبط وحلق العانة وانتقاص الماء يعني الاستنجاء بالماء

Dari A’isyah radliallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada sepuluh hal dari fitrah (manusia); Memangkas kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup ke dalam hidung), potong kuku, membersihkan ruas jari-jemari, mencabut bulu ketiak, mencukup bulu pubis dan istinjak (cebok) dengan air. ” (H.r. Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i, dan Ibn Majah).

Keterangan: Hadis di atas menunjukkan bahwa mencukur bulu dan rambut tertentu hukumnya disyariatkan dan tidak terlarang.
Dalam riwayat yang lain, dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خمس من الفطرة : الاستحداد ، والختان ، وقص الشارب ، ونتف الإبط وتقليم الأظفار

“Ada lima hal termasuk fitrah; Istihdad, khitan, memangkas kumis, mencabut bulu kemaluan, dan memotong kuku.” (HR. Bukhari, Muslim dan yang lainnya)

Imam as-Syaukani menjelaskan:
Istihdad adalah mencukup bulu kemaluan. Digunakan istilah istihdad, yang artinya mengunakan pisau, karena dalam mencukurnya digunakan pisau. Sehingga bisa dilakukan dalam bentuk dicukur (habis), dipotong (pendek),… (Nailul Authar, 1: 141)

Tata caranya mencukur bulu kemaluan:

As-Syaukani membawakan perkataan Imam an-Nawawi:
Yang paling afdhal adalah dengan dicukur. Yang dimaksud bulu kemaluan adalah rambut yang tumbuh di atas kemaluan lelaki atau sekitarnya. Demikian pula rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan wanita. Dinukil dari Abul Abbas bin Sarij, (termasuk bulu kemaluan) adalah bulu yang tumbuh di sekitar lubang dubur. (Nailul Authar, 1: 141)

Batas waktu mencukur bulu kemaluan:

Hendaknya, bulu dan rambut yang disyariatkan untuk dipotong, tidak dibiarkan lebih dari 40 hari. Dasarnya adalah hadis dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu. Beliau mengatakan,

وقت لنا في قص الشارب وتقليم الأظفار ونتف الإبط وحلق العانة أن لا نترك أكثر من أربعين ليلة

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan batasan waktu kepada kami untuk memotong kumis, memotong kuku, mencabuti bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, agar tidak dibiarkan lebih dari empat puluh hari." (H.r. Muslim, Abu Daud, dan An-Nasa'i)

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kesimpulan: Disunnankannya mencukur bulu kemaluan.

Selasa, 27 September 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Minta Doa Orang Shalih Bisa Haram

Posted: 27 Sep 2011 05:00 PM PDT

يقـــــول :
* هل يجوز طلب الدعاء من شخص يظن فيه الصلاح ؟

Pertanyaan, "Apakah diperbolehkan meminta doa kepada seorang yang dianggap shalih?"

- لا مانع ، بشرط ان لا يكون ذلك امرا مستمرا ودائما وهذا ورد فيه النهي عند بعض السلف ، أما ان يُجعل ذلك في بعض الاحيان القليلة او النادرة فلا نُحرم مثل هذه الصورة والله تعالى اعلم .

Jawaban Syaikh Ali al Halabi, "Tidak terlarang dengan satu syarat yaitu hal ini tidak dilakukan selalu dan terus menerus karena menjadikannya terus menerus adalah suatu yang terlarang menurut beberapa ulama salaf.

Akan tetapi jika hal ini hanya dilakukan jarang-jarang atau langka-langka hukumnya tidaklah haram".

Sumber:

http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?p=145102#post145102

Artikel Terkait

Kapan Angkat Tangan Dalam Doa Bid’ah?

Posted: 25 Sep 2011 05:00 PM PDT

نعم، أما المسألة ما وجد مقتضاه في زمان النبي-صلى الله عليه و سلم- ولم يفعل ففعله بدعة فلا شك في هذا. لأنه إذا وجد سببه في زمان النبي- صلى الله عليه و سلم- ولم يفعله دل ذلك على أنه غير مشروع. إذ لو كان مشروعا لفعله النبي- صلى الله عليه و سلم- ومن ذلك مثلا رفع اليدين في الدعاء في المواطن التى ورد أن النبي-صلى الله عليه و سلم- دعا فيها ولم يرفع. المقتضي موجود وهو طلب الاستجابة ولكن النبي-صلى الله عليه و سلم- لم يرفع يديه فرفع اليدين في هذه المواطن بدعة.

Syaikh Dr Sulaiman ar Ruhaili mengatakan, "Amal ibadah yang di masa hidupnya Nabi telah dijumpai faktor pendorong untuk melakukannya namun ternyata Nabi tidak melakukannya maka melakukannya adalah bid'ah. Kaedah ini tidaklah diragukan kebenarannya. Karena di masa hidup Nabi sudah dijumpai sebab untuk melakukannya namun Nabi tidak melakukannya, hal ini menunjukkan bahwa hal itu tidak dituntunkan karena andai saja itu dituntunkan tentu saja Nabi akan melakukannya.

Contohnya adalah doa sambil angkat tangan dalam situasi yang terdapat dalil yang menunjukkan bahwa Nabi ketika itu berdoa tanpa sambil angkat tangan. Faktor pendorong untuk mengangkat tangan ketika itu sudah ada yaitu keinginan agar doa yang dipanjatkan dikabulkan oleh Allah akan tetapi ternyata Nabi tidak mengangkat tangannya saat itu. Mengangkat tangan dalam kondisi ini hukumnya adalah bid'ah.

فمن جاء يرفع يديه في صلاة الجمعة وهو يخطب أو يؤمن على دعاء الخطيب هذا نقول هذه بدعة لأنه وجد سببها في زمان النبي-صلى الله عليه و سلم- ولم يفعله

Jika ada yang berdoa sambil mengangkat kedua tangannya saat menyampaikan khutbah Jumat atau saat mengamini doa khatib, kita katakan bahwa perbuatan ini hukumnya adalah bid'ah karena sebab untuk melakukannya sudah dijumpai di masa Nabi namun Nabi sendiri tidak melakukannya.

ولهذا من باب الفائدة:أقول: يقول أهل العلم الدعاء رفع اليدين في الدعاء له ثلاثة أحكام، سنة وبدعة ومستحب.

Oleh karena itu sebagai tambahan pengetahuan kami sampaikan bahwa para ulama menjelaskan bahwa angkat tangan ketika berdoa itu memiliki tiga status hukum, sunnah, bid'ah dan mustajab (dianjurkan).

أما السنية فهي المواطن التي ثبث أن النبي- صلى الله عليه و سلم- رفع فيها. فالرفع سنة، مجرد الرفع هذه العبادة، سنة تقتدي بالنبي- صلى الله عليه و سلم- مثل ما في الاستسقاء مثلا.

Angkat tangan ketika berdoa hukumnya sunnah manakala dilakukan pada sikon yang terdapat dalil yang menunjukkan bahwa Nabi mengangkat tangannya sambil berdoa ketika itu. Dalam hal ini, mengangkat tangan adalah sunnah Nabi. Mengangkat tangan dalam kondisi ini adalah ibadah. Sejalan dengan sunnah manakala anda meneladani Nabi semisal angkat tangan ketika doa untuk meminta hujan.

والبدعة في المواطن التي ثبت أن النبي-صلى الله عليه و سلم- دعا ولم يرفع مثل الدعاء في الجمعة ومثل الدعاء عند الطواف تجد أن بعض المسلمين يمشي ويطوف حول الكعبة ويرفع يديه يدعو، هذا بدعة لأنه ثبت عن النبي-صلى الله عليه و سلم- الدعاء ولم يثبت أنه رفع.

Mengangkat tangan dalam doa adalah bidah manakala dilakukan pada kondisi tertentu yang Nabi ketika itu berdoa namun beliau tidak mengangkat tangannya saat itu semisal doa dalam khutbah Jumat dan doa saat tawaf. Kita jumpai sebagian kaum muslimin ketika berjalan mengelilingi Ka'bah mereka berdoa sambil mengangkat kedua tangannya. Perbuatan ini adalah bid'ah karena Nabi berdoa ketika melakukan tawaf akan tetapi beliau tidak mengangkat tangannya.

ومستحب في المواطن التي لم يثبت عن النبي- صلى الله عليه و سلم- أنه دعا فيها فإن رفع اليدين في الدعاء مستحب لأنه ثبت أنه من أسباب الإجابة وفعل ما يقتضي الإجابة مستحب، فيستحب للإنسان إذا دعا دعاء مطلقا أن يرفع يديه لأنها من أسباب الإجابة.

Angkat tangan ketika berdoa adalah dianjurkan manakala dilakukan pada situasi yang tidak terdapat dalil yang menunjukkan bahwa Nabi berdoa ketika itu. Angkat tangan ketika berdoa adalah amalan yang dianjurkan karena terdapat hadits sahih yang menjelaskan bahwa angkat tangan dalam doa adalah salah satu sebab dikabulkannya doa dan melakukan hal yang menyebabkan doa dikabulkan adalah suatu hal yang dianjurkan. Sehingga dianjurkan bagi orang yang berdoa dengan doa mutlak [baca: doa masalah] untuk mengangkat kedua tangannya karena hal tersebut adalah salah satu sebab dikabulkannya doa.

كذا، كل دعاء ثبت عن النبي-صلى الله عليه و سلم- ولم يثبت أنه رفع فالرفع بدعة. وكل دعاء ثبت عن النبي-صلى الله عليه و سلم- أنه دعا ورفع فالرفع سنة كما في الدعاء بعد رمي الجمر كما في الدعاء علي الصفا والمروة ونحو هذا

Demikianlah, semua doa yang sahih dari Nabi namun ketika itu beliau tidak mengangkat tangannya maka mengangkat tangan saat itu hukumnya adalah bid'ah.

Sebaliknya, semua doa yang riwayat yang sahih menunjukkan bahwa Nabi berdoa ketika itu sambil mengangkat kedua tangannya maka mengangkat tangan saat itu adalah sunnah Nabi semisal doa setelah melempar jumrah [ula dan wustho, pent] dan doa saat berada di bukit Shafa dan Marwa ketika melakukan sai"

[Penjelasan di atas disampaikan oleh Syaikh Sulaiman ar Ruhaili pada sesi tanya jawab dalam daurah beliau yang mengkaji kitab Qawaid Nuraniyyah karya Ibnu Taimiyyah. Transkrip di atas bisa disimak pada menit 1:18:46 sampai 1:21:44 kaset no. dua yang diterbitkan oleh Muassasah Dar Ibnu Rajab, Madinah Nabawiyyah].

Artikel Terkait

KonsultasiSyariah: Sedekah dengan Uang Syubhat

KonsultasiSyariah: Sedekah dengan Uang Syubhat


Sedekah dengan Uang Syubhat

Posted: 27 Sep 2011 06:28 PM PDT

dengan Uang Syubhat

Assalamu ‘alaykum. Admin, afwan. Bolehkah kita sedekah dengan uang yang syubhat? Uang yang didapat dari yang tidak jelas sumbernya dan dari denda karena suatu hal, dan bolehkan kita sedekah dengan bunga ? Jazakumulloh.

Indah Dwi (indah_dwi**@***.com)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah.

Boleh memberikan uang syubhat atau kepada orang lain. Hanya saja, statusnya bukan sedekah karena yang memberi tidak mendapatkan pahala sedekah dengan uang tersebut. Untuk itu, sebaiknya, ketika memberi sekaligus menjelaskan bahwa uang tersebut adalah uang riba atau bahwa itu adalah hasil praktik dari sesuatu yang haram, agar si penerima tidak menyangkanya sebagai sedekah.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: korupsi, duit hasil curian, sedekah, infah, duit subhat

Menyemir Rambut

Posted: 27 Sep 2011 12:27 AM PDT

Menyemir

Assalamu ‘alaikum. Saya mau tanya, bagaimana hukum dengan warna hitam? Apakah itu haram? Lantas, saya juga pernah dengar, katanya boleh menyemir rambut asal jangan warna hitam. Itu bagaimana ya? Sekian dan terima kasih sebelumnya. Wassalamu ‘alaikum.

Amalia (amalia**@***.com)

Jawaban :

Wa’alaikumussalam warahmatullah.

Tidak boleh menyemir rambut dengan warna hitam. Dasarnya adalah hadis dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma bahwa ketika Fathu Makkah, Abu Quhafah (bapak dari Abu Bakr) dibawa ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara, rambut dan jenggotnya berwarna putih seperti taghamah. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ubahlah warna uban ini, dan jauhi warna hitam.” (Hr. Muslim dan Abu Daud)

Catatan:

Rambut yang boleh disemir adalah rambut yang telah beruban. Rambut yang tidak beruban tidak boleh disemir, karena ini termasuk mengubah ciptaan Allah.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: menyemir rambut, rambut, hukum menyemir rambut, rambut punk, semir rambut

Senin, 26 September 2011

KonsultasiSyariah: Shalat Terbengkalai Beberapa Hari

KonsultasiSyariah: Shalat Terbengkalai Beberapa Hari


Shalat Terbengkalai Beberapa Hari

Posted: 26 Sep 2011 06:53 PM PDT

Lupa mengerjakan beberapa hari

Sesungguhnya aku adalah seorang pemuda yang–alhamdulillah–telah diberi taufik oleh Allah Ta'ala untuk menjalankan shalat lima waktu, kecuali shalat subuh dalam beberapa waktu. Ketika subuh, aku sering sekali tertidur. Aku baru terbangun setelah terbit matahari. Bolehkah aku mengerjakan shalat subuh tersebut di waktu aku bangun tidur? Lalu bagaimana jika seseorang luput dari suatu shalat, misalnya shalat ashar, apakah ia mengqadha’-nya di hari berikutnya ataukah ia kerjakan di waktu magrib?

Jawaban:

Jika engkau ketiduran atau lupa sehingga luput dari waktu shalat maka hendaklah engkau shalat ketika engkau terbangun dari tidur atau ketika ingat, walaupun itu adalah saat terbit atau tenggelamnya matahari. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

مَنْ نَامَ عَنْ صَلاَةٍ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا لاَ كَفَارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ

"Barang siapa yang tertidur –sehingga luput dari shalat–atau dalam keadaan lupa, maka hendaklah ia shalat ketika ia ingat dan tidak ada kafarah (tebusan) selain itu." (Hr. Bukhari dan Muslim )

Adapun jika engkau lima waktu dengan sengaja, dengan mengetahui akan wajibnya lalu engkau luput dari shalat tersebut, maka pendapat ulama yang paling tepat adalah bahwa perbuatan seperti itu termasuk kekufuran, yaitu kufur akbar. Shalat yang ditinggalkan dengan sengaja seperti ini sama sekali tidak memiliki qadha' (tidak perlu diganti). Kewajibanmu adalah bertobat, beristighfar, menyesali yang telah lalu, dan engkau harus menjaga kembali shalat lima waktu, dikerjakan tepat pada waktunya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, dan lain-lain, dari hadis Buraidah,

العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

"Perjanjian di antara kami (kaum muslimin) dengan mereka (orang kafir) adalah mengenai perkara shalat. Barang siapa yang meninggalkannya maka ia kafir."

Hal ini juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari Jabir,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

"Pembeda di antara seorang muslim dan antara kekufuran dan kesyirikan adalah mengenai meninggalkan shalat." (HR. Muslim)

Wa billahit taufiq, wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad, wa alihi wa shahbihi wa sallam.

Yang menandatangani fatwa ini:
Syekh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz selaku ketua, Syekh 'Abdur Rozaq 'Afifi selaku wakil ketua dan Syekh 'Abdullah bin Qu'ud selaku anggota.

Sumber: Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-'Ilmiyyah wal Ifta', pertanyaan pertama dari fatwa nomor 6196, 6/10.
Diterjemahkan oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Anda bisa download e-book gratis: Mengapa kita shalat.

Kata Kunci Terkait: meninggalkan shalat, tidak shalat, shalat, shalat 5 waktu, hukum shalat, hukum meninggalkan shalat

Lupa Tasyahud Awal

Posted: 25 Sep 2011 11:25 PM PDT

Ketika lupa awal

Assalamu ‘alaikum. Saat 4 rakaat, seharusnya kita tasyahud awal, tapi kita lupa dan berdiri, kemudian setelah berdiri sempurna kita ingat bahwa seharusnya duduk tasyahud awal. Apa yang harus kita lakukan?

Annisa (nisco**@yahoo.**)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah.

Orang yang lupa tidak tasyahud awal, memiliki dua keadaan:

Pertama, teringat ketika proses berdiri menuju rakaat ketiga atau sebelum berdiri sempurna. Dalam kondisi semacam ini, dia harus kembali untuk melaksanakan duduk tasyahud awal dan tidak ada kewajiban sujud sahwi.

Kedua, baru teringat setelah berdiri sempurna di rakaat ketiga. Pada keadaan ini, tidak perlu kembali duduk tasyhud, kemudian melakukan sujud sahwi sebelum salam. Dalilnya :

  • Hadis dari Abdullah bin Buhainah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengimami shalat, kemudian beliau langsung bangkit setelah rakaat kedua dan tidak duduk tasyahud. Maka makmum pun ikut berdiri. Setelah selesai tasyahud akhir, para sahabat menunggu beliau salam. Tiba-tiba, beliau sujud dua kali sebelum salam. (Hr. Bukhari dan Muslim)
  • Dari Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian bangkit setelah rakaat kedua dan belum sempurna berdiri maka duduklah (kembali), dan jika sudah berdiri sempurna maka jangan duduk dan lakukanlah sujud sahwi (sebelum salam).” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Artikel yang berkaitan dengan awal: Pandangan mata ketika tasyahud.

Kata Kunci Terkait: shalat, menghadap sujud, tasyahud, lupa tasyahud

Minggu, 25 September 2011

KonsultasiSyariah: Memindahkan Makam

KonsultasiSyariah: Memindahkan Makam


Memindahkan Makam

Posted: 25 Sep 2011 06:43 PM PDT

Hukum memindahkan makam

Apakah hukum memindahkan makam, dan bagaimana jika kita dapat wasiat dari orang tua untuk memindahkan makam nenek?

Abu Ghaitsani (gs_**@***.com)

Jawaban:

Bismillah.

Hukum memindahkan makam

Hukum asal membongkar kuburan atau memindahkannya ke tempat lain adalah terlarang. Sementara, sesuatu yang terlarang bisa menjadi dibolehkan jika ada alasan yang dibenarkan syariat. Dr. Ahmad bin Abdul Karim Najib menjelaskan bahwa ada tiga hal yang bisa dijadikan alasan pembenar untuk mayat.

Pertama, untuk kemaslahatan mayat sendiri.

Misalnya, keluar di kuburan, tanahnya becek, atau di daerah tersebut banyak binatang buas yang sering membongkar kuburan, atau alasan lainnya. Syekhul islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Tidak boleh mengeluarkan mayat dari kuburannya kecuali karena kebutuhan mendesak, misalnya ada sesuatu yang mengganggu mayat sehingga harus dipindahkan ke tempat lain. Sebagaimana pada sebagian sahabat, jenazahnya dipindahkan karena sebab semacam ini." (Majmu’ Al-Fatawa, 24:303)

Imam Bukhari, dalam kitab Shahih-nya membuat judul “Bab ‘Bolehkah mengeluarkan mayit dari kuburan dan lahadnya karena sebab tertentu’. Kemudian beliau membawakan hadis dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, yang menyatakan bahwa beliau menceritakan bahwa ayahnya adalah orang yang pertama kali meninggal ketika Perang Uhud. Kemudian ayahnya dimakamkan bersama yang lain dalam satu liang. Jabir mengatakan, “Jiwaku tidak nyaman untuk meninggalkan beliau dikuburkan bersama yang lain dalam satu makam. Kemudian aku mengeluarkannya, setelah berlalu enam bulan. Ternyata beliau masih sama seperti ketika dimakamkan, selain ada perubahan di telinganya.” (Hr. Bukhari)

Kedua, tanah yang digunakan untuk memakamkan mayat adalah tanah yang bukan haknya, seperti: tanah hasil ghasab (mengambil milik orang lain tanpa hak, ed.) atau dimakamkan di tanah orang lain. Sementara, pemiliknya tidak merelakannya. Dalam kondisi ini, mayat boleh dipindah kuburannya ke tanah yang lain.

Ketiga, memindahkan kuburan untuk kemaslahatan umum.

Seperti: memperluas masjid atau memperluas jalan yang tidak memungkinkan untuk dialihkan ke yang lain, atau kebutuhan umum yang sangat mendesak lainnya.

Disebutkan dalam hadis dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu tentang kisah pembangunan Masjid Nabawi; beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membangun masjid. Beliau mengutus seseorang untuk menemui Bani Najjar dan menanyakan berapa harga tanahnya. Masyarakat Bani Najjar mengatakan, ‘Demi Allah, kami tidak menginginkan uang sedikit pun dari tanah tersebut, selain Allah.’” Anas mengatakan, “Di tanah tersebut terdapat kuburan orang musyrik, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membongkar kuburan tersebut ….” (Hr. Bukhari)

Disimpulkan dari: http://www.saaid.net/Doat/Najeeb/f113.htm

Dr. Ahmad bin Abdul Karim Najib termasuk salah satu da’i ahlus sunnah yang banyak bergerak di daerah Yugoslavia. Beliau meraih gelar doktor dalam ilmu hadis dari Universitas Ummu Dirman Al-Islamiyah, Sudan. Sejak tahun 1999, beliau banyak berdakwah di daerah Eropa Timur dan Eropa Barat, terutama Yugoslavia dan sekitarnya.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Pembahasana: Hukum syari’ memindahkan makam.

Kata Kunci Terkait: bongkar kuburan, makam wali, kuburan massal. Islamic cemetery, kuburan islam, kuburan nabi, kuburan wali, memindahkan kuburan

Jumat, 23 September 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Jika Pemerintah Menetapkan Hari Raya Dengan Hisab

Posted: 23 Sep 2011 05:00 PM PDT

لو قدر أن من كان علي دولة من الدول قرر أمر الحساب فماذا يفعل أفراد الرعية حينئذ؟

Syaikh Dr. Saad asy Syatsri, mantan anggota Lajnah Daimah dan Haiah Kibar Ulama KSA, mengatakan, "Seandainya penguasa di sebuah negara menetapkan hari raya berdasarkan hisab maka apa yang seharusnya dilakukan oleh rakyat ketika itu?"

الجمهور قالوا يتبعونه ويلحقه الإثم وتسلم ذممهم

لأن النصوص الشرعية قد أمرت بطاعتهم وأوجبت ذلك  وحينئذ تبرأ الذمة بطاعتهم ويكون الأمر في ذممهم

Hal ini diperselisihkan oleh para ulama.

Mayoritas ulama mengatakan hendaknya rakyat mengikuti keputusan pemerintah. Dosa ditanggung pemerintah sedangkan rakyat bebas dari tanggung jawab terkait hal ini.

Alasan mayoritas ulama adalah karena dalil-dalil syariat memerintahkan dan mewajibkan rakyat untuk mentaati pemerintah. Dengan demikian, gugurlah kewajiban rakyat dengan mentaati keputusan pemerintah dan tanggung jawab di akhirat tentang hal ini dipikul oleh pemerintah.

وذهب الإمام مالك إلي أن من عمل بالحساب فإنه لا يعمل بقوله وأفراد الرعية يعملون بقول غيره ولا يستندون إلي خبره

قال لأن الإجماع قد انعقد علي عدم اعتبار الحساب والنصوص الشرعية دلت علي ذلك وحينئذ لا تكون الطاعة في هذا الباب مما يخالف حديث إنما الطاعة في المعروف وحديث لا طاعة لمخلوق في معصية الله

Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa jika pemerintah menetapkan hari raya berdasarkan hisab maka keputusannya tidak ditaati sehingga rakyat berhari raya sebagaimana hasil rukyah yang benar. Rakyat tidak boleh beramal berdasarkan keputusan pemerintah tersebut.

Imam Malik mengatakan bahwa alasannya adalah adanya ijma ulama yang mengatakan bahwa hisab tidak boleh menjadi dasar dalam penetapan hari raya dan dalil-dalil syariat pun menunjukkan benarnya hal tersebut.

Dalam kondisi tidak taat kepada pemerintah tidaklah bertentangan dengan berbagai dalil yang memerintahkan rakyat untuk mentaati pemerintah dalam kebaikan semisal hadits 'Ketaatan kepada makhluk itu hanya berlaku dalam kebaikan' dan hadits 'Tidak ada ketaatan kepada makhluk jika untuk durhaka kepada Allah' [karena ketaatan kepada pemerintah dalam hal ini bukanlah ketaatan dalam kebaikan, pent].

وعلي كل، الظاهرأن قول الجمهور أظهر من قول الإمام مالك في هذه المسألة فيجب علي الناس أن يتبعوا أئمتهم ويكون الإثم فيمن عمل بالحساب علي الأئمة الذين يقررون مثل هذا الأمر

Kesimpulannya, yang tepat pendapat mayoritas ulama dalam masalah ini itu lebih kuat dari pada pendapat Imam Malik. Sehingga wajib bagi rakyat untuk mengikuti keputusan pemerintah terkait penetapan hari raya sedangkan dosa menjadikan hisab sebagai landasan penetapan hari raya itu ditanggung oleh pemerintah yang memutuskan hari raya berdasarkan hisab".

Penjelasan Syaikh Saad asy Syatsri di atas beliau sampaikan dalam program Taisir Fiqh TV Ibnu Utsaimin dalam topik Ahkam Shiyam part 1 pada menit 02:27-03:01.

Video kajian Syaikh Saad asy Syatsri di atas bisa anda simak di link berikut ini:

http://www.mashahd.net/video/3ced914d547c995a623&s=1

Artikel ustadzaris.com

 

Artikel Terkait

Hukum Anjing Penjaga Rumah

Posted: 21 Sep 2011 05:00 PM PDT

السؤال : السلام عليكم ورحمة الله وبركاته كيف حالك يامعالي الشيخ نحن نحبك يامعالي الشيخ وهناك عدت اسئله ارجو الإجابه عليها من قبلكم:
س1.ياشيخ لعبة ترافيان هل هي حرام ام لا
س2. هل يجوز لي اقتناء كلب.واذا كان يجوز من اجل الحراسه وقمت بلمسه فماذا علي ؟
س3.هل يجوز للرجال لعب الرياضه الشريفه مع النساء فقد رأينا اللاعب السعودي سامي جابر لعب مع امرئه في مباراه خيره لكرة القدم ؟
س.4 هل يجوز لبس الاساور للرجال حيث انها تخلو من الذهب والفضه ؟

Pertanyaan, "Ada beberapa pertanyaan yang saya berharap agar anda berkenan menjawabnya:

Pertama, permainan tarofiyan, itu haram ataukah tidak?

Kedua, bolehkan memelihara anjing untuk jaga rumah? Jika diperbolehkan, ketika aku bersentuhan dengan anjing apa yang harus kulakukan?

Ketiga, bolehkah seorang laki-laki melakukan permainan olah raga terhormat bersama wanita?

Keempat, bolehkan laki-laki mengenakan gelang yang tidak terbuat dari emas atau pun perak?"

الأجابة:-

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته,

جواب السؤال الأول : لا أعرف انا هذه اللعبه.

جواب السؤال الثاني : يجوز اقتناء الكلب للحراسة ولمسه لا ينجس اليد لأن الشعركما ذكر شيخ الاسلام ابن تيمية طاهر والله أعلم .

جواب السؤال الثالث : هذا لا يجوز ان يلعب الرجل مع المرأة الأجنبية عنه ولا يسمى هذا لعبا شريفا والله أعلم.

جواب السؤال الرابع : لا يجوز أن يلبس الرجل إلا الخاتم أو الساعة وما شابه ذلك أما أن يتشبه بالنساء في لبس الأساور حتى لو لم تكن من ذهب لايجوز

Jawaban Syaikh Abdul Muhsin al 'Ubaikan, "Jawaban untuk pertanyaan

Pertama, saya tidak mengetahui permainan yang ditanyakan.

Kedua, diperbolehkan memelihara anjing penjaga rumah. Menyentuh badan anjing tidaklah menyebabkan najisnya tangan karena bulu anjing sebagaimana yang disampaikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah itu tidak najis.

Ketiga, seorang laki-laki tidaklah diperbolehkan melakukan permainan dengan perempuan yang bukan mahram atau isterinya. Permainan semacam ini tidaklah boleh disebut sebagai permainan yang terhormat.

Keempat, seorang laki-laki tidaklah diperbolehkan untuk memakai perhiasan kecuali cincin, jam tangan atau benda semisal itu. Tidaklah diperbolehkan menyerupai perempuan dengan memaki gelang meskipun gelang tersebut tidak terbuat dari emas".

Sumber:

http://al-obeikan.com/show_fatwa/333.html

 

يقول يا فضيلة الشيخ إإذا كان عند الإنسان كلباً للحراسة فما الحكم في ذلك؟

Pertanyaan, "Jika ada orang yang memiliki anjing penjaga rumah, apa hukumnya?"

اقتناء الكلاب محرم لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال (من اقتنى كلباً إلا كلب صيد أو حرث أو ماشية انتقص من أجره كل يوم قيراط)

Jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, "Pada dasarnya memelihara anjing itu hukumnya haram karena Nabi bersabda, 'Siapa saja yang memiliki anjing kecuali anjing pemburu, penjaga tanaman atau penjaga hewan ternak berkurang pahalanya setiap harinya sebesar satu qirath [gunung besar]'.

وهذا يدل على تحريم اقتناء الكلاب من غير الحاجات المذكورة في الحديث وذلك لأن العقوبة المرتبة على الفعل إما أن تكون فوات محبوب أو حصول مكروه وهذه العقوبة التي ذكرها النبي عليه الصلاة والسلام فوات محبوب لأن النقص من الأجر يقتضي فوات محبوب للشخص

Hadits di atas adalah dalil yang menunjukkan haramnya memelihara anjing jika tanpa tiga kebutuhan yang disebutkan dalam hadits di atas karena hukuman karena melakukan pelanggaran itu bisa berupa hilangnya sesuatu yang disukai atau pun terjadinya sesuatu yang tidak disukai. Hukuman yang Nabi sebutkan dalam hadits di atas adalah hilangnya sesuatu yang disukai karena berkurangnya pahala itu bermakna hilangnya sesuatu yang disukai oleh seorang mukmin.

ولكن النبي عليه الصلاة والسلام استثنى هذه الثلاثة الصيد والحرث والماشية وذلك لأن الإنسان محتاج إلى كلب الصيد يصطاد عليه محتاج إلى كلب الماشية يحميها من الذئاب والكلاب محتاج إلى كلب الحرث يحمي الحرث من البهائم التي ترتع فيه

Akan tetapi Nabi mengecualikan tiga jenis anjing, anjing pemburu, penjaga tanaman dan penjaga hewan piaraan. Hal tersebut dikarenakan adanya kebutuhan terhadap anjing pemburu yang dipergunakan untuk berburu, anjing penjaga hewan piaraan yang bertugas menjaga hewan ternak dari gangguan serigala serta anjing penjaga tanaman yang menjaga tanaman dari gangguan binatang yang hendak merusaknya.

 

وما شابه هذه الحاجات فإنه مثلها لأن الشريعة لا تفرق بين المتماثلين فإذا قدر أن شخصاً في بيت بعيد عن البلد وهو محتاج إلى كلب يحرس البيت لينبه أهل البيت فيما لو أقبل عدو أو سارق أو ما أشبه ذلك فإنه مثل صاحب الحرث والماشية والصيد لا حرج عليه إن اقتناه لهذا الغرض

Kebutuhan yang semisal dengan tiga kebutuhan di atas hukumnya sama dengan tiga kebutuhan di atas yaitu boleh karena syariat Islam tidak akan membedakan hukum dua hal yang sama.

Andai ada orang yang bertempat tinggal di pinggir kampung sehingga dia memerlukan anjing yang bertugas menjaga rumahnya dengan membangunkan pemilik rumah jika ada musuh, pencuri atau semacam itu yang hendak datang mendekat. Orang semisal ini serupa dengan pemilik tanaman, hewan ternak dan pemburu. Tidak mengapa bagi orang semisal itu untuk memelihara anjing dengan tujuan sebagaimana di atas.

وأما الذين يقتنونه لمجرد الهواية كما يفعله بعض السفهاء الذين يقلدون الكفار من غربيين أو شرقيين فإنهم خسروا ديناً ودنيا أما خسران الدين فإنه ينتقصوا من أجرهم قيراط وأما خسران الدنيا فإن هذه الكلاب التي يقتنونها تكون بأثمان باهظة في الغالب ثم إنهم يعتنون بها اعتناء بالغاً أشد من اعتناءهم بأنفسهم وأولادهم

Sedangkan orang yang memelihara anjing karena sekedar hobi sebagaimana kelakuan sebagian orang bodoh yang membebek orang-orang kafir baik dari timur atau pun dari barat, mereka adalah orang yang merugi dunia dan agama. Mereka rugi agama karena setiap hari pahalanya berkurang sebesar satu gunung besar. Sedangkan kerugian dunia adalah karena biasanya perlu uang dalam nilai yang besar untuk bisa memiliki anjing tersebut kemudian para pemilik anjing kesayangan ini memberikan perhatian luar biasa terhadap anjing tersebut melebihi perhatian mereka terhadap badan dan anak mereka sendiri.

وذكر لي أنهم ينظفوها كل يوم بالصابون ويطيبونها ويشترون لها أطيب المأكولات وهذا من السفه العظيم لأن هذا الكلب لو صببت عليه مياه البحار وجميع ما في الدنيا من الصابون وغيره من المطهرات لم يطهر أبداً لأن نجاسته عينية والنجاسة العينية لا تزول ما دامت العين باقية

Ada orang yang bercerita bahwa para pemilik anjing kesayangan tersebut setiap hari memandikan anjing peliharaannya dengan sabun dan memberikan minyak wangi padanya. Di samping itu, mereka membeli makanan yang enak-enak demi si anjing. Ini adalah sebuah ketololan. Andai anda mandikan anjing dengan menggunakan air lautan dan semua sabun dan pembersih yang ada di bumi ini sebagai pembersih badannya, anjing tersebut sama sekali tidak akan berubah menjadi bersih karena anjing itu sendiri adalah najis dan benda najis tidak akan berubah menjadi suci selama benda najis tersebut tetap eksis.

ولهذا أنصح أخواني المسلمين أن يتقوا الله في أنفسهم وأن يتجنوا مثل هذه الترهات التي لا يكتسبون من ورائها إلا الإثم والخسران في الدنيا والآخرة

Oleh karena saya nasihatkan kepada saudaraku kaum muslimin agar bertakwa kepada Alllah dan menjaga tindakan yang sia-sia, yang tidak memberi manfaat selain dosa, kerugian dunia dan kerugian akherat".

Sumber:

http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?p=47402

 

Bisa disimpulkan bahwa mengenai boleh tidaknya anjing penjaga rumah, pendapat Ibnu Utsaimin yang memberi rincian itu lebih tepat dari pada fatwa yang disampaikan oleh Syaikh Abdul Muhsin al Ubaikan yang membolehkan anjing penjaga rumah secara mutlak.

Artikel Terkait