Rabu, 13 Juli 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Hukum Menjadi Vegetarian

Posted: 13 Jul 2011 05:00 PM PDT

هل يجوز للمسلم أن يكون عاشبا (نباتيا لا يأكل اللحم)؟ مع العلم أنه في العيد الكل يتناول من اللحم؟

Pertanyaan, "Apakah seorang muslim boleh menjadi vegetarian yang tentu saja tidak pernah makan daging? Padahal setiap hari raya, semua orang makan daging?

لا يجوز للرجل أن يمتنع من أكل اللحم، إذا كان يعتقد أن هذا من العبادة، أو أراد الزهد بترك أكله، لأن النبي قال: (أما أنا فإني أقوم من الليل وأنام، وأصوم من الدهر وأفطر، وآكل اللحم، فمن رغب عن سنتي فليس مني).

Jawaban, "Tidak boleh (baca: haram) bagi seorang muslim untuk melarang dirinya sendiri untuk mengkomsumsi daging jika orang tersebut berkeyakinan bahwa hal ini adalah bagian dari ibadah atau dia ingin hidup zuhud dengan tidak makan daging. Alasannya adalah sabda Nabi, "Sedangkan aku, ada sebagian waktu malam yang kugunakan untuk shalat dan sebagian yang lain untuk tidur, ada hari untuk berpuasa dan ada hari tidak berpuasa dan aku mengonsumsi daging. Siapa saja yang membenci sunahku maka dia bukanlah bagian dari umatku" [HR Bukhari].

فترك أكل اللحم بنية التقرب لله زهدا أو تعبدا مخالف لسنة رسول الله، وأما من تركه بسبب مرض في جسده، ولأنه يسبب له ضررا، فهذا لا إثم عليه،

Jadi tidak mau makan daging dengan niat mendekatkan diri kepada Allah karena ingin hidup zuhud atau beribadah kepada Allah adalah perbuatan yang menyelisihi sunnah Rasulullah [baca: bid'ah].

Namun orang yang tidak mau makan daging karena penyakit di badannya atau karena makan daging itu menyebabkan alergi maka ini hukumnya tidak mengapa.

وقضية أن يكون المسلم نباتيا لا يأكل اللحم هو تقليد لطريقة ضارة عند غير المسلمين، ولا يصح للمسلم أن يكون إمَّعة يقلد دون معرفة ولا علم، والله أعلم.

Keinginan muslim untuk menjadi vegetarian yang tidak mau makan daging adalah bentuk ikut-ikutan perbuatan non muslim yang berbahaya. Seorang muslim tidak boleh menjadi orang yang asal ikut-ikutan tanpa mengetahui manfaat dan tujuan dari hal yang diikuti".

Fatwa ini bisa dibaca di sini

http://ar.deboodschap.com/index.php?view=items&cid=5%

Artikel www.ustadzaris.com

Sudah membaca yang ini?

Konsultasi Syariah: Cara Mengembalikan Barang yang Pernah Dicuri

Konsultasi Syariah: Cara Mengembalikan Barang yang Pernah Dicuri


Cara Mengembalikan Barang yang Pernah Dicuri

Posted: 13 Jul 2011 03:00 PM PDT

Pertanyaan:

Assalamu 'alaikum warahmatullah, Ustadz ….

Saya ingin tanya. Ketika masih bersekolah dulu, saya pernah mencuri barang di swalayan/minimarket dan mencuri buku di perpustakaan, nah sekarang saya menyesali perbuatan zalim saya tersebut. Apa yang seharusnya saya lakukan? Jikalau harus mengembalikan barang tersebut, ada beberapa kendala bagi saya,
1. Kondisi barang tersebut sudah buruk.
2. Rasa sungkan saya untuk menghadap ke swalayan dan perpustakaan tersebut, dan takut tuntutan dan akibat-akibat lainnya.

Jika saya menginfakkan senilai barang yang saya ambil tersebut atas nama swalayan dan perpustakaan tersebut, boleh atau tidak, Ustadz? Ataukah ada cara lain???

Besar harapan saya atas jawaban Ustadz. Semoga Allah selalu menjaga Ustadz dalam kebaikan dan ketakwaan kepada Allah.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullah.

NN (**@gmail.com)

Jawaban:

1. Anda wajib memberikan buku yang semisal atau sejenis kepada perpustakaan, apa pun caranya.
2. Carilah siapa pemilik swalayan tersebut dan berikan kepada orang tersebut uang senilai harga barang yang Anda ambil. Bagaimana pun caranya, bisa dengan pos atau lainnya.

Dijawab oleh Ustadz Aris Munandar, S.S., M.A. (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Cara Shalat Berjemaah Dua Orang

Posted: 12 Jul 2011 11:35 PM PDT

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum, Ustadz. Bagaimana cara shalat berjemaah dua orang, baik laki-laki maupun perempuan? Apakah tetap pada 1 shaf? Jazakallah khairan.

aida (urul.**@***.com)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah.

Cara shalat berjemaah yang dilakukan dua orang, satu imam dan satu makmum, dirinci sebagai berikut:

1. Sesama jenis, keduanya laki-laki atau keduanya wanita. Posisi makmum tepat persis di samping kanan imam, dan tidak bergeser sedikit ke belakang. Ini sebagaimana riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anha; beliau menceritakan, “Saya pernah menginap di rumah Maimunah (bibi Ibnu Abbas dan istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam). Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat tahajud, aku pun menyusul beliau dan berdiri di sebelah kiri beliau. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memindahkanku ke sebelah kanan, sejajar.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

2. Lain jenis, imam laki-laki dan makmum wanita. Posisi makmum, tepat di belakang imam, dan tidak perlu serong, baik ke kiri maupun ke kanan. Dalilnya adalah hadis dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi pernah shalat bersama Anas, “Beliau memosisikan diriku di sebelah kanan beliau, sementara ada seorang wanita yang menjadi makmum di belakang kami.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com