Rabu, 21 Desember 2011

KonsultasiSyariah: Merayakan Hari Raya Kafir karena Orang Tuanya Kafir

KonsultasiSyariah: Merayakan Hari Raya Kafir karena Orang Tuanya Kafir


Merayakan Hari Raya Kafir karena Orang Tuanya Kafir

Posted: 21 Dec 2011 04:00 PM PST

Merayakan Hari Raya Kafir karena Orang Tuanya Kafir

Pertanyaan:
Kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku bukan orang Islam, mereka akan menyelenggarakan pesta tahun baru. Mereka pun menyurati dan menelponku agar aku bisa menembangkan sebuah lagu tahun baru. Aku telah mengatakan kepada mereka, hari tersebut sama saja dengan hari lainnya (tidak ada yang istimewa pen.).
Aku satu-satunya seorang muslimah di keluargaku dan telah menikah dengan seorang laki-laki muslim. Aku tinggal di Canada yang jauh dari tempat tinggal mereka. Tahun ini aku berncana memutuskan sambungan telepon di hari tersebut, agar aku tidak berkomunikasi dengan mereka. Sebaiknya apa yang aku lakukan?

Jawaban:
Kami mengapresiasi sikap saudari dalam menghadapi permasalahan ini dengan tetap tegar berpegang teguh pada ajaran agama Islam, dan menjauhi perayaan yang diada-adakan serta berbau kesyirikan. Kami memohon kepada Allah agar senantiasa meneguhkan Anda dan kelak memasukkan Anda dalam surganya, sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan permohonan.

Berusahalah dengan segenap kemampuan untuk tidak bersikap respect (hormat) terhadap hari-hari besar orang-orang musyrikin, karena perbuatan tersebut merupakan wujud dari tasyabbuh (menyerupai) mereka, maksudnya kita mengapresiasi dan bersikap permisif (suka dan mengakui) terhadap kebatilan yang mereka lakukan.

Sikap yang lebih bijak adalah terangkan pada keluarga Anda, mengapa Anda tidak berbaur dengan mereka dalam acara tersebut, agar mereka tidak berulang-ulang menelpon Anda. Kami memohon keteguhan, semoga Allah memberi Anda taufik agar mampu menjalani apa yang Dia cintai dan Dia ridhai.
Wallahu 'alam

Disadur dari: http://www.islamqa.com/ar/cat/2021
Penyunting bahasa: Tim Konsultasi Syariah

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Materi terkait natal dan tahun baru:

1. Hukum Hadiah Natal dan Tahun Baru.
2. Hukum Promosi dan Menjual Pernak-Pernik Natal.
3. Jual Beli Untuk Natal.

Mengucapkan Selamat Natal

Posted: 20 Dec 2011 10:35 PM PST

Mengucapkan Selamat Natal

Pertanyaan:
Apa hukumnya mengucapkan selamat hari raya kepada orang-orang Nasrani dengan ungkapan "Sepanjang tahun mudah-mudahan kalian dalam keadaan baik." Atau menyiratkan harapan agar mereka dalam keadaan baik, dan tidak menggangu umat Islam dalam urusan agama. Tujuan ucapan simpatik tersebut bukanlah dimaksudkan untuk mengapresiasi (menghargai) kesyirikan mereka sebagaimana yang disangkakan sebagian ulama?

Jawaban:
Alhamdulillah larangan memberikan apresiasi atau ucapan selamat kepada Nasrani pada hari raya mereka adalah dengan cara turut berbahagia, menampakkan sikap menerima, dan meridhai atas apa yang mereka lakukan di hari itu, walaupun dari hati sanubari tidak menyukai perbutan-perbuatan itu.

Pengharaman ini tertuju bagi siapa saja yang menampakkan sikap-sikap yang berupa partisipasi dan meridhai perayaan hari besar tersebut. Seperti: memberi hadiah, melisankan ucapan selamat, membantu kegiatan tersebut dengan tenaga, membuatkan makanan, dan turut serta memeriahkan dengan ikut merayakannya di lokasi-lokasi yang biasa digunakan untuk merayakan hari besar mereka itu. Walaupun niat di dalam hati menyelisihi aktivitas lahiriah, hal ini tidak mengubah status hukum perbuatan tersebut dari haram menjadi halal. Amalan lahiriyah ini sudah cukup sebagai parameter haramnya aktivitas partisipasi tersebut.

Banyak orang menganggap remeh permaslahan ini, mereka menyatakan tidak turut serta dalam aktivitas kesyirikan yang dilakukan kaum Nasrani. Hanya saja ini mereka  ingin menghargai hari besar agama lain. Menghargai dan memberi apresiasi terhadap ritual yang keliru, tidaklah diperkenankan, bahkan semestinya seseorang mengingkari perbutan kemunkaran tersebut dan berusaha mengadakan perbaikan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Tidak halal bagi seorang muslim untuk menyerupai mereka (orang-orang kafir) dalam segala hal yang menjadi yang ciri khas perayaan hari-hari besar mereka, tidak membantu mereka dengan makanan, pakaian,  menyediakan penerangan, dll. Kita juga tidak diperkenankan mengadakan perayaan, dukungan finansial, atau kegiatan perdagangan yang bertujuan memudahkan terselenggaranya acara tersebut. Demikian juga tidak mengizinkan anak-anak berpartisipasi di tempat-tempat bermain dalam rangka memeriahkan hari raya mereka serta tidak berpenampilan perlente demi menyambut acara tersebut.

Secara umum, kita tidak diperkenankan mengkhususkan hari raya mereka dengan sesuatu yang terkait dengan syi'ar agama mereka. Umat Islam hendaknya menganggap hari raya tersebut sebagaimana hari-hari biasa saja, tidak ada kekhususan dan tidak ada sesuatu yang istimewa. Para ulama tidak berselisih terkait dengan menyikapi hari-hari tersebut sebagaimana penjelasan di atas. Sebagian di antara mereka bahkan mengatakan kufurnya seseorang yang menyokong dan berpartisipasi dalam perayaan hari raya mereka. Alasannya karena orang-orang tersebut turut mengagungkan syiar-syiar kekufuran.

Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan, "Barangsiapa yang tinggal di negeri 'ajam (non-Arab), bertingkah polah seperti orang-orang di negeri tersebut sampai ia meninggal, maka ia akan dibangkitkan bersama orang-orang negeri tersebut pada hari kiamat."

Amirul Mukminin Umar bin Khathab, para sahabat nabi, dan para ulama menyaratkan bagi orang-orang Nasrani (non-Islam) untuk tidak menampakkan perayaan hari raya mereka di negeri-negeri Islam dan mereka diharuskan merayakannya secara sembunyi-sembunyi.

Dalam kitab musnad dan sunan diriwayatkan bahwasanya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum (komunitas), maka dia termasuk bagian dari kaum (komunitas) tersebut." Dalam hadis lain "Bukanlah bagian dari kami bagi mereka yang menyerupai orang-orang selain kami." Status hadis ini jayyid. Apabila menyerupai mereka dalam permasalahan kebiasaan saja terlarang, bagaimana pula hukumnya menyerupai mereka dengan sesuatu yang lebih esensial, yakni menyerupai mereka dengan cara turut memeriahkan hari raya mereka.

Sebagian ulama ada yang mengharamkan atau memakruhkan memakan sembelihan mereka yang diperuntukkan untuk perayaan hari raya mereka. Mereka mengategorikan sembelihan tersebut adalah sembelihan yang dipersembahkan untuk selain Allah. Mereka para ulama tersebut juga melarang berperan serta dalam hari raya tersebut, baik dalam bentuk memberi hadiah atau menyediakan komoditi dagang untuk memeriahkan hari raya mereka. Mereka mengatakan, "Tidaklah halal bagi seorang muslim mengadakan transaksi dagang dengan orang Nasrani berkaitan dengan maslahat perayaan hari raya mereka, tidak menjual daging, pakaian, tidak menolong mereka dalam suatu perkara yang menjadi bagian dari agama mereka. Karena yang demikian termasuk mengagungkan kesyirikan mereka, memberi motivasi, dan dorongan moral dan material terhadap kekufuran mereka. Hendaknya pemerintah melarang umat Islam dari perbuatan demikian, karena Allah Ta'ala berfirman,

"Tolong-menolonglah kalian dalam perkara kebaikan dan takwa, janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan."

Coba perhatikan saudaraku, seorang muslim dilarang tolong-menolong atau menjadi fasilitator agar seseorang bisa meminum khamr dan perbuatan terlarang lainnya, tentunya larangan yang lebih lebih tegas layak ditekankan untuk mereka yangberpartisipasi dalam syi'ar-syi'ar kekufuran.

Disadur dari : islamqa.com

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Materi terkait natal dan tahun baru:

1. Hukum Hadiah Natal dan Tahun Baru.
2. Hukum Promosi dan Menjual Pernak-Pernik Natal.
3. Jual Beli Untuk Natal.

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Hadyu Umroh, Sunnah Yang Hilang

Posted: 20 Dec 2011 04:00 PM PST

ومن باب ذِكر الشيءِ بمثاله، مِن السُّنن المهجورة -أيضًا-ولعلنا ذكرنا ذلك في بعضِ المجالِس-، مِن السُّنن المهجورة -أيضًا-وإن كانت في غيرِ هذا المقام؛ لكن ذكَّرني بها الذَّبح والتقرُّب كما قال اللهُ -تعالى-: {لَن يَنالَ اللهَ لحومُها ولا دِماؤُها ولكنْ ينالُهُ التَّقوى مِنكم} [الحج]-: الهديُ في العمرة.
Syaikh Ali al Halabi mengatakan bahwa diantara ajaran Nabi yang ditinggalkan oleh banyak orang adalah menyembelih hadyu dalam rangka umroh.

نحن معروف -عندنا- الهدي في الحج؛ لكن مِن السُّنن المهجورة: الهدي في العُمرة؛ فقد وَرَد عن النَّبي، وعن ابن عُمر، وعن عددٍ مِن الصَّحابة: (أنهم كانوا يَهدُون ويَذبحون إذا اعتَمَرُوا)؛ لكن -كما قُلنا- هذا -أيضًا- على الاستِحباب وليس على الإيجاب، وإحياءُ السُّنةِ له فضل عظيم.
Beliau mengatakan, “Kita sudah biasa mengenal hadyu dalam rangka haji. Namun diantara sunnah Nabi yang ditinggalkan oleh banyak orang adalah menyembelih hadyu dalam rangka umroh.

Terdapat riwayat dari Nabi, Ibnu Umar dan sejumlah shahabat bahwa mereka itu menyembelih hadyu saat berumroh.

Meski hokum sembelihan ini adalah dianjurkan, tidak wajib namun menghidupkan sunnah itu memiliki keutamaan yang besar.
أسألُ الله -عزَّ وجلَّ- أن يوفِّقَنا وإيَّاكم لأن نكونَ مِن أهل السُّنة الملتزِمين بها، الحَريصين عليها، الدَّاعين إليها؛ إنه -سبحانَه- ولي ذلك والقادر عليه.
وصلَّى الله وسلَّم وبارَك على نبيِّنا محمدٍ، وعلى آله وصحبِه أجمعين.
Kita memohon kepada Allah agar Dia menjadikan kita sebagai ahli sunnah yang komitmen dengan sunnah Nabi, semangat mengamalkannya dan semangat mendakwahkannya”.

[تفريغًا من شريط: (لقاء مفتوح - بدع رجب) -بتاريخ4 رجب1431هـ-، للشيخ علي الحلبي -حفظه الله-، من الدقيقة (19:25)].

Penjelasan Syaikh Ali al Halabi ini ada di kaset Liqa’ Maftuh Bida’ Rajab yang direkam pada tanggal 4 Rajab 1431 H tepatnya pada menit 19:25.

Sumber:

http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showpost.php?p=78966&postcount=

Artikel Terkait