Jumat, 12 Agustus 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Ucapan “Alhamdulillah ‘ala Kulli Hal”

Posted: 12 Aug 2011 05:00 PM PDT

Pertanyaan:
Ustadz, kalimat Alhamdulillah ‘ala kulli hal digunakan pada kondisi yang seperti apa?!

Jawaban:
Ucapan Alhamdulillah 'ala kulli hal Nabi tuntunkan untuk dibaca dalam beberapa kondisi.

Pertama, setelah bersin

عَنْ نَافِعٍ أَنَّ رَجُلاً عَطَسَ إِلَى جَنْبِ ابْنِ عُمَرَ فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ. قَالَ ابْنُ عُمَرَ وَأَنَا أَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَلَيْسَ هَكَذَا عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَّمَنَا أَنْ نَقُولَ الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ.

Dari Nafi, ada seorang yang bersin di dekat Ibnu Umar lalu dia berucap, "Alhamdulillah wassalam 'ala rasulillah". Mendengar ucapan orang tersebut, Ibnu Umar mengatakan, "Saya juga mengucapkan kalimat Alhamdulillah was salam 'ala rasulillah namun tidak seperti itu yang diajarkan oleh Rasulullah kepada kami. Beliau mengajari kami untuk mengucapkan "Alhamdulillah 'ala kulli hal" ketika bersin" [HR Tirmidzi no 2738, dinilai hasan oleh al Albani].

عَنْ أَبِى أَيُّوبَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ وَلْيَقُلِ الَّذِى يَرُدُّ عَلَيْهِ يَرْحَمُكَ اللَّهُ وَلْيَقُلْ هُوَ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ ».

Dari Abu Ayub, Rasulullah bersabda, "Jika salah satu diantara kalian bersin hendaknya dia mengucapkan “Alhamdulillah 'ala kulli hal“. Orang yang mendengarnya merespon dengan mengucapkan, “Yarhamukallahu“. Kemudian orang yang bersin mengucapkan, “Yahdikumullahu wa yushlih baalakum“”[HR Tirmidzi no dinilai sahih oleh al Albani].

Kedua, ketika melihat hal-hal yang tidak menyenangkan

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا رَأَى مَا يُحِبُّ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ ». وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ ».

Dari Aisyah, kebiasaan Rasulullah jika menyaksikan hal-hal yang beliau sukai adalah mengucapkan “Alhamdulillah alladzi bi ni'matihi tatimmus shalihat”. Sedangkan jika beliau menyaksikan hal-hal yang tidak menyenangkan beliau mengucapkan “Alhamdulillah 'ala kulli hal“” [HR Ibnu Majah no 3803 dinilai hasan oleh al Albani].

Artikel www.ustadzaris.com

Sudah membaca yang ini?

KonsultasiSyariah: Melakukan Onani di Bulan Ramadan karena Tidak Tahu

KonsultasiSyariah: Melakukan Onani di Bulan Ramadan karena Tidak Tahu


Melakukan Onani di Bulan Ramadan karena Tidak Tahu

Posted: 12 Aug 2011 03:47 PM PDT

Pertanyaan:

Assalamu `alaikum. Ustadz, saya mau tanya. pada saat Ramadan, apakah kafaratnya sama dengan melakukan hubungan suami-istri? Terus, kalau dulu tidak tahu hukumnya karena belum ngaji, bagaimana? Setelah ikuti kajian-kajian jadi tahu hukumnya, apakah harus membayar kafarat pada saat tahu atau bagaimana? Makasih. Wassalamu `alaikum.

Wiwi Anggraeni (wiwi**@***.com)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam.

Fatwa Lajnah Daimah (Komite Tetap untuk Studi Islam dan Fatwa Arab Saudi),

“Onani di bulan Ramadan dan selain bulan , hukumnya haram. Tidak boleh dilakukan, berdasarkan firman Allah, menceritakan sifat orang yang beriman,

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka. Kecuali kepada istri atau hamba sahaya mereka, karena itu mereka tidak tercela. Barang siapa yang mencari selain itu maka mereka itulah orang yang melampaui batas.’ (Q.s. Al-Mu’minun:5–7)

Orang yang melakukan tindakan ini di siang hari Ramadan, sementara dia sedang puasa, wajib bertobat kepada Allah, dan wajib mengganti puasa di hari saat dia melakukan onani. Akan tetapi, tidak ada kewajiban kafarah, karena kewajiban membayar kafarah hanya untuk pelanggaran melakukan hubungan suami-istri. Wa billahittaufiq.

Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihii wa shahbihi wa sallam.” (Fatwa Lajnah, no. 2192)

Jika dia benar-benar belum tahu hukumnya maka dia tidak berdosa. Akan tetapi, puasanya tetap batal karena dia sengaja dan wajib diqadha di hari yang lain.

Sebagaimana hal ini pernah ditanyakan kepada Lajnah Daimah, tentang orang yang melakukan hubungan badan di siang hari Ramadan dan dia tidak tahu bahwa itu terlarang.

Lajnah Daimah menjawab, “Wajib bagi Anda untuk membayar kafarah sesuai dengan jumlah hari saat terjadi hubungan suami-istri, juga mengqadha hari puasa yang dibatalkan disebabkan melakukan onani, karena ini termasuk pembatal puasa.” (Fatwa Lajnah, no. 16087)

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah.com).

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Memindahkan Zakat Ke daerah Lain

Posted: 12 Aug 2011 12:32 AM PDT

Pertanyaan:

hukumnya memindahkan dari tempat yang diwajibkan ke tempat lain?

Jawaban:

Memindahkan zakat dari negeri orang yang mengeluarkannya ke negeri lain jika hal itu membawa maslahat hukumnya boleh. Jika orang yang mengeluarkan zakat itu mempunyai sanak kerabat yang berhak menerima zakat di negeri lain dan zakat itu dikirim kepadanya, maka hukumnya tidak apa-apa (boleh). Begitu juga jika standar hidup di negeri itu tinggi, lalu dia mengirimnya ke suatu negeri yang lebih miskin, hal itu juga boleh, tetapi jika tidak ada kemaslahatan dalam memindah zakat dari negeri satu ke negeri lain, maka sebaiknya tidak perlu dipindahkan.

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, , Zakat, dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007

Lihat video: http://yufid.tv/fatwa-ramadhan-memindahkan-zakat-ke-daerah-lain/

Artikel www.KonsultasiSyariah.com