Jumat, 30 September 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Hukum Nikah Dengan Akhwat Tarbiyah

Posted: 29 Sep 2011 05:00 PM PDT

روى البخاري في صحيحه
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Perempuan itu dinikahi karena empat faktor, hartanya, nama baik nenek moyangnya, cantiknya dan agamanya. Pilihlah wanita yang baik agamanya. Jika tidak maka engkau akan sengsara" [HR Bukhari].

فقوله بذات الدين أي السالمة من الشهوات والبدع والشبهات أي السلفية
وذلك الأفضل

Yang dimaksud dengan wanita yang baik agamanya adalah wanita yang tidak tergolong tukang maksiat, tidak pula ahli bid'ah. Artinya dia adalah wanita ahli sunnah. Itulah pilihan yang terbaik.

ولاحرج في الكتابية العفيفة المحصنة والاخوانية المبتدعة والتبليغية الجاهلة أن تنكح للعفة ولكنه خلاف الأفضل

Tidaklah mengapa bagi seorang laki-laki muslim untuk menikahi wanita kafir ahli kitab asalkan dia adalah wanita yang menjaga kehormatannya. Demikian pula boleh menikahi wanita anggota IM [baca: akhwat tarbiyah] atau Jamaah Tabligh [baca: masturah] yang polos dengan tujuan untuk menjaga kemaluan dari zina namun hal tersebut tidaklah dianjurkan.

لأنه إذا جاز نكاح الكتابيات المحصنات فالمبتدعات من باب أولى

Alasan bolehnya menikahi wanita aktivis IM atau JT adalah sebagai berikut. Jika diperbolehkan menikahi wanita kafir ahli kitab yang menjaga kehormatan maka menikah wanita muslimah ahli bid'ah tentu lebih layak untuk dinilai boleh.

 ولكن إذا كانت منظرة كامرأة عمران بن حطان للبدعة ولها دعوة فليهرب بدينه ولو أعجبه حسنها

Akan tetapi jika wanita adalah aktivis berat dalam bid'ahnya dan mendakwahkan bid'ahnya sebagaimana wanita Khawarij yang dipersunting 'Imran bin Hithan maka lelaki muslim yang baik hendaknya memilih untuk menyelamatkan agamanya meski dia terkagum-kagum dengan kecantikan fisiknya.

وأما العامية التبليغية والاخوانية فتلك أسهل تنكح وتصح وهو خلاف الأفضل

Sedangkan wanita anggota IM dan JT yang awam dan polos maka tentu saja hukum menikahinya lebih longgar, artinya boleh dinikahi dan sah meski hal itu kurang utama.

Penjelasan Syaikh Mahir bin Zhafir al Qahthani ini bisa dibaca di link berikut ini:

http://www.al-sunan.org/vb/showthread.php?t=9571

Artikel Terkait

KonsultasiSyariah: Telaah Hadis Menuntut Ilmu Ke Negeri Cina

KonsultasiSyariah: Telaah Hadis Menuntut Ilmu Ke Negeri Cina


Telaah Hadis Menuntut Ilmu Ke Negeri Cina

Posted: 30 Sep 2011 06:58 PM PDT

Telaah Hadis Menuntut Ilmu Ke Negeri Cina

Assalamu’alaikum, ustadz. Saya melihat banyak sekaali org2 yng menyebut nyebut tentang hadist ” Tuntutlah ilmu ke negeri Cina” yang ingin saya tanyakan, “Apakah hadist ini shahih? Tolong ustadz jelaskan dengan dalil yang shahih! Kalau bisa, ustadz masukkan ke kolom pertanyaan pembaca agar banyak orang tahu tentang keshahihan hadist tersebut. Jazakallahu khairan katsira.

Ahmad Al Faqih (ahmadXXXXXXXX@gmail.com)

Jawaban tentang hadis menuntut ilmu ke negeri Cina

Wa alaikumus salam

Tuntutlah Ilmu hingga negeri cina

Keterangan Dr. Hisamuddin AffanahTeks hadisnya,

اطلبوا العلم ولو في الصين

Hadis ini adalah hadis yang batil. Bahkan disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at, “Ini adalah hadis dusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. As-Syaukani mengatakan,

‘Hadis ini diriwayatkan al-Uqaili dan Ibn Adi dari Anas secara marfu’ (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).’ Ibn Hiban mengatakan, ‘Ini adalah hadis batil, tidak ada sanadnya (laa ashla lahuu), dalam sanadnya ada Abu Atikah, dan dia adalah munkarul hadis.’

Demikian keterangan Syaukani dalam al-Fawaidul Majmu’ah, hal. 272. Demikian pula keterangan di Maqasidul Hasanah hal. 93, dan Kasyful Khafa, 1/138. Syaikh al-Albani mengatakan menjelaskan status hadis ini, bahwa hadis ini adalah hadis batil. Kemudian beliau menyebutkan beberapa periwayat hadis dan menjelaskan: Kesimpulannya bahwa hadis ini, status yang benar adalah sebagaimana keterangan Ibn Hibban dan Ibnul Jauzi – yaitu bahwa hadis ini adalah hadis batil, kedustaan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam – karena tidak ada jalur satupun yang bisa dijadikan sebagai penguat. (Silsilah Dhaifah, 1/415 – 416)

Sumber: Fatawa yasalunaka. http://www.yasaloonak.net/2008-09-18-11-36-26/2009-07-07-12-26-01/207-2008-10-30-17-33-06.html

***
Catatan hadis semisal yang shahih:

Hadis yang shahih dalam masalah kewajiban menuntut ilmu adalah hadis dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

"Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim." (HR. Ibn Majah 224 dan dishahihkan al-Albani dalam shahih Ibn Majah, 1/296)

Yang dimaksud di sini adalah ilmu syariah. Sufyan at-Tsauri mengatakan: Yaitu ilmu, di mana seorang hamba tidak memiliki udzur (alasan yang dibenarkan) untuk tidak mengetahuinya. (Hasyiyah as-Sindi ‘ala Sunan Ibn Majah, 1/208)

Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syaraiah)

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Usaha Jual Beli Ternak Landak

Posted: 30 Sep 2011 12:06 AM PDT

Usaha jual beli

Assalamu ‘alaikum warahmatullah. Ustadz, saya mau bertanya. Saya hendak membuka usaha penjualan ternak mini, yaitu dengan berjual yang berukuran kecil dan imut. Saya tertarik membuka usaha ini karena sekarang banyak orang mulai suka untuk memelihara hewan imut ini. Bagaimana hukumnya dalam syariat Islam, apakah boleh? Atas jawabannya, saya ucapkan jazakumulloh khairan katsiran. Barakallohu fikum.

Mukti Ariwibowo (mukti.**@***.com)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah.

Bismillah washshalatu wassalam ‘ala Rasulillah.

Hukum jual beli binatang sama dengan hukum mengonsumsi binatang tersebut. Jika binatang tersebut halal dikonsumsi maka hukum jual beli binatang tersebut adalah halal. Begitu pula sebaliknya. Kaidah ini berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وإن الله إذا حرم شيئا حرم ثمنه

"Sesungguhnya, apabila Allah mengharamkan sesuatu maka dia mengharamkan jual beli hal tersebut." (Hr. Ibnu Hibban; dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)

Meskipun demikian, dalam menerapkan kaidah ini terdapat beberapa pengecualian.

Terkait dengan hukum landak, ulama berselisih pendapat. Para ulama Mazhab Hanbali mengharamkannya, dengan alasan bahwa landak adalah binatang yang menjijikkan. Padahal, Allah telah mengharamkan segala sesuatu yang menjijikkan, sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-A’raf:157. Selain itu, diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud bahwa Ibnu Umar pernah ditanya tentang hukum memakan landak, kemudian Ibnu Umar membaca firman Allah,

قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً…. الآية

"Katakanlah, aku tidak menjumpai dalam wahyu yang diturunkan kepadaku tentang hal-hal yang diharamkan kecuali …." (Qa. Al-An’am:145)

Maksud Ibnu Umar, beliau mengingkari anggapan orang yang mengharamkan landak karena beliau mengetahui bahwa tidak ada dalil yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keharaman landak.

Setelah Ibnu Umar menyampaikan jawaban ini, tiba-tiba ada seorang kakek yang mengatakan, "Saya mendengar Abu Hurairah berkata, ‘Suatu ketika, ada orang yang menyebut tentang landak di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau bersabda, ‘Itu termasuk binatang menjijikkan.”"

Ibnu Umar berkomentar, "Jika demikian yang dikatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka hukumnya sebagaimana yang beliau sabdakan."

Hanya saja, hadis Ibnu Umar di atas adalah hadis yang lemah. Di antara ulama hadis yang menilai sanad hadis ini dhaif adalah Imam Al-Khithabi dan Al-Baihaqi.

Imam Malik pernah ditanya tentang landak; beliau menjawab, "Saya tidak tahu." Sementara, Imam Abu Hanifah menilainya makruh. Adapun Imam Asy-Syafi’i dan Al-Laits bin Sa’d, beliau berdua membolehkannya, sebagaimana keterangan dari Abu Tsaur, murid Imam Syafi’i. (Lihat Ma’alim As-Sunan, 4:248)

Insya Allah, pendapat yang kuat dalam hal ini adalah yang menyatakannya halal. Pendapat ini juga yang dikuatkan Syekh Ibnu Baz dalam fatwa beliau (jilid 23, halaman 35) karena dalil yang mengharamkannya adalah hadis dhaif, sehingga tidak bisa menjadi dalil dalam menetapkan halal-haram. Dengan demikian, kembali kepada hukum asal, bahwa segala sesuatu adalah halal, sampai ada dalil–baik dari Alquran maupun As-Sunnah–yang mengharamkannya.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Konsultasi tentang hukum usaha jual beli landak.

Kata Kunci Terkait: ternak landak, landak, jual landak, hewan landak, landak hias