Kamis, 15 Desember 2011

KonsultasiSyariah: Mengucapkan Salam Kepada Orang Kafir

KonsultasiSyariah: Mengucapkan Salam Kepada Orang Kafir


Mengucapkan Salam Kepada Orang Kafir

Posted: 15 Dec 2011 04:00 PM PST

Hukum Mengucapkan Salam Kepada Orang Kafir

Pertanyaan:
Pada masa ini, sebagai akibat melakukan kontak langsung dengan orang-orang Barat dan Timur yang kebanyakan mereka dari kalangan kaum kafir yang berbeda-beda agama mereka, kita lihat mereka sering mengucapkan salam Islam kepada kita, ketika kita bertemu mereka di suatu tempat. Lantas, apa kewajiban kita dalam menyikapi mereka?

Jawaban:
Diriwayatkan dari Nabi, beliau bersabda,

"Janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada kaum yahudi dan Nashrani. Jika kalian bertemu dengan mereka di jalan, maka paksalah mereka ke tempat yang paling sempit." (HR. Muslim dalam Shahihnya)

Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

"Apabila ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka ucapkanlah: Wa'alaikum (dan atas kalian)." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ahli kitab adalah kaum Yahudi dan Kristen. Hukum kaum kafir yang lain seperti hukum Yahudi dan Kristen dalam masalah ini, karena tidak ada dalil yang membedakan sepanjang yang kami ketahui.

Tidak dibolehkan memulai ucapan salam kepada orang kafir. Jika orang kafir memulai mengucapkan salam kepada kita, maka wajib menjawabnya dengan ucapan, wa'alaikum, karena mengamalkan perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada larangan untuk mengucapkan selain itu, seperti: Bagaimana kabar Anda atau bagaimana kabar anak-anak Anda? Sebagaimana sebagian ulama membolehkan hal tersebut, di antaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Apalagi bila kemaslahatan Islam menuntut demikian, seperti membuatnya tertarik kepada Islam dan menyenangkan orang yang mendengannya agar mau menerima dakwah Islam dan mendengarkannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ

"Serulah (manusian) kepada jalan Rabbmu dengna hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (An-Nahl: 125)

وَلاَتُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلاَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ

"Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka." (Al-Ankabut: 46)

Sumber: Anda Bertanya Ulama Menjawab, Bimbingan untuk Orang yang Masuk Islam, Pustaka Imam Ahmad

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Materi terkait salam:

1. Hukum Mengucap Salam ketika Masuk Masjid.
2. Adab Bergaul dengan Orang Lain.
3. Mengucap Salam dengan Isyarat Tangan.

Pembagian Warisan Jika Mayit Tidak Punya Anak

Posted: 14 Dec 2011 11:16 PM PST

Aturan Pembagian Warisan Jika Mayit Tidak Punya Anak

Pertanyaan:
Ustazd yth.
Dua hari yang lalu saya diminta Ibu untk membantu mencoba menghitungkan pembagian waris adiknya (Alm), hasil penjualan rumahnya. Tapi saya belum paham berapa bagian dan kepada siapa harus dibgikan.
Almarhun meningakan istri tanpa anak, masih memiliki 3 sudara sekandung (se-ayah dan se-ibu) satu perempuan dan 2 laki-laki, dan masing-masing mempunyai anak (ponakan almarhum) sedangkan ahli waris yang lainnya tidak ada.
Yang saya tanyakan, 1/4 bagian istri almarhum dan sisanya bagaimana dan harus kepada siapa membaginya?
kami mohon dapat diprioritaskan jawaba e-mail saya ini agar segera dapat dilaksanakan mengingat sudah cukup lama dan di antara ahli waris saling berpendapat. Demkian atas jawabannya saya ucapkan terima kasih

Wassalam, Wr. Wb.
Yulianto

Jawaban:

Pembagian Warisan Jika Mayit Tidak Punya Anak

Wa’alaikumussalam
Kasus pembagian warisan, dimana orang yang meninggal (mayit) tidak memiliki anak dan orang bapaknya sudah meninggal disebut kalalah. Allah menyebutkan kasus kalalah dalam Alquran di surat An-Nisa, ayat 12 dan ayat 176. Kalalah dengan pengertian di atas merupakan keterangan dari sahabat Abu Bakr Ash-Shiddiq, yang kemudian disepakati para sahabat. (Taisir Karimir Rahman, Hal. 168)

Dari kasus di atas, Ahli waris terdiri dari:

  1. Istri mayit.
  2. Saudara mayit (2 laki-laki dan 1 perempuan)

Keponakan tidak mendapatkan warisan, karena terhalang oleh orang tuanya (saudara mayit)

Cara pembagian warisan :

  1. Istri mendapat 1/4 dr harta mayit, karena tidak punya anak. Dalilnya adalah firman Allah di surat An-Nisa: 12.
  2. Sisa harta warisan 3/4 diberikan kepda saudara mayit, dengan perbandingan 2:1. Laki-laki dapat 2 dan perempuan dapat 1 bagian.

Contoh perhitungan :

Kita misalkan harta yang ditingalkan adalah 100 juta.

  1. Istri mendapat : 1/4 x 100 jt = 25 juta
  2. Sisanya : 75 juta menjadi warisan saudara mayit. Agar bisa dibagi dengan perbandingan 2:1 untuk 3 bersaudara, sisa warisan ini dibagi 5, karena laki-laki dinilai 2 dan perempuan dinilai 1.

75 juta : 5 = 15 juta. Selanjutnya angka ini dianggap sebagai satu jatah

- Untuk masing-masing saudara lelaki mendapatkan 2 jatah = 2 x 15 jt = 30 jt
- Untuk saudara perempuan mendapat 1 jatah = 15 juta.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Materi terkait:

1. Menunaikan Wasiat Sebelum Pembagian Warisan.
2. Tuntunan Pembagian Warisan 01.
3. Tuntunan Pembagian Warisan 02.
4. Tuntunan Pembagian Warisan 03.
5. Tuntunan Pembagian Warisan 04.
6. Penghalang untuk Mendapat Warisan.

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Hukum Wudhu Dengan Kran

Posted: 12 Dec 2011 04:00 PM PST

السؤال: أحسن الله إليكم وبارك فيكم تقول السائلة هل يبلغ الوضوء لو وضع الإنسان يده أو رجله تحت الصنبور دون المسح عليها؟

Pertanyaan, “Apakah sah wudhu seorang yang meletakkan tangan atau kakinya di bawah kran tanpa menyentuhnya?”

الجواب
الشيخ: نعم يحصل الوضوء إذا عم الماء جميع الرجل فإنه يكفي لكن إذا دلكها أي الرجل أو اليد فهو أحسن خصوصاً إذا كان فيها أثر دهنٍ أو زيت لأن أثر الدهن أو الزيت يجعل الماء يتفرق وربما لا يصيب بعض الأماكن فالغسل هو الفرض والتدلك ليس بفرض.

Jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, “Wudhu sah asalkan air wudhu rata mengenai semua bagian wudhu semisal rata mengenai semua bagian kaki yang menjadi anggota wudhu. Ini sudah mencukupi.

Namun jika orang tersebut menggerak-gerakkan tangannya pada tangan dan kaki saat dia membasahi tangan dan kakinya ketika berwudhu [ini disebut dalk, pent] tentu saja ini lebih baik terlebih lagi jika ada bekas minyak di sana karena sisa-sisa minyak yang ada itu menyebabkan terpencar sehingga boleh jadi air wudhu tidak mengenai sebagian anggota wudhu. Ratanya air wudhu mengenai semua anggota wudhu hukumnya wajib sedangkan dalk hukumnya tidak wajib”.
Sumber:

http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_1494.shtml

Artikel Terkait