Kamis, 01 Desember 2011

KonsultasiSyariah: Jin Qorin Si Pendamping Manusia

KonsultasiSyariah: Jin Qorin Si Pendamping Manusia


Jin Qorin Si Pendamping Manusia

Posted: 01 Dec 2011 04:00 PM PST

Jin Qorin

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
Apa jin qorin itu? Apakah dia itu setan? Apakah jin qorin itu adalah perilaku yang selalu buruk?
Mohon penjelasannya.
Terima kasih
wassalamu’alaikum

Dari: Risa Anggita

Jawaban:

Siapa itu Qorin?

Qorin adalah jin yang ditugasi untuk mendampingi setiap manusia dengan tugas menggoda dan menyesatkannya. Karena itu, qorin termasuk setan dari kalangan jin.

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya, “Apa itu qorin?” Beliau menjawab, “Qorin adalah setan yang ditugasi untuk menyesatkan manusia dengan izin Allah. Dia bertugas memerintahkan kemungkaran dan mencegah yang ma’ruf. Sebagaimana yang Allah firmankan,

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَآءِ وَاللهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلاً وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

"Setan menjanjikan kefakiran untuk kalian dan memerintahkan kemungkaran. Sementara Allah menjanjikan ampunan dan karunia dari-Nya. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 268)Akan tetapi, jika Allah memberikan karunia kepada hamba-Nya berupa hati yang baik, jujur, selalu tunduk kepada Allah, lebih menginginkan akhirat dan tidak mementingkan dunia maka Allah akan menolongnya agar tidak terpengaruh gangguan jin ini, sehingga dia tidak mampu menyesatkannya. (Majmu’ Fatawa, 17:427)

Dalil Adanya Jin Qorin

Di antara dalil yang menunjukkan adanya qorin:
a. Firman Allah

قَالَ قَرِينُهُ رَبَّنَا مَا أَطْغَيْتُهُ وَلَكِنْ كَانَ فِي ضَلالٍ بَعِيدٍ

"Yang menyertai manusia berkata : “Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh.” (QS. Qaf: 27)
Dalam tafsir Ibn Katsir dinyatakan bahwasanya Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu, Mujahid, Qatadah dan beberapa ulama lainnya mengatakan, "Yang menyertai manusia adalah setan yang ditugasi untuk menyertai manusia." (Tafsir Ibnu Katsir, 7:403)

b. Hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap orang di antara kalian telah diutus untuknya seorang qorin (pendamping) dari golongan jin.” Para sahabat bertanya, “Termasuk Anda, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,

وَإِيَّايَ إِلاَّ أَنَّ اللَّه أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلا يَأْمُرنِي إِلاَّ بِخَيْرٍ

"Termasuk saya, hanya saja Allah membantuku untuk menundukkannya, sehingga dia masuk Islam. Karen itu, dia tidak memerintahkan kepadaku kecuali yang baik." (HR. Muslim)

Tugas jin Qorin
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ما منكم من أحد إلاوقد وكل به قرينه من الجن

“Setiap orang di antara kalian telah diutus untuknya seorang qorin (pendamping) dari golongan jin.” (HR. Muslim)
Imam An-Nawawi mengatakan, “Dalam hadis ini terdapat peringatan keras terhadap godaan jin qorin dan bisikannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi tahu bahwa dia bersama kita, agar kita selalu waspada sebisa mungkin. (Syarh Shahih Muslim, 17:158)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajid menjelaskan, “Berdasarkan perenungan terhadap berbagai dalil dari Alquran dan sunah dapat disimpulkan bahwa tidak ada tugas bagi jin qorin selain menyesatkan, mengganggu, dan membisikkan was-was. Godaan jin qorin ini akan semakin melemah, sebanding dengan kekuatan iman pada disi seseorang.” (Fatawa Islam, tanya jawab, no. 149459)

Apakah qorin juga menyertai manusia setelah dia meninggal?
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan, “Apakah qorin ini akan terus menyertai manusia, sampai menemaninya di kuburan? jawabnya, Tidak. Zahir hadis –Allahu a’lam– menunjukkan bahwa dengan berakhirnya usia manusia, maka jin ini akan meninggalkannya. Karena tugas yang dia emban telah berakhir. Ketika manusia mati maka akan terputus semua amalnya, kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya. (HR. Muslim). (Majmu’ Fatawa, 17:427)

Cara Melindungi Diri dari Jin Qorin
Banyaklah berdzikir dan memohon perlindungan kepada Allah. Jika kita sungguh-sungguh melakukan hal ini, insyaaAllah, akan datang perlindungan dari Sang Kuasa. Allah berfirman,

وَإِمَّا يَنَزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Apabila setan menggodamu maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS. Al-A’raf: 200)
Dalam Tafsir As-Sa’di dinyatakan, “Kapanpun, dan dalam keadaan apapun, ketika setan menggoda Anda, dimana Anda merasakan adanya bisikan, menghalangi Anda untuk melakukan kebaikan, mendorong Anda untuk berdosa, atau membangkitkan semangat Anda untuk maksiat maka berlindunglah kepada Allah, sandarkan diri Anda kepada Allah, mintalah perlindungan kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar terhadap apa yang anda ucapkan dan Maha Mengetahui niat Anda, kekuatan dan kelemahan Anda. Dia mengetahui kesungguhan Anda dalam bersandar kepada-Nya, sehingga Dia akan melindungi Anda dari godaan dan was-was setan. (Taisir Karimir Rahman, Hal.313)

Allahu a’lam

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Materi terkait:
1. Bahasa Kaum Jin.
2. Jika Suami Paranormal.
3. Diusili Makhluk Gaib.
4. Dapatkah Manusia Melihat Jin?.
5. Tempat Roh Setelah Kematian.

Pembahasan ini terkait Jin Qorin.

Hadiah Undian dari Bank

Posted: 30 Nov 2011 08:41 PM PST

Hadiah Undian dari Bank

Pertanyaan:
Saya pernah menabungkan uang saya di salah satu bank. Pada saat itu saya tidak meminta agar mereka tidak memberikan bunga kepada saya. Setelah beberapa hari, saya pergi dari negara A menuju negara B. Saya mendapatkan sebuah surat dari bank yang memberitahukan bahwasanya telah diadakan undian bagi nasabah di bank, dan saya adalah salah seorang pemenang dari undian tersebut. Hadiah undian ini berupa uang Rp. 500.000,- setiap bulan selama satu tahun. Mereka memberikan tawaran kepada saya, apakah uang hadiah tersebut harus dimasukkan ke rekening saya atau akan diambil secara cash setiap bulannya.
Pertanyaannya, apakah hadiah ini termasuk riba? Apabila saya ambil, baiknya saya gunakan dalam hal apa? Apakah harus dishadaqohkan? Apabila saya tabungkan lagi di bank, padahal saya tahu mereka akan menggunakannya untuk perniagaan dengan nasabah lainnya, dan mereka telah menentukan keuntungan yang akan diberikan kepada saya tanpa terjadi kerugian, apakah ini juga termasuk riba?

Jawaban:
Pertama, dibolehkan bagi Anda untuk menabungkan uang Anda di bank tanpa bunga bila memang Anda benar-benar terpaksa melakukannya. Mengenai hadiah tersebut, Anda tidak diperkenankan untuk mengambil hadiah yang diberikan kepada Anda berdasarkan nomor urut tersebut. Penamaan mereka terhadap barang yang diberikan kepada Anda dengan istilah hadiah atau imbalan, tidak merubah hakikatnya sebagai riba. Hal ini dikarenakan yang menjadi pedoman hakikat setiap permasalahan dan bukanlah sekedar penamaannya. Seandainya bukan karena uang Anda yang ditabungkan di bank mereka untuk dimanfaatkan demi kepentingan mereka, niscaya mereka tidak akan memberi Anda apa yang mereka sebut hadiah tersebut. Oleh karena itu, Anda tidak boleh mengambil uang tersebut.
Kedua, keuntungan yang telah ditentukan untuk Anda dengan persentasi tertentu dari jumlah tabungan Anda yang digunakanoleh bank bersama dengan taungan nasabah-nasabah lainnya adalah riba murni, maka tidak boleh bagi Anda untuk mengambilnya.
Wabillah taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabat.

Sumber: Riba dan Tinjauan Kritis Perbankan Syariat, Arifin Badri. 2010. cet.III. Bogor, Pustaka Darul Ilmi

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Materi terkait bank:

1. Bisnis dan Utang.
2. Hukum Bank ASI.
3. Sedekah dengan Bunga Bank.
4. Asuransi Syariah.
5. Hukum Jasa Penukaran Uang di Bank.
6. Hukum Gaji Pensiun Pegawai Negeri.
7. Hukum Koperasi Simpan Pinjam.
8. Bolehkah Kerja di Bank?.
9. Gaji Seorang Pegawai Bank.

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Makmum Masbuk, Iftirasy atau Tawaruk

Posted: 30 Nov 2011 04:00 PM PST

وسئل الشيخ محمد بن صالح العثيمين رحمه الله في فتاوى نور على الدرب : نعلم بأن التورك سنة صحيحة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولكني لا أتورك إلا إذا كان موضع جلوسي يسمح لي وذلك خوفاً من أن أوذي المسلمين في الجلوس أفيدوني جزاكم الله خيراً؟

Pertanyaan, "Saya mengetahui bahwa duduk tawaruk itu berdasarkan hadits yang shahih dari Rasulullah akan tetapi dalam dataran praktik aku tidak pernah mempraktekkannya kecuali mana kala tempat yang ada longgar karena aku khawatir menyakiti kaum muslimin [baca: jamaah yang lain] jika aku memaksakan diri untuk duduk tawaruk padahal ruang yang tersedia sempit"

فأجاب :
التورك كما قال السائل سنة لكنه في التشهد الأخير من كل صلاة فيها تشهدان فيكون في المغرب ويكون في الظهر وفي العصر وفي العشاء أما الفجر وكل صلاة ثنائية فليس بها تورك

Jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, "Duduk tawaruk sebagaimana penuturan penanya adalah suatu hal yang Nabi ajarkan. Namun hal ini berlaku untuk tasyahud akhir pada shalat yang memiliki dua duduk tasyahud. Sehingga duduk tawaruk ada pada shalat Magrib, Zuhur, Ashar dan Isya. Sedangkan shalat subuh dan semua shalat yang jumlahnya hanya dua rakaat, tidak ada padanya duduk tawaruk.

والتورك يكون في التشهد الذي يعقبه سلام فلو قدر أن أحداً من الناس دخل مع الإمام في صلاة الظهر في الركعة الثانية فإنه إذا تشهد الإمام التشهد الأخير سيبقى على هذا المسبوق ركعة فلا يتورك في هذه الحال لأن توركه وإن كان تشهداً أخيراً بالنسبة لإمامه لكنه ليس تشهداً أخيراً بالنسبة له فلا يتورك فيه مع الإمام ولكنه إذا قضى مع الإمام الصلاة تورك…

Duduk tawaruk hanya berlaku pada tasyahud yang dilanjutkan dengan salam. Andai ada makmum maksud yang mengikuti shalat Zuhur saat imam melaksanakan rakaat kedua maka jika imam melakukan tasyahud akhir maka makmum masbuk tersebut masih kekurangan satu rakaat. Oleh karena itu, dalam kondisi tersebut makmum masbuk tidak duduk tawaruk karena saat itu meski terhitung adalah tasyahud akhir bagi imam namun bukanlah tasyahud akhir bagi makmum masbuk sehingga makmum masbuk tersebut tidaklah duduk tawaruk bersama imamnya. Namun jika dia sudah menyelesai kekurangan rakaatnya maka pada saat itu dia duduk tawaruk.

أما كون الإنسان لا يتورك إذا كان في الصف لئلا يؤذي غيره فهذا حق إذا كان هناك ضيق ولم يتمكن الإنسان من التورك إلا بأذية أخيه فإنه لا يتورك وهنا يكون ترك سنة اتقاء أذية.

Tidak mau duduk tawaruk dalam shalat berjamaah supaya tidak menyakiti jamaah yang lain adalah sikap yang benar jika memang ruang yang tersedia untuk duduk memang sempit sehingga tidak memungkinkan duduk tawaruk tanpa menyakiti orang yang ada di sampingnya. Dalam kondisi ini, tidak perlu duduk tawaruk. Sehingga berlaku dalam kondisi ini 'meninggalkan amalan yang dianjurkan dalam rangka tidak menyakiti sesama muslim'".

Sumber:
http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_5079.shtml

- سئل الشيخ صالح الفوزان – حفظه الله – : فضيلة الشيخ ، لو دخل رجل إلى الصلاة مع الإمام وهو مسبوق بركعتين مثلا ، فإذا سجد الإمام للتشهد الأخير وتورك فهو في حق المأموم الأول ، فهل الأفضل أن يتورك أو يفترش ؟

Pertanyaan, "Ada seorang makmum masbuk yang tertinggal dua rakaat misalnya saat imam duduk tawaruk untuk tasyahud akhir maka untuk makmum terhitung sebagai tasyahud awal. Bentuk duduk seperti apakah yang terbaik bagi makmum saat itu, tawaruk ataukah iftirasy?"

فأجاب :
لا .. يفترش لأنه بالنسبة له التشهد الأول فيفترش نعم

Jawaban Syaikh Shalih al Fauzan, "Masbuk tersebut tidak duduk tawaruk namun iftirasy karena tasyahud ketika itu untuk dirinya terhitung sebagai tasyahud awal".

Sumber:
http://alfawzan.ws/node/12587

- سئل الشيخ علي حسن الحلبي – حفظه الله – : شيخنا بارك الله فيكم…عندي سؤال حول صلاة المسبوق..كيف يجلس في التشهد الأخير من صلاة العشاء مثلا ( افتراشا أو توركا ) إذا كان مسبوقا وعليه إتمام ركعة أو ركعتين؟ أفتونا مأجورين..و جزاكم الله خيرا.

Pertanyaan, "Saya punya pertanyaan seputar tata cara shalat makmum masbuk. Saat imam duduk tasyahud akhir dalam shalat Isya misalnya apakah makmum masbuk duduk iftirasy ataukah tawaruk mengingat dia masih kurang satu atau dua rakaat?

فأجاب :
جلوسه باعتبار صلاته هو ،لا صلاة إمامه.
فيفترش في الثانية ويتورك في الأخيرة

Jawaban Syaikh Ali al Halabi, "Yang jadi patokan untuk duduk makmum masbuk adalah shalat si masbuk, bukan shalat imamnya. Sehingga makmum masbuk ini duduk iftirasy mana kala dia duduk setelah mengerjakan dua rakaat dan duduk tawaruk mana kala duduk tersebut adalah tasyahud akhir baginya".

Sumber:
http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=7541

الشيخ عبد المحسن بن حمد العباد

السؤال: نرجو توضيح كيفية جلوس المسبوق إذا وجد الإمام في الركعة الأخيرة؟ وهل يدعو فيها بدعاء التشهد الأول أو الأخير؟

Pertanyaan, "Kami berharap mendapatkan penjelasan mengenai tata cara duduk makmum masbuk yang menjumpai imam pada rakaat terakhir. Apakah masbuk tersebut membaca sebagaimana bacaan tasyahud awal ataukah sebagaimana bacaan tasyahud akhir?"

المسبوق إذا جاء والإمام في التشهد الأخير يجلس كجلوس الإمام وكجلوس المصلين الذين لم يسبقوا، فيجلس متوركاً كما جاءت في ذلك السنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، فالإمام يتورك ومن وراءه يتورك والمسبوق يتورك، ولا يعتبر نفسه أنه في التشهد الأول، بل يأتي بالتشهد ويأتي بالصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم ويدعو ويكثر الدعاء حتى يسلم الإمام، فهو يتابع الإمام في هيئة الجلوس وفي كونه يتشهد ويصلي على النبي صلى الله عليه وسلم، ويتخير من الدعاء ما شاء، كما جاء ذلك عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، وليس معنى ذلك أنه يجلس في التشهد يسكت، بل يفعل كما يفعل الإمام.

Jawaban Syaikh Abdul Muhsin al Abbad, "Jika imam sedang melaksanakan tasyahud akhir makmum masbuk itu tetap duduk sebagaimana bentuk duduknya imam dan jamaah yang lain yang tidak masbuk, sehingga dia duduk tawaruk. Demikianlah yang sejalan dengan sunnah Rasulullah. Jika imam duduk tawaruk maka semua makmum duduk tawaruk, termasuk di dalamnya makmum masbuk. Makmum masbuk ketika itu tidak boleh menganggap dirinya berada dalam tasyahud awal, sehingga yang dia baca adalah bacaan tasyahud terus salawat ditambah doa dan hendaknya dia memperbanyak doa hingga imam mengucapkan salam. Jadi makmum masbuk itu mengikuti imam dalam bentuk duduk dan bacaannya sehingga masbuk tersebut di samping membaca bacaan tasyahud juga membaca salawat dan memilih doa apa saja yang dia kehendaki. Demikianlah yang diajarkan oleh Rasulullah. Jadi makmum masbuk itu tidak hanya duduk lantas diam namun dia membaca sebagaimana bacaan imamnya".

Sumber:

http://ar.islamway.net/fatwa/32933?ref=g-rel

Artikel Terkait

Lutut Dulu atau Tangan Dulu

Posted: 28 Nov 2011 04:00 PM PST

س2/ ما صحة قوله صَلَّى الله عليه وسلم نهى رسول الله صَلَّى الله عليه وسلم أن يبرك أحدكم كما يبرك البعير؟

Pertanyaan, "Shahihkah hadits yang melarang orang yang shalat untuk turun sujud sebagaimana onta turunnya onta untuk menderum?"

ج/ هذا ليس على هذا اللفظ هو هذا الحديث مشهور معروف يعني مشهور التداول لا مشهور المعنى الاصطلاحي «لا يبرك أحدكم كما يبرك البعير» هذا هو القدر المحفوظ، ثم اختلفت الرواية في بقية الحديث «وليضع يديه قبل ركبتيه» ورويت «وليضع ركبتيه قبل يديه» والعلماء اختلفوا أي هذه الروايات هو الصحيح.

Jawaban Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh –Menteri Agama KSA saat ini-, "Hadits yang ditanyakan adalah hadits yang terkenal dalam pengertian tersebar di masyarakat, bukan masyhur dalam pengertian ilmu hadits. Bagian awal hadits bunyinya adalah "janganlah salah satu kalian turun untuk sujud sebagaimana bentuk turunnya onta ketika hendak menderum". Hanya inilah bagian hadits yang shahih sedangkan lanjutan hadits ada beberapa versi, ada yang berbunyi, "hendaknya dia letakkan tangannya sebelum lututnya'. Versi lain mengatakan, "hendaknya dia letakkan dua lututnya sebelum dua tangannya". Para ulama hadits memperselisihkan manakah tambahan yang shahih dari dua versi tambahan di atas.

والصواب عندي أن كل هذه الروايات فيها اضطراب لا يصح منها شيء؛ بل الزيادات هذه كلها مضطربة، والثابت «لا يبرك أحدكم كما يبرك البعير»،

Pendapat yang benar menurutku, kedua versi tambahan tersebut adalah riwayat yang goncang, tidak ada satu pun yang sahih. Keduanya goncang [baca: lemah]. Sehingga riwayat yang valid hanyalah bagian awal hadits yang berbunyi, "janganlah salah satu kalian turun untuk sujud sebagaimana bentuk turunnya onta ketika hendak menderum".

 

وإذا تقرر ذلك فإن النهي في هذا الحديث عن مشابهة البعير في هيئة البروك، في هيئة البروك؛ لأنه نهى عن بروك كبروك البعير (لا يبرك أحدكم كما يبرك البعير) فظاهر من الحديث أنَّ النهي عن أن يبرك المصلي بروكا كبروك البعير، وبروك البعير له هيئة، وهذه الهيئة قد تكون بتقديم اليدين على الركبتين، وقد تكون بتقديم الركبتين على اليدين.

Jika penjelasan di atas telah dipahami dengan baik maka larangan yang ada dalam hadits di atas adalah larangan untuk menyerupai onta dalam masalah bentuk turunnya karena yang Nabi larang adalah turun sebagaimana turunnya onta ketika hendak menderum. Sehingga zhahir hadits menunjukkan bahwa orang yang sedang mengerjakan shalat dilarang turun sujud sebagaimana bentuk turunnya onta ketika mau menderum. Turunnya onta untuk menderum itu memiliki bentuk yang khas, bentuk khas ini bisa terjadi baik kita turun dengan mendahulukan tangan dari pada lutut ataupun kita mendahulukan lutut dari pada tangan.

والهيئة: أن يكون الأعلى المؤخرة، وأن يكون الرأس منخفضا.

Bentuk khas tersebut adalah kepala merunduk dan bagian atas badan dimundurkan

هذه هي الهيئة المنهي عنها؛ يعني إذا سجد أحدكم فلا يبرك بروك البعير يعني لا يجعل رأسه منخفض يصل إلى الأرض هكذا مثل البعير إذا أراد أن يبرك ويبقى ظهره عالي؛ يعني هكذا هذه صفة بروك البعير، فيها إضرار بالمصلي.

Inilah bentuk turun yang terlarang. Sehingga makna sabda Nabi, "janganlah salah satu kalian turun untuk sujud sebagaimana bentuk turunnya onta ketika hendak menderum" adalah ketika hendak sujud hendaknya kepala tidak dibuat merunduk sampai ke lantai semisal onta ketika hendak turun sedangkan punggun masih dalam posisi di atas. Inilah bentuk turunnya onta untuk menderum dan bentuk semacam ini berdampak negatif bagi orang yang mengerjakan shalat.

وهذا داخل تحت قاعدة عامة وهي أن: المصلي لا يشابه الحيوانات ولا يماثلها في هيئة الصلاة.

Larangan turun sujud sebagaimana onta ini termasuk dalam kaedah umum dalam shalat yaitu orang yang sedang mengerjakan shalat dilarang untuk menyerupai atau sama dengan hewan dalam gerakan-gerakan shalat.

فنهى عن إقعاء كإقعاء الكلب، وعن نقر كنقر الغراب، الغراب ينقر بإيش؟ ينقر بمنقاره، هل نقول إن المنقار هو الأنف هو أشبه شيء بالمنقار ونقول إن معناه أن لا يجعل أنفه على الأرض؟ لا، العلماء فهموا من نقرة الغراب هذه من السرعة، الغراب السرعة ويرفع رأسه، وافتراش الكلب وأشباه ذلك؛ يعني ينهى في هذا الحديث عن الهيئة.

Nabi melarang orang yang shalat untuk duduk sebagaimana duduknya anjing dan mematuk sebagaimana gagak mematuk. Gagak mematuk dengan paruhnya. Apakah kita katakan bahwa paruh dalam hal ini serupa dengan hidung lalu maknanya hidung tidak boleh diletakkan di lantai? Bukan demikian maknanya. Para ulama memahami dari larangan mematuk sebagaimana gagak mematuk adalah shalat yang dilakukan super cepat. Gagak cepat sekali mematuk lalu mengangkat kepalanya. Nabi juga melarang orang yang shalat untuk meletakkan hastanya di lantai sebagaimana anjing dan serupa itu. Di sini Nabi melarang turun sujud sebagaimana bentuk turunnya onta ketika akan menderum.

والهيئة هذه قد تحصل بتقديم اليدين على الركبتين؛ يعني في ابن آدم، وقد تحصل بالعكس.
فإذن المقصود من السنة في ذلك أن لا تشابه البعير في هيئة البروك، إن قدمت يديك على رجليك ولم تشابه فالأمر واسع، وإن قدمت الركبتين ولم تشابه فالأمر واسع؛ لكن لا تشابه البعير في هيئة البروك.

bentuk khas onta – untuk manusia- ketika hendak turun sujud ini bisa terjadi baik ketika kita mendahulukan tangan dari pada lutut atau pun sebaliknya. Jadinya yang dimaksudkan oleh hadits adalah larangan menyerupai onta dalam bentuk turun. Jika kita turun sujud dengan mendahulukan tangan dari pada lutut namun tidak serupa dengan bentuk turunnya onta maka itu pun boleh dilakukan. Jika kita mendahulukan lutut dan tidak serupa dengan bentuk turunnya onta, ini pun diperbolehkan. Yang pokok, jangan menyerupai onta dalam bentuk turun.

لهذا ذكر الترمذي في جامعه حينما ساق الحديث قال: وقال بعض أهل العلم يقدم يديه على ركبتيه، وقال آخرون يقدم ركبتيه على يديه، والأمر في ذلك واسع عندنا. كأنه [أشار] إلى ما ذكرنا.

Oleh karena itu, Tirmidzi dalam sunannya setelah membawakan hadits berisi larangan turun untuk sujud sebagaimana turunnya onta mengatakan, "Sebagian ulama mengatakan hendaknya tangan lebih didahulukan dari pada lutut. Sedangkan ulama yang lain mengatakan agar lutut lebih didahulukan dari pada tangan. Menurut kami, semuanya boleh". Mungkin beliau mengisyaratkan penjelasan yang telah kami sampaikan.

هناك بحث لغوي بحثه بعضهم هل ركبتا البعير في رجليه أم في يديه؟ وهذا في الحقيقة بحث مفيد لغوي؛ لكن هو خارج عن محل الفقه عند التدقيق؛ لأن المقصود الهيئة، الرُّكَب إذا كانت في يدي البعير أو كانت في رجليه هيئة البعير واحدة وهو أن الرأس منخفض والأعلى مرتفع.

Ada sebagian orang yang melakukan pengkajian dari tinjauan bahasa Arab apakah lutut onta itu terletak pada kaki belakang ataukah pada kaki depannya. Sebenarnya bahasan ini adalah bahasan yang bagus dari sisi bahasa Arab akan tetapi sayang bahasan tersebut jika dicermati lebih mendalam keluar dari kandungan hukum yang ada dalam hadits di atas karena yang dimaksudkan oleh hadits adalah larangan menyerupai bentuk turunnya onta. Baik lutut onta terletak di kaki depan ataukah di kaki belakangnya bentuk turun tetap sama yaitu posisi kepala merunduk sedangkan posisi punggung masing tinggi" [Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh dalam ceramahnya yang berjudul 'Thalibul Ilmi wal Bahts' tepatnya pada sesi tanya jawab pada jawaban untuk pertanyaan kedua].

Artikel Terkait