Senin, 01 Agustus 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Tidak Jadi Dinikahi Hadiah Harus Kembali

Posted: 31 Jul 2011 10:01 PM PDT

السؤال : السلام عليكم ورحمة الله .تقدم لخطبتي شاب وتمت النظرة الشرعية وفي يوم النظرة الشرعية قدمت والدة الشاب هدية لي ولوالدتي وفي اليوم التالي مباشرة بعد النظرة قدم الشاب جزء بسيط من المهرمع تقديم هدية لي منه عن طريق والدته وقد ذكرت بأنها منه وبعد مدة تراجع الشاب عن الزواج بها ، فما الواجب عمله تجاه المال والهدية التي قدمها مع العلم أنه لم يتم كتابة عقد النكاح ؟

Pertanyaan, "Ada seorang pemuda maju melamarku dan dia pun telah melihatku. Di hari dia melihatku, ibu pemuda tersebut memberi hadiah untukku dan untuk ibuku. Esok harinya sang pemuda memberikan sebagian kecil dari mahar plus hadiah untukku melalui ibuku. Ibuku menyampaikan bahwa hadiah tersebut berasal darinya. Setelah beberapa waktu lamanya sang pemuda  memutuskan untuk tidak jadi menikahiku. Apa yang menjadi kewajibanku terhadap harta dan hadiah tersebut mengingat akad nikah tidak jadi dilangsungkan?"

الإجابة :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته. كل هذه الهدايا لها علاقة بعقد النكاح مادام أنه لم يتم العقد يرجع إليه كل شيئ كان بسبب عقد النكاح

Fatwa Syaikh Abdul Muhsin al Ubaikan, "Semua hadiah tersebut berkaitan dengan akad nikah. Dikarenakan akad nikah tidak jadi dilaksanakan maka semua hadiah yang terkait dengan akad nikah dikembalikan kepada pihak yang memberikannya".

Sumber:

http://al-obeikan.com/show_fatwa/482.html

Artikel Terkait

KonsultasiSyariah: Ebook Panduan Ramadhan

KonsultasiSyariah: Ebook Panduan Ramadhan


Ebook Panduan Ramadhan

Posted: 01 Aug 2011 08:26 PM PDT

Segala puji bagi Allah, kami memuji, memohon pertolongan dan meminta ampun kepada-Nya; dan kami berlindung kepada-Nya dari kejahatan jiwa kami dan keburukan perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan-Nya maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Amma ba'du,

Sesungguhnya Allah telah memberikan karunia kepada segenap hamba-Nya berupa musim-musim yang penuh dengan kebajikan; pada musim-musim itu kebajikan dilipat gandakan, dosa-dosa dihapus dan derajat (di sisi-Nya) ditinggikan. Jiwa kaum beriman serentak menghadap kepada Tuhannya. Maka beruntunglah orang yang mensucikannya dan sia-sialah orang yang menodainya. Dan sesungguhnya Allah menciptakan manusia hanya agar mereka semata-mata beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya,

وَمَا خَلَقْتُ الجن والإنس إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

"Dan Aku tidak menciptakan dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Al-Dzariyat: 56).

Di antara sekian ibadah yang sangat mulia yang telah Dia wajibkan terhadap hamba-hamba-Nya adalah shaum (). Allah telah berfirman,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصيام كَمَا كُتِبَ عَلَى الذين مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون

"Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa." (QS. Al-Baqarah: 183)

Dan Allah pun memotivasi agar mereka berpuasa, seraya berfirman,

وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

"Dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 184)

Dan Allah menghimbau kepada mereka semua untuk berterima kasih (bersyukur) kepada-Nya atas diwajibkannya puasa kepada mereka, seraya berfirman,

وَلِتُكَبّرُواْ الله على مَا هداكم وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah: 185)

Allah menganjurkan berpuasa kepada mereka, bahkan menjadikannya ringan bagi mereka agar jiwa mereka tidak merasa berat dalam meninggalkan kebiasaan-kebiasaannya dan menjauhi tradisi-tradisi kesehariannya. Dia berfirman,

أَيَّامًا معدودات

"Yaitu dalam beberapa hari yang tertentu." (QS. Al-Baqarah: 184).

Dan Allah berbelas kasih kepada mereka serta menjauhkan mereka dari kesulitan dan hal yang membahayakan, seraya berfirman,

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ على سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَر

"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau sedang di dalam perjalanan (lalu berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184)

Maka tidaklah mengherankan jika hati kaum mukminin secara serius menghadap kepada Allah Yang Maha Penyayang pada bulan ini, dengan punuh rasa takut kepada-Nya lagi penuh harapan akan pahala dan kemenangan yang agung dari-Nya.

Oleh karena nilai ibadah puasa ini sangat besar, maka setiap muslim wajib mempelajari hukum-hukum yang ber-kaitan dengan bulan puasa Ramadhan, agar ia mengetahui apa yang wajib untuk ia lakukan dan yang haram untuk ia hindari serta apa yang mubah hingga dirinya tidak merasa kesulitan dengan sebab meninggalkannya.

Buku kecil ini memuat ringkasan atau intisari hukum-hukum berpuasa, etika dan sunnah-sunnahnya, penulis menulisnya secara singkat dengan harapan semoga bermanfaat bagi saudara-saudaraku kaum muslimin. Dan segala puji hanya bagi Allah Tuhan sekalian alam.

Ebook panduan Ramadhan ini akan memudahkan mengetahui tentang permasalahan-permasalahan seputar Ramadhan. Sangat mudah dipahami, Ebook  ini memuat ringkasan atau intisari hukum-hukum berpuasa, etika dan sunnah-sunnahnya dengan harapan semoga bermanfaat bagi saudara-saudaraku kaum muslimin. Dan segala puji hanya bagi Allah Tuhan sekalian alam.

Klik link di bawah ini:

Ebook Risalah Puasa Ramadhan (1)

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Hukum Menggunakan Lipstik Ketika Puasa

Posted: 01 Aug 2011 03:00 PM PDT

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum. Ustadz, saya mau tanya, apa hukumnya memakai lipgloss atau lipstik ketika ? Apakah membatalkan ?

Alkatiri (queen**@***.com)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam.

Semua bahan kecantikan yang diletakkan di kulit luar, baik yang berbau maupun yang tidak berbau, baik untuk pengobatan dan pelembab maupun untuk kecantikan, atau tujuan lainnya, tidaklah termasuk pembatal puasa, kecuali jika orang yang memakai obat-obatan tersebut menelannya.

Sementara, sebatas ada rasa di mulut, tidak memberikan dampak buruk bagi puasanya, selama tidak ada bagian sedikit pun yang tertelan ke lambung.

Syekh Abdul Aziz bin Baz, dalam Majmu’ Fatawa, pernah ditanya, "Apa hukum menggunakan celak dan peralatan kecantikan lainnya di bulan Ramadan? Apakah bisa membatalkan puasa?"

Beliau menjawab, “Bercelak tidaklah membatalkan puasa, baik bagi lelaki maupun wanita, menurut pendapat yang paling kuat. Hanya saja, menggunakan benda ini di malam hari itu lebih baik bagi orang yang puasa. Demikian pula, pengaruh dari penggunaan obat perawatan wajah, seperti sabun, minyak, dan yang lainnya, yang hanya mengenai bagian luar kulit, termasuk pacar, make-up, dan semacamnya, semua itu boleh dilakukan oleh orang yang berpuasa. Hanya saja, tidak boleh menggunakan make-up jika bisa membahayakan wajah. Allahu waliyyut taufiq.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15:260)

Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin pernah ditanya tentang hukum menggunakan krim bagi orang puasa, untuk menghilangkan kekeringan di bibir.

Beliau menjawab, “Diperbolehkan bagi seseorang untuk melembabkan bibir atau hidungnya dengan menggunakan krim, atau membasahinya dengan air, dengan kain, atau semacamnya. Namun, perlu dijaga, jangan sampai ada bagian yang masuk ke perutnya. Jika ada yang masuk ke perut tanpa sengaja maka puasa tidak batal. Sebagaimana orang yang berkumur, kemudian tiba-tiba ada bagian yang masuk ke perut tanpa sengaja, puasanya tidak batal.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 19:224)

Allahu a’lam.

Diterjemahkan oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah) dari http://www.islam-qa.com/ar/ref/92923

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Mencicipi Makanan Ketika Puasa

Posted: 01 Aug 2011 01:11 AM PDT

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum. Saya seorang ibu, memiliki 2 orang anak yang masih balita. Apakah saya sah jika saya mencicipi masakan untuk anak-anak saya hanya sebatas lidah, dan kemudian saya keluarkan kembali karena saya takut keasinan atau kurang garam? Dan karena saya harus memasak bekal untuk anak-anak saya di pagi hari dan kemudian berangkat kerja.

Netty (hsb**@***.com)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam.

Diperbolehkan bagi orang yang puasa, baik lelaki maupun wanita, untuk jika ada kebutuhan. Bentuknya bisa dengan meletakkan makanan di ujung lidahnya, dirasakan, kemudian dikeluarkan, dan tidak ditelan sedikit pun. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah perkataan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,

لَا بَأسَ أَن يَذُوق الخَلَّ أو الشَيءَ مَا لَـم يَدخُل حَلقَه وهو صائم. رواه البخاري معلقا

"Tidak mengapa mencicipi cuka atau makanan lainnya selama tidak masuk ke kerongkongan." (H.r. Bukhari secara mu’allaq)

Jika orang yang puasa menelan makanan yang dicicipi karena tidak sengaja maka dia tidak wajib qadha, dan dia lanjutkan puasanya. Ini berdasarkan keumuman dalil yang menunjukkan dimaafkannya orang yang lupa dalam pelaksanaan syariat. Di samping itu terdapat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

من نسي وهو صائم ، فأكل أو شرب فليتم صومه ، فإنما أطعمه الله وسقاه “. متفق عليه

"Siapa saja yang lupa ketika puasa kemudian makan atau minum maka hendaknya dia sempurnakan puasanya, karena Allah telah memberinya makan atau minum." (H.r. Bukhari dan Muslim) (Sumber: www.islamqa.com)

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait:

Tidak Mengetahui Masuknya Bulan Ramadhan

Posted: 01 Aug 2011 12:11 AM PDT

Pertanyaan:

Syaikh yang terhormat ditanya tentang hukum orang yang tidak mengetahui masuknya bulan kecuali setelah terbit fajar, apa yang harus dia perbuat?

Jawaban:

Barangsiapa yang tidak mengetahui masuknya bulan Ramadhan kecuali setelah terbitnya fajar, maka hendaklah dia segera menahan dari apa-apa yang dianggap membatalkan shaum di sisa harinya, karena hari itu termasuk Ramadhan yang tidak diperbolehkan bagi orang yang mukim dan sehat melakukan apa-apa yang membatalkan shaum. Namun, dia tetap harus men-qadha’-nya, karena dia belum berniat untuk shaum sebelum fajar. Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersadabda,

مَنْ لَمْ يُبَيِّنُ الصِّيَامَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

"Barangsiapa yang belum berniat shaum sebelum terbitnya fajar, maka tiada shaum baginya."

Telah dinukil pula dari Ibnu Qudamah rahimahullah di dalam Al-Mughni, bahwa itu merupakan pendapat umumnya ahli fikih. Yang dimaksud hadits tersebut adalah untuk shaum wajib, sebagaimana hadits yang telah kami sebutkan. Adapun shaum sunnah, maka diperbolehkan dia berniat di tengah hari asalkan dia belum melakukan sesuatu yang membatalkan shaum, sebagaimana hal itu telah diriwayatkan secara shahih dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam yang menunjukkan hal itu telah diriwayatkan secara shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan hal itu.

Kami memohon kepada Allah agar memberikan taufik kepada kaum muslimin agar mampu menunaikan apa yang Dia ridhai, dan agar Dia menerima shiyam dan mereka, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Mahadekat. Shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.

Sumber: Fatawa Syaikh Bin Baaz Jilid 1, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , , , ,

Lupa, Sahur Setelah Subuh

Posted: 31 Jul 2011 11:28 PM PDT

Pertanyaan 1:

Saya berusaha hati-hati terhadap waktu Subuh semampu saya. Suatu saat, saya mengira masih malam, saya bangun untuk sahur, tiba-tiba saya mendengar adzan. Apakah saya sah?

Jawaban 1:

“Puasanya sah karena tidak makan setelah nyata terbitnya fajar.”

Pertanyaan 2:

Jika orang yang berpuasa minum setelah ia mendengar adzan Subuh, apakah puasanya sah?

Jawaban 2:

Jika orang yang berpuasa minum setelah ia mendengarkan adzan Subuh, maka jika muadzinnya memang mengumandangkan adzan setelah jelas masuk waktu Shubuh, maka orang yang berpuasa tidak boleh makan atau minum setelahnya. Tapi, jika muadzin itu adzan sebelum jelas baginya waktu Subuh, maka tidak mengapa makan dan minum sampai jelas tibanya waktu Shubuh. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَالْئَانَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَاكَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

"Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar." (QS. al-Baqarah: 187).

Dan berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, "Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan di malam hari, makan dan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan." Atau beliau mengatakan, "Sampai kalian mendengar adzannya Ibnu Ummi Maktum." Ibnu Ummi Maktum adalah seorang laki-laki buta, ia tidak mengumandangkan adzan kecuali setelah orang mengatakan kepadanya, "Engkau telah masuk waktu Subuh." (Dikeluarkan oleh al-Bukhari, kitab asy-Syahadat, no. 2656).

Karena itu, para muadzin harus berhati-hati dalam mengumandangkan adzan Subuh, jangan sampai mengumandangkan adzan, kecuali setelah nyata masuk waktu Subuh atau yakin akan tepatnya jam penunjuk waktu. Hal ini agar tidak merugikan orang lain dengan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagi mereka dan menghalalkan Subuh sebelum waktunya, karena yang demikian itu mengandung bahaya.

Syaikh Ibnu Utsaimin, Fatawa ash-Shiyam, dikumpulkan oleh Muhammad al-Musnad, hal. 45
Sumber: Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, Darul Haq, Cetakan VIm 2009

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: