Rabu, 09 November 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Hukum Membuat Robot

Posted: 08 Nov 2011 04:00 PM PST

حكم صناعة الرجل الآلي

معلوم أنه في يوم القيامة سيأتي المصورون يقول لهم الله : ” أحيوا ما خلقتم “، وهم أشد الناس عذابًا . أسال الآن عن حكم صنع أجهزة الإنسان الآلي ، ما هي الضوابط التي ينبغي اعتبارها عند صنع إنسان آلي ذي قدرات متعددة؟ مع العلم أنه يمكن صنعه على شكل غير شكل الإنسان ( مثل الذكاء الصناعي ، وكاميرا للرؤية ، ومستشعرات لمس الخ ) ؟ .

Pertanyaan, "Apa hukum membuat robot berbentuk manusia? Apa saja kaedah-kaedah yang perlu diperhatikan ketika membuat robot berbentuk manusia yang memiliki berbagai kemampuan? Perlu diketahui sebenarnya bis saja robot tersebut bentuknya tidak sebagaimana bentuk manusia?"

الحمد لله

صناعة الإنسان الآلي لا تخرج عن حكم التصوير ، وخلاصة ذلك أنه إذا صُمم جهاز آلي على صورة إنسان ، أو صورة أحد ذوات الأرواح ، فإن ذلك محرم ، ويدخل في الوعيد الشديد على المصورين الذين يضاهون خلق الله عز وجل فيقال لهم يوم القيامة : أحيوا ما خلقتم ،

Jawaban, "Membuat robot hukumnya itu sama dengan hukum tashwir [membuat gambar atau patung]. Intinya perlu dirinci:

Pertama, Jika bentuk robot tersebut sebagaimana bentuk manusia atau hewan maka membuatnya hukumnya adalah haram, termasuk dalam ancaman keras yang ditujukan kepada orang-orang yang melakukan tashwir, itulah orang-orang yang menyaingi Allah dalam penciptaan. Akan dikatakan kepada mereka 'Hidupkan apa yang kalian ciptakan'.

ويدخل في قول النبي – صلى الله عليه وسلم – : ( أشد الناس عذابا يوم القيامة المصورون ) رواه البخاري برقم 5606 ، ومسلم برقم 2109

Juga tercakup dalam hadits Nabi, "Orang yang mendapatkan siksaan yang paling keras pada hari Kiamat nanti adalah orang yang melakukan tashwir" [HR Bukhari dan Muslim]

أما إذا صمم جهازاً لا على هيئة ذوات الأرواح أو كان تصميمه غير مكتمل بحيث لا يصدق عليه أنه إنسان أو من ذوات الأرواح فلا حرج في ذلك .

Kedua, jika robot tersebut tidak berupa bentuk manusia atau hewan atau bentuknya tidak sempurna sehingga tidak bisa disebut bentuk hewan atau manusia [baca: tidak ada kepalanya] maka membuat robotnya yang bentuknya semacam ini adalah tidak mengapa.

واعلم أنه مهما بلغ الإنسان في الدقة والمهارة ، فلن يستطيع أن يصل إلى عشر معشار خلق الله عز وجل : ( فتبارك الله أحسن الخالقين ) المؤمنون/14

Suatu hal yang patut disadari bahwa sehebat dan seteliti apapun manusia dalam 'penciptaan' maka dia tidak bisa sampai sepersepuluh kemampuan Allah dalam mencipta. Allah berfirman yang artinya, "Maha suci Allah, sebaik-baik pencipta" [QS al Mukminun:14]

Sumber:

http://islamqa.com/ar/ref/47062/%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%84%D9%85

Artikel Terkait

KonsultasiSyariah: Wudunya Pemakai Gigi Palsu

KonsultasiSyariah: Wudunya Pemakai Gigi Palsu


Wudunya Pemakai Gigi Palsu

Posted: 09 Nov 2011 06:12 PM PST

Wudunya Pemakai

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarakatuh.
Saya menggunakan gigi palsu. Apakah saya harus melepas gigi palsu ketika saya berwudu supaya wudu saya sah?

Jawaban:
Wa'alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh.

Pertanyaan semisal pernah ditanyakan kepada Syekh Al-Utsaimin "Jika seseorang memakai gigi palsu maka menurut saya tidak harus dilepas (saat) berwudu, karena (masalah ini) hampir sama dengan masalah cincin yang tidak harus dilepas saat berwudhu, tetapi digerakkan saat berwudhu dan ini pun tidak wajib. Hal ini lantaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai cincin, tetapi tidak pernah ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau melepasnya saat berwudu. Padahal (cincin) lebih besar kemungkinannya menghalangi air untuk menyentuh (anggota wudunya) dibandingkan dengan gigi palsu. Apalagi sebagian orang kesulitan untuk melepas gigi palsu untuk seitap berwudu kemudian memasangnya kembali."
(Fatawa al-Mar'ah al-Muslimah 1:210)

Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi 02 Tahun ke-10 Ramadhan 1431 H/2010

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Artikel terkait gigi palsu:

1. Hukum Memasang Gigi Palsu.

2. Memasang Gigi Palsu Karena Gigi Berlubang.

Kata Kunci Terkait: pasang gigi palsu, hukum gigi palsu, gigi palsu, Wudunya Pemakai Gigi Palsu

Bisnis dan Utang

Posted: 08 Nov 2011 11:17 PM PST

Bisnis dan

Saya ada permasalahan yang ingin saya tanyakan. Teman saya mempunyai utang kepada saya. Setelah beberapa bulan berlalu, dia tak kunjung mengembalikan uang pinjaman tersebut. Saya pun malas menagih utang tersebut. Di sisi lain, uang dagangan miliknya ada di tangan saya.
Apakah boleh saya ambil sebagian uang tersebut senilai utang dia kepada saya tanpa sepengetahuannya?

Jawaban:

Bisnis dan Utang

Alhamdulillah, dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya.

Berutang adalah suatu akad yang dibolehkan dalam Islam, bahkan terkadang menjadi solusi jitu jalan keluar dari suatu masalah. Dengan alasan inilah para ulama mengkategorikannya sebagai bentuk tolong-menolong.

Namun ironis, terkadang kebaikan ini dibalas dengan sikap yang mengecewakan dari pihak pengutang. Pembayaran utang dianggap permasalahan ringan di masyarakat kita. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Penunda-nundaan orang yang telah kecukupan adalah perbuatan zalim." (HR. Al-Bukhari, no. 2287 dan Muslim, no. 4085).
Mereka memandang sebelah mata urusan utang piutang, padahal utang di dunia dapat berbuntut panjang hingga di akhirat.
"Orang yang terbunuh syahid di jalan Allah diampuni seluruh dosa-dosanya kecuali utang." (HR. Muslim, no. 4991).

Karena itu, waspada dan berhati-hatilah dalam urusan utang piutang.

Kami menasihatkan, langkah awal yang Anda tempuh adalah mengingatkan saudara Anda mengenai waktu jatuh tempo utang tersebut. Bisa jadi saudara Anda lupa atau ada alasan tertentu yang bisa dimaklumi. Dengan adanya saling keterbukaan dan berbaik sangka hubungan pertemanan Anda dengannya pun senantiasa terjaga harmonis.

Tidak perlu ada kata sungkan atau tidak enak di hati bila Anda meminta hak Anda yang terutang di saudara Anda. Sebab, sikap sungkan hanya akan mencelakakan saudara Anda dan mengakibatkan hak Anda hilang.

"Barang siapa yang menagih haknya, hendaknya ia menagihnya dengna cara yang terhormat, baik ia berhasil mendapatkannya atau tidak." (HR. Ibnu Majah, no. 2421).

Dengan demikian, bukanlah suatu tindakan yang bijak apabila penanya tidak tinggal diam saja dan memvonis pengutang sebagai orang yang tidak tepat janji tanpa alasana yang dibenarkan.

Namun, bila telah terbukti dengan indikasi-indikasi yang kuat, ia sengaja menunda-nunda, maka hendaknya Anda menempuh beberapa tahapan berikut:

  1. Menemuinya guna menagih piutang Anda dengan baik-baik, sebagaimana tuntunan hadis di atas.
  2. Bila terbukti saudara Anda belum mampu, atau dalam kondisi kesulitan maka tiada pilihan bagi Anda kecuali menundanya. Sebab, walaupun ia memiiki sebagian uang dagangan yang dititipkan kepada Anda, bisa jadi uang itu juga hasil utang dari orang lain, atau bisa jadi uang itu bukan miliknya, dan titipan orang lain yang memintanya agar dibelanjakan dari toko Anda.
  3. Bila ia sudah mampu namun ia tidak juga segera melunasi, maka hendaknya Anda mengingatkan saudara Anda agar tidak menunda-nunda pembayaran utang.
  4. Namun, bila setelah diingatkan ia tetap tidak melunasi utangnya, Anda dibenarkan untuk memungut sebagian uang dagangannya yang dititipkan kepada Anda. Pada tahapan ini, saya anjurkan agar Anda memberitahukan tindakan Anda kepadanya, agar tidak terjadi hal-hal yang kurang baik di kemudian hari. Wallahu Ta'ala A'lam bishshowab.

Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi 08 Tahun ke-10 Muharram 1431 H/2010

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Materi terkait:

1. Beramal Supaya Banyak Rezeki.

2. Utang Emas.

3. Utang Selain Bank.

Kata Kunci Terkait: utang, hutang dan bisnis, pinjam utang, utang dagangan, hutang