Jumat, 21 Oktober 2011

KonsultasiSyariah: Bekerja sebagai anggota KPU

KonsultasiSyariah: Bekerja sebagai anggota KPU


Bekerja sebagai anggota KPU

Posted: 21 Oct 2011 06:00 PM PDT

Bekerja sebagai anggota KPU

“Bagaimana bekerja sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tugasnya menyelenggarakan pemilihan umum.  Ini adalah kedua kalinya saya bertanya masalah ini, Mohon diberikan pencerahan. Tks

Tugiman (tugzXXXXXX@yahoo.com)

Jawaban:

Hukum Kerja di KPU

السؤال:

بسم الله الرحمن الرحيم

ستجري الانتخابات الرئاسية في بلادنا قريباً، وسأكون عاملاً فيها (كاتبا) ما نظر الشرع في السماح بمثل هذا العمل، علما بأنني أعمل كموظف في سلك التربية، أفيدونا؟ وشكراً.

Pertanyaan, "Sebentar lagi akan ada pemilihan presiden di negara kami dan aku diberi tugas untuk menjadi juru tulis dalam kegiatan tersebut. Apa pandangan syariat terkait dengan bekerja dengan pekerjaan semisal itu? Perlu diketahui bahwa sebenarnya aku adalah seorang PNS di kementrian pendidikan.”

الإجابــة:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:

فإذا كان العمل الذي ستقوم به وهو الكتابة فيما له صلة بالانتخابات لا محذور فيه كالتزوير ونحو ذلك، فلا حرج عليك لأن الأجرة التي ستأخذها مقابل عمل مباح، وإن كان الأفضل والأحسن لك ألا تشارك في هذه الانتخابات بمثل هذا العمل إلا إذا ترتبت على ذلك مصلحة شرعية

Jawaban, "Jika pekerjaan yang akan anda lakukan itu tulis menulis yang terkait dengan kegiatan pemilu dan tidak ada hal-hal terlarang di dalamnya semisal manipulasi data maka pekerjaan anda tersebut tidaklah bermasalah karena upah yang anda dapatkan adalah kompensasi dari pekerjaan yang hukumnya mubah. Meski yang lebih baik adalah tidak berperan serta dalam kegiatan pemilu dengan melakukan pekerjaan sebagaimana yang akan anda lakukan saat ini kecuali jika ada manfaat besar yang bisa diharapkan dari pekerjaan semacam ini".

Sumber: http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=46191

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Artikel yang berkaitan denga Pemilu dan KPU:

1. Hukum Golput dalam Pemilu.

2. Hukum Pemilu, dan Cara Menyikapinya.

Cacat Hewan Kurban

Posted: 20 Oct 2011 11:49 PM PDT

Cacat Hewan

Assalamu’alaikum. Langsung saja, cacat apa saja yang menyebabkan hewan itu tidak boleh digunakan untuk kurban?
Cukup jelas, trimakasih.

Arriqa

Jawaban:

Wa ‘alaikumus salam

Cacat hewan kurban dibagi menjadi 3 macam:

Pertama, cacat yang menyebabkan tidak sah untuk digunakan .
Disebutkan dalam hadis, dari Al-Barra’ bin Azib radliallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda –sambil berisyarat dengan tangannya-,

أَرْبَعَةٌ لَا يَجْزِينَ فِي الْأَضَاحِيِّ : العَوْرَاءُ البَيِّن عَوْرُهَا و الـمَرِيضَةُ البَيِّنُ مَرَضُهَا و العَرجَاءُ البَيِّنُ ظَلْعُهَا وَ الكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي

"Ada empat hewan yang tidak boleh dijadikan kurban: buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya ketika jalan, dan hewan yang sangat kurus, seperti tidak memiliki sumsum." (HR. Nasai, Abu Daud dan disahihkan Al-Albani).

Keterangan:

- Buta sebelah yang jelas butanya.
Jika butanya belum jelas –orang yang melihatnya menilai belum buta– meskipun pada hakikatnya kambing tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh dikurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja. Ulama’ madzhab syafi’i menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk berkurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.

- Sakit yang jelas sakitnya.
Jika sakitnya belum jelas, misalnya, hewan tersebut kelihatannya masih sehat maka boleh dikurbankan.
Pincang dan tampak jelas pincangnya.
Artinya, pincang yang tidak bisa berjalan normal. Akan tetapi jika baru kelihatan pincang, namun bisa berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan kurban.

- Hewan yang sangat kurus, seperti tidak memiliki sumsum.
Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih parah dari empat jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk digunakan berkurban.
(Shahih Fiqih Sunnah, II:373 dan Syarhul Mumti’ 3:294).

Sebagian ulama menjelaskan bahwa isyarat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangannya ketika menyebutkan empat cacat tersebut menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membatasi jenis cacat yang terlarang. Sehingga yang bukan termasuk empat jenis cacat sebagaimana dalam hadis boleh digunakan sebagai kurban. (Syarhul Mumthi’ 7:464).

Kedua, cacat yang menyebabkan makruh untuk dijadikan kurban, ada 2:
- Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong
- Tanduknya pecah atau patah
(Shahih Fiqih Sunnah, II:373).

Terdapat hadis yang menyatakan larangan berkurban dengan hewan yang memilki dua cacat, telinga terpotong atau tanduk yang pecah. Namun hadisnya dhaif, sehingga sebagian ulama menggolongkan cacat jenis kedua ini hanya menyebabkan makruh dipakai untuk kurban. (Syarhul Mumthi’ 7:470).

Ketiga, cacat yang tidak berpengaruh pada hewan kurban (boleh dijadikan untuk kurban) namun kurang sempurna.

Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka tidak berpengaruh pada status hewan kurban. Misalnya tidak bergigi (ompong), tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung. Wallahu a’lam
(Shahih Fiqih Sunnah, II:373).

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsutasiSyariah.com

Artikel yang berkaitan dengan kurban:

1. Berkurban dengan Kambing Betina.

2. Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal.

3. Tuntunan Hari Raya dan Takbiran.

4. Arisan Kurban dan Silaturahmi Trah.

5. Menggabungkan Kurban dengan Aqiqah.

6. Kurban via Online.

7. Kriteria Hewan Kurban Disertai dengan Tabel Usia Hewan Kurban.

Kata Kunci Terkait: jual kambing kurban, kurban, akikah, daging kurban, ebook kurban