Minggu, 21 Agustus 2011

KonsultasiSyariah: Serba-Serbi I’tikaf

KonsultasiSyariah: Serba-Serbi I’tikaf


Serba-Serbi I’tikaf

Posted: 21 Aug 2011 08:45 PM PDT

Penjelasan penting masalah i’tikaf ()

Mohon dijelaskan tentang iktikaf, rukun, syarat, pembatal, dan kapan memulainya. Terima kasih.

Jawaban pertanyaan seputar i’tikaf (iktikaf):

I’tikaf” adalah ‘tinggal di masjid dengan niat tertentu dan dengan tata cara tertentu’. Tempat i’tikaf: di masjid yang digunakan untuk berjemaah, meskipun tidak digunakan untuk jumatan seperti mushalla.

Allah berfirman, yang artinya, "Janganlah kalian melakukan hubungan suami-istri ketika kalian sedang i’tikaf di masjid …." (Q.s. Al-Baqarah:187)

Imam Al-Bukhari membuat judul bab “Bab (anjuran) i’tikaf di sepuluh hari terakhir dan (boleh) i’tikaf di semua masjid“. (Shahih Bukhari, 7:382)

Kapan memulai i’tikaf (iktikaf)?

Dianjurkan untuk memulai i’tikaf di malam tanggal 21 setelah magrib, kemudian mulai masuk ke tempat khusus (semacam tenda atau sekat) setelah subuh pagi harinya (tanggal 21 Ramadan).

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha; beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Aku membuatkan tenda untuk beliau. Lalu beliau shalat subuh kemudian masuk ke tenda i’tikafnya.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)

Rukun i’tikaf (iktikaf)

  1. Niat. Letak niat itu di dan tidak boleh dilafalkan. Sebatas keinginan untuk itu sudah dianggap berniat untuk i’tikaf.
  2. Dilakukan di masjid, baik masjid untuk jumatan mauapun yang tidak digunakan untuk jumatan.
  3. Menetap di masjid.

Pembatal i’tikaf (iktikaf)

  1. Hubungan biologis dan segala pengantarnya.
  2. Keluar masjid tanpa kebutuhan.
  3. Haid dan nifas.
  4. Gila atau mabuk.

Yang diperbolehkan ketika i’tikaf (iktikaf)

  1. Keluar masjid karena kebutuhan mendesak, seperti: makan, buang hajat, dan hal lain yang tidak mungkin dilakukan di dalam masjid.
  2. Mengeluarkan sebagian anggota badan dari masjid.
  3. Makan, minum, , dan berbicara.
  4. di masjid.
  5. Bermuamalah dan melakukan perbuatan (selain ibadah) di masjid, kecuali jual beli.
  6. Menggunakan minyak rambut, parfum, dan semacamnya.

Yang dimakruhkan ketika i’tikaf (iktikaf)

  1. Menyibukkan diri dengan kegiatan yang tidak bermanfaat, baik ucapan maupun perbuatan.
  2. Tidak mau berbicara ketika i’tikaf, dengan anggapan itu merupakan bentuk ibadah. Perbuatan ini termasuk perbuatan yang tidak ada tuntunannya.

Mandi ketika i’tikaf (iktikaf)

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan bahwa hukum mandi ketika i’tikaf dibagi menjadi tiga:

  1. Wajib, yaitu mandi karena junub.
  2. Boleh, yaitu mandi untuk menghilangkan bau badan dan kotoran yang melekat di badan.
  3. Terlarang, yaitu mandi sebatas untuk mendinginkan badan. (Majmu’ fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, 20:178)

I’tikaf (iktikaf) bagi wanita

  1. Diperbolehkan bagi wanita untuk melakukan i’tikaf bersama suaminya atau sendirian, dengan syarat: ada izin dari walinya (suami atau orang tuanya) serta aman dari fitnah atau berdua-duaan dengan laki-laki. ‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan sampai Allah merwafatkan beliau. Kemudian para istri beliau beri’tikaf setelah beliau meninggal.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
  2. Diperbolehkan bagi wanita mustahadhah untuk melakukan i’tikaf. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha; beliau mengatakan, “Salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang istihadhah beri’tikaf bersama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terkadang wanita ini melihat darah kekuningan dan darah kemerahan ….” (H.r. Al-Bukhari)

Batasan “dianggap telah keluar masjid”

Orang yang i’tikaf dianggap keluar masjid jika dia keluar dengan seluruh badannya. Jika orang i’tikaf hanya mengeluarkan sebagian badannya maka tidak disebut keluar masjid.

‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memasukkan kepala beliau ke ruanganku ketika aku berada di dalam, kemudian aku menyisir rambut beliau, sedangkan aku dalam kondisi haid.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)

Catatan: Pintu ruangan Aisyah mepet dengan Masjid Nabawi.

Allahu a’lam.

Disusun oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Tema: Kapan memulai iktikaf, Rukun iktikaf, Pembatal iktikaf, Yang diperbolehkan ketika iktikaf, Yang dimakruhkan ketika iktikaf, Mandi ketika i’tikaf, Iktikaf bagi wanita, Batasan “dianggap telah keluar masjid”

Kata Kunci Terkait: berdiam di masjid, uzlah, lailatul qadar, itikaf, iktikaf, sendiri, ramadhan akhir, pergi ke masjid

Cara Wanita Haid Menghidupkan Lailatul Qadar

Posted: 21 Aug 2011 06:27 PM PDT

untuk wanita haid

Bagaimana cara wanita haid menghidupkan lailatul qadar?

Jawaban:

Untuk wanita haid yang ingin medapatkan

Wanita haid bisa melakukan banyak ibadah selain .

Juwaibir mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh-Dhahak, "Bagaimana pendapatmu tentang wanita nifas, haid, , dan orang yang ; apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?" Adh-Dhahak pun menjawab, "Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Setiap orang yang Allah terima amalannya akan mendapatkan bagian lailatul qadar." (Lathaif Al-Ma'arif, hlm. 341)

Keterangan ini menunjukkan bahwa wanita haid, nifas dan musafir tetap bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Hanya saja, wanita haid dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat. Untuk bisa mendapatkan banyak pahala ketika lailatul qadar, wanita haid atau nifas masih memiliki banyak kesempatan ibadah. Di antara bentuk ibadah yang bisa dilakukan adalah:

  1. Membaca Alquran tanpa menyentuh mushaf.
  2. Berzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (la ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah), dan zikir lainnya.
  3. Memperbanyak istigfar.
  4. Memperbanyak doa.
  5. Membaca zikir ketika lailatul qadar, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat dari Aisyah radhiallahu ‘anha, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, jika aku menjumpai satu malam yang itu merupakan lailatul qadar, apa yang aku ucapkan?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ucapkanlah, ‘اللَّـهُـمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُـحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي’ (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha Pemaaf dan Pemurah maka maafkanlah diriku.)’” (Hadis sahih; diriwayatkan At-Turmudzi dan Ibnu majah)

Dalam Fatwa Islam Tanya-Jawab dijelaskan, “Wanita haid boleh melakukan semua bentuk ibadah, kecuali shalat, , tawaf di ka’bah, dan i’tikaf di masjid. Menghidupkan lailatul qadar tidak hanya dengan shalat, namun mencakup semua bentuk ibadah. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, ‘Makna ‘menghidupkan malam lailatul qadar’ adalah begadang di malam tersebut dengan melakukan ketaatan.’ An-Nawawi mengatakan, “Makna ‘menghidupkan lailatul qadar’ adalah menghabiskan waktu malam tersebut dengan bergadang untuk shalat dan amal ibadah lainnya.’”

Kesimpulan: Meskipun wanita berhalangan, mereka masih mampu untuk mendapatkan malam lailatul qadar.

Sumber: http://www.islam-qa.com/ar/ref/26753

Allahu a’lam.

Disusun oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: lailatul qadar