Selasa, 30 Agustus 2011

KonsultasiSyariah: Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H

KonsultasiSyariah: Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H


Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H

Posted: 30 Aug 2011 03:34 AM PDT

KonsultasiSyariah.com mengucapkan

Hari Raya 1432 H

Taqabalallahu minna wa min-kum

“Semoga Allah menerima amal kami dan amalanmu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

"Puasa itu pada hari kalian semua berpuasa, 'Idul itu pada hari kalian ber-idul , dan 'Idul Adha itu pada hari kalian ber-Iidul Adha."

Hadits shahih, diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi (no. 694), Imam Ibnu Majah (no. 1660). Lihat Irwa'ul Ghalil (no. 905) dan Silsilah ash-Shahihah (no. 224), dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu.

Dari Jubair bin Nufair, ia berkata, "Dahulu para sahabat Nabi shalallahu'alaihi wasallam mengucapkan 'Taqabbalallahu minna wa minkum' ketika saling bertemu di hari Idul Fitri." Al-Hafidz (Ibnu Hajar) berkata tentang riwayat ini, "Sanadnya hasan."

Imam Ahmad rahimahullah berkata, "Tidak mengapa hukumnya bila seseorang mengucapkan kepada saudaranya saat Idul Fitri, 'Taqobbalallahu minna wa minkum'." Demikian yang dinukil Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya,

"Apa hukum mengucapkan selamat di hari raya sebagaimana banyak diucapkan oleh orang-orang? Seperti 'indaka mubarak (semoga engkau memperoleh barakah dihari Idul Fitri) dan yang senada. Apakah hal ini memiliki dasar hukum syariat ataukah tidak? Jika memiliki dasar hukum syariat bagaimana seharusnya yang benar?"

Beliau rahimahullah menjawab,

" Adapun hukum tahniah (ucapan selamat) dihari raya yang diucapkan satu dengan yang lainnya ketika selesai ied seperti

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ , وَأَحَالَهُ اللَّهُ عَلَيْك

"Taqabbalallahu minna waminkum wa ahalahullahu 'alaik" (Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan darimu sekalian dan semoga Allah menyempurnakannya atasmu), dan yang semisalnya, telah diriwayatkan dari sebagian sahabat bahwasanya mereka melakukannya dan para imam memberi keringanan perbuatan ini seperti Imam Ahmad dan yang lainnya. Akan tetapi Imam Ahmda berkata, "Aku tidak akan memulai mengucapkan selamat kepada siapa pun. Namun jika ada orang yang memberi selamat kepadaku akan kujawab. Karena menjawab tahiyyah (penghormatan) adalah wajib. Adapun memulai mengucapkan selamat kepada oranglain maka bukanlah bagian dari sunnah yang dianjurkan dan bukan pula sesuatu yang dilarang dalam syariat. Barangsiapa yang melakukannya maka ia memiliki qudwah (teladan) dan orang yang meninggalkan pun juga memiliki qudwah (teladan). Wallahu a'lam. (Al-Fatawa Al-Kubra, 2/228)

Syaikh Ibnu Ustaimin ditanya,

"Apa hukum tahniah (ucapan selamat) di hari raya? Apakah ada bentuk ucapan tertentu?"

Beliau rahimahullah menjawab,

"Hukum tahniah (ucapan selamat) di hari raya adalah boleh dan tidak ada bentuk ucapan tertentu yang dikhususkan. Karena (hukum asal-pen) setiap adat kebiasaan yang dilakukan orang itu boleh selama bukan perbuatan dosa."

Dalam kesempatan lain beliau rahimahullah juga ditanya,

"Apa hukum berjabat tangan, berpelukan dan saling mengucapkan selamat hari raya ketika selesai shalat ied?"

Beliau rahimahullah menjawab,

"Hukum semua perbuatan ini tidaklah mengapa. Karena orang yang melakukanya tidak bermaksud untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah 'Azza wa Jalla. Melainkan hanya sekedar melakukan adat dan tradisi, saling memuliakan dan menghormati. Karena selama adat tersebut tidak bertentangan dengan syariat maka hukumnya boleh." (Majmu'Fatawa Ibni Utsaimin, 16/ 208-210)

Sumber: http://www.islamqa.com/ar/cat/2033#6080

Penerjemah: Tim Penerjemah Muslimah.or.id
Muroja'ah: Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal

Puasa Syawal tidak Terlaksana karena Uzur

Posted: 29 Aug 2011 10:35 PM PDT

Tidak karena ada uzur

Bagaimana kalau seseorang tidak bisa melakukan puasa karena ada udzur seperti sakit, nifas atau melunasi hutang puasanya sebanyak sebulan, sehingga keluar bulan Syawal. Apakah dia boleh menggantinya pada bulan-bulan lainnya dan meraih keutamaannya, ataukah tidak perlu karena waktunya telah keluar? Masalah ini diperselisihkan oleh ulama:

Boleh men-qadha-nya karena ada udzur. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Abdurrahman as-Sa’di (Al-Fatawa Sa’diyyah, hal. 230) dan Syaikh Ibnul Utsaimin (Syarhul Mumti’, 7/467). Alasannya adalah men-qiyas-kan dengan ibadah-ibadah lain yang bisa di-qadha apabila ada udzur seperti .

Tidak disyariatkan untuk men-qadha puasa syawal apabila telah keluar bulan Syawal, baik karena ada udzur atau tidak, karena waktunya telah lewat. Pandapat ini dipilih oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 3/270, Al-Fatawa Ibnu Baz -Kitab Da’wah- 2/172, Fatawa Shiyam, 2/695-695, kumpulan Asyraf ‘Abdul Maqshud).

Kesimpulan qadha puasa syawal karena uzur

Pendapat kedua inilah yang tentram dalam hati penulis, karena qadha puasa syawal membutuhkan dalil khusus dan tidak ada dalil dalam masalah ini. Wallahu A’lam (Simak kaset Fatawa Jeddah, oleh Syaikh al-Albani, no. 7 dan Ahkamul Adzkar, Zakariya al-Bakistani, hal. 51).

Alhamdulillah, kalau memang dia benar-benar jujur dalam niatnya yang seandainya bukan karena udzur tersebut dia akan melakukan puasa Syawal, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan pahala baginya, sebagaimana dalam hadits:

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيْمًا صَحِيْحًا

"Apabila seorang hamba sakit atau bepergian, maka dia ditulis seperti apa yang dia lakukan dalam muqim sehat." (HR. al-Bukhari, 2996)

Sumber: Ensiklopedi Amalan Sunnah di Bulan Hijriyah, Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi, Abu Abdillah Syahrul Fatwa, Pustaka Darul Ilmi

Artikel www.KonsyltasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: idul fitri, shalat id, syawal, lebaran, puasa syawal

KonsultasiSyariah: Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H

KonsultasiSyariah: Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H


Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H

Posted: 30 Aug 2011 03:34 AM PDT

KonsultasiSyariah.com mengucapkan

Hari Raya 1432 H

Taqabalallahu minna wa min-kum

“Semoga Allah menerima amal kami dan amalanmu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

"Puasa itu pada hari kalian semua berpuasa, 'Idul itu pada hari kalian ber-idul , dan 'Idul Adha itu pada hari kalian ber-Iidul Adha."

Hadits shahih, diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi (no. 694), Imam Ibnu Majah (no. 1660). Lihat Irwa'ul Ghalil (no. 905) dan Silsilah ash-Shahihah (no. 224), dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu.

Dari Jubair bin Nufair, ia berkata, "Dahulu para sahabat Nabi shalallahu'alaihi wasallam mengucapkan 'Taqabbalallahu minna wa minkum' ketika saling bertemu di hari Idul Fitri." Al-Hafidz (Ibnu Hajar) berkata tentang riwayat ini, "Sanadnya hasan."

Imam Ahmad rahimahullah berkata, "Tidak mengapa hukumnya bila seseorang mengucapkan kepada saudaranya saat Idul Fitri, 'Taqobbalallahu minna wa minkum'." Demikian yang dinukil Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya,

"Apa hukum mengucapkan selamat di hari raya sebagaimana banyak diucapkan oleh orang-orang? Seperti 'indaka mubarak (semoga engkau memperoleh barakah dihari Idul Fitri) dan yang senada. Apakah hal ini memiliki dasar hukum syariat ataukah tidak? Jika memiliki dasar hukum syariat bagaimana seharusnya yang benar?"

Beliau rahimahullah menjawab,

" Adapun hukum tahniah (ucapan selamat) dihari raya yang diucapkan satu dengan yang lainnya ketika selesai ied seperti

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ , وَأَحَالَهُ اللَّهُ عَلَيْك

"Taqabbalallahu minna waminkum wa ahalahullahu 'alaik" (Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan darimu sekalian dan semoga Allah menyempurnakannya atasmu), dan yang semisalnya, telah diriwayatkan dari sebagian sahabat bahwasanya mereka melakukannya dan para imam memberi keringanan perbuatan ini seperti Imam Ahmad dan yang lainnya. Akan tetapi Imam Ahmda berkata, "Aku tidak akan memulai mengucapkan selamat kepada siapa pun. Namun jika ada orang yang memberi selamat kepadaku akan kujawab. Karena menjawab tahiyyah (penghormatan) adalah wajib. Adapun memulai mengucapkan selamat kepada oranglain maka bukanlah bagian dari sunnah yang dianjurkan dan bukan pula sesuatu yang dilarang dalam syariat. Barangsiapa yang melakukannya maka ia memiliki qudwah (teladan) dan orang yang meninggalkan pun juga memiliki qudwah (teladan). Wallahu a'lam. (Al-Fatawa Al-Kubra, 2/228)

Syaikh Ibnu Ustaimin ditanya,

"Apa hukum tahniah (ucapan selamat) di hari raya? Apakah ada bentuk ucapan tertentu?"

Beliau rahimahullah menjawab,

"Hukum tahniah (ucapan selamat) di hari raya adalah boleh dan tidak ada bentuk ucapan tertentu yang dikhususkan. Karena (hukum asal-pen) setiap adat kebiasaan yang dilakukan orang itu boleh selama bukan perbuatan dosa."

Dalam kesempatan lain beliau rahimahullah juga ditanya,

"Apa hukum berjabat tangan, berpelukan dan saling mengucapkan selamat hari raya ketika selesai shalat ied?"

Beliau rahimahullah menjawab,

"Hukum semua perbuatan ini tidaklah mengapa. Karena orang yang melakukanya tidak bermaksud untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah 'Azza wa Jalla. Melainkan hanya sekedar melakukan adat dan tradisi, saling memuliakan dan menghormati. Karena selama adat tersebut tidak bertentangan dengan syariat maka hukumnya boleh." (Majmu'Fatawa Ibni Utsaimin, 16/ 208-210)

Sumber: http://www.islamqa.com/ar/cat/2033#6080

Penerjemah: Tim Penerjemah Muslimah.or.id
Muroja'ah: Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal

Puasa Syawal tidak Terlaksana karena Uzur

Posted: 29 Aug 2011 10:35 PM PDT

Tidak karena ada uzur

Bagaimana kalau seseorang tidak bisa melakukan puasa karena ada udzur seperti sakit, nifas atau melunasi hutang puasanya sebanyak sebulan, sehingga keluar bulan Syawal. Apakah dia boleh menggantinya pada bulan-bulan lainnya dan meraih keutamaannya, ataukah tidak perlu karena waktunya telah keluar? Masalah ini diperselisihkan oleh ulama:

Boleh men-qadha-nya karena ada udzur. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Abdurrahman as-Sa’di (Al-Fatawa Sa’diyyah, hal. 230) dan Syaikh Ibnul Utsaimin (Syarhul Mumti’, 7/467). Alasannya adalah men-qiyas-kan dengan ibadah-ibadah lain yang bisa di-qadha apabila ada udzur seperti .

Tidak disyariatkan untuk men-qadha puasa syawal apabila telah keluar bulan Syawal, baik karena ada udzur atau tidak, karena waktunya telah lewat. Pandapat ini dipilih oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 3/270, Al-Fatawa Ibnu Baz -Kitab Da’wah- 2/172, Fatawa Shiyam, 2/695-695, kumpulan Asyraf ‘Abdul Maqshud).

Kesimpulan qadha puasa syawal karena uzur

Pendapat kedua inilah yang tentram dalam hati penulis, karena qadha puasa syawal membutuhkan dalil khusus dan tidak ada dalil dalam masalah ini. Wallahu A’lam (Simak kaset Fatawa Jeddah, oleh Syaikh al-Albani, no. 7 dan Ahkamul Adzkar, Zakariya al-Bakistani, hal. 51).

Alhamdulillah, kalau memang dia benar-benar jujur dalam niatnya yang seandainya bukan karena udzur tersebut dia akan melakukan puasa Syawal, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan pahala baginya, sebagaimana dalam hadits:

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيْمًا صَحِيْحًا

"Apabila seorang hamba sakit atau bepergian, maka dia ditulis seperti apa yang dia lakukan dalam muqim sehat." (HR. al-Bukhari, 2996)

Sumber: Ensiklopedi Amalan Sunnah di Bulan Hijriyah, Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi, Abu Abdillah Syahrul Fatwa, Pustaka Darul Ilmi

Artikel www.KonsyltasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: idul fitri, shalat id, syawal, lebaran, puasa syawal