Kamis, 11 Agustus 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Hukum Orang Yang Tidak Mau Memaafkan

Posted: 10 Aug 2011 05:00 PM PDT

السؤال : انا غلطت علي شخص لانه كان يغتابنى ويحتقرنى ويحسدنى فواجهته ورفعت صوتى عليه ومديت يدى دفيتة فدعا على ياشيخ انا طلبت منه السماح ولكن لا يريد ان اكلمه اويرانى ووجهت له عن طريق اناس مقربين له انى اريد السماح منك ويدى ممدودة اليك فى اى وقت وهو رافض ولا يريد ان يرانى ماذا افعل وهل انتهى بهذا الفعل

Pertanyaan, "Aku telah berbuat salah kepada seseorang karena dia menggunjingku, merendahkan dan hasad kepadaku. Aku lantas melabraknya dan mengata-ngatainya dengan suara keras bahkan memukulnya. Akhirnya dia mendoakanku dengan doa kejelekan. Kemudian aku meminta maaf kepadanya namun dia tidak ingin bicara dan melihat diriku. Aku lantas meminta bantuan orang-orang yang dekat dengannya untuk menyampaikan keinginanku meminta maaf kepadanya. Tanganku terulur di waktu kapan pun namun dia tetap menolak dan tidak ingin melihat diriku. Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku tidak berdosa setelah melakukan upaya-upaya di atas?

الإجابه:
ما دمت انك تبذل جهدك في المصالحة والوفاق فأنت مأجور إن شاء الله وهو الآثم والله أعلم

Jawaban Syeikh Abdul Muhsin al Ubaikan, "Jika anda telah mengerahkan berbagai daya upaya untuk berdamai dengannya maka anda insya Allah mendapat pahala sedangkan dialah yang malah berdosa".
Sumber:

http://al-obeikan.com/show_fatwa/287.html

Artikel www.ustadzaris.com

Sudah membaca yang ini?

KonsultasiSyariah: Musafir yang Merasa Berat untuk Berpuasa

KonsultasiSyariah: Musafir yang Merasa Berat untuk Berpuasa


Musafir yang Merasa Berat untuk Berpuasa

Posted: 11 Aug 2011 08:40 PM PDT

Pertanyaan:

hukumnya seorang yang merasa berat untuk berpuasa?

Jawaban:

Jika menyebabkan seorang musafir tersiksa, maka hukumnya makruh; karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki yang lemas dan orang-orang berkerumun di sekitarnya. Nabi bertanya, "Mengapa dia?" Mereka menjawab, "Berpuasa." Beliau bersabda, "Tidak baik puasa dalam perjalanan." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Jika seseorang merasakan berat untuk berpuasa maka dia harus berbuka, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ada orang melapor kepadanya bahwa mereka merasa keberatan untuk berpuasa, maka beliau berbuka, kemudian dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya sebagian orang masih ada yang tetap berpuasa." Beliau bersabda, "Mereka adalah para pembangkang dan mereka adalah para pembangkang."

Sedangkan orang yang tidak merasa keberatan untuk berpuasa, sebaiknya dia berpuasa seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau juga pernah berpuasa pada waktu dalam perjalanan, seperti yang dikatakan oleh Abu Darda radhiallahu ‘anhu,

خَرَجْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي حَرِّ شَدِيْدٍ حَتَّ إنْ كَانَ أَحَدُنَا لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شَدَّةِ الْحَرِّ وَمَا فِيْنَا صَائِمٌ إِلاَّ رَسُوْلُ اللهِ وَعَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ. متفعليه

"Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan dalam cuaca yang panas terik, sehingga ada sebagian dari kami yang terpaksa meletakkan tangan di atas kepala untuk berlindung dari panas matahari. Di kalangan kami tidak ada yang berpuasa selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abdullah bin Rawahah." (HR. Muttafaq ‘alaih).

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, , , Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Ebook Gratis: “Mengapa Kita Shalat?”

Posted: 11 Aug 2011 06:18 PM PDT

Di zaman kontemporer ini, banyak orang meremehkan dan melihatnya sebagai beban yang berat bagi mereka. Bila kita mengingatkan mereka, sebagian mereka mencari-cari alasan pribadi bahwa sekarang ini sedang sibuk dengan urusan-urusan penting. Sebagian mereka ada yang beralasan pakaiannya tidak suci, sehingga tidak sah digunakan untuk . Atau bahkan dengan beribu-ribu alasan untuk menunda-nunda . Na’udzubillah

Sementara di sana, ada lagi segolongan orang berperilaku buruk dengan terang-terangan melakukan maksiat, menukar nikmat Allah Ta’ala dengan kekafiran, melecekan shalat dan menghina orang-orang yang mengerjakannya, kemudian mengaku-aku dirinya seorang muslim. Bila semata Allah Subhanahu wa Ta’ala yang disebut, kenapa hati mereka begitu jijik? Dan bila di ajak kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kenapa mereka mengatakan, “Kami mendengar tapi kami menentang!”

Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

“Maka mengapa mereka berpalig dari peringatan (Allah Subhanahu wa Ta’ala), seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut. Lari dari seekor singa.” (QS. Al-Muddatstsir: 49)

Kemarilah, wahai saudaraku, mari kita kritisi sikap-sikap mereka itu dan kita cari tahu faktor-faktor yang mendorong mereka meninggalkan shalat.

  1. Apakah shalat itu denda yang harus dibayar seseorang seperti halnya membayar pajak secara zalim?
  2. Apakah shalat hanya sekedar membuang-buang waktu, sedang seseorang tidak memiliki sisa waktu dari aktivitasnya hanya sekedar untuk buang percuma?
  3. Apakah ssalat itu prinsip paksaan, yang seseorang dipaksa melakukannya seperti dipaksa menerima prinsip-prinsip politik di negara diktator?
  4. Apakah shalat itu mengekang kebebasa mutlak seseorang dan melarang mereka menjalankan kebebasannya?
  5. Apakah shalat itu perkara yang mubah (boleh), sehingga siapa saja yang mau boleh melakukannya namun tidak diberi pahala, dan siapa yang mau boleh pula meninggalkannya namun juga tidak mendapatkan dosa?
  6. Apakah shalat merupakan suatu kebutuhan bagi kita, sehingga kita harus melaksanakannya?
  7. Apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala membutuhkan shalat kita?
  8. Apa manfaat yang akan diraih seseorang dari shalat? Apa pula kerugian yang dia tanggung jika meninggalkannya? Apakah…? Kenapa…?

Sekian banyak pertanyaan yang terlintas di dalam pikiran manusia, didiktekan oleh hawa nafsu, setan dan syahwatnya. Jika ia tidak mampu untuk menjawabnya, maka hawa nafsunya mengemukakan dan menegakkan argumen kepadanya sehingga ia merasa tenag, namun (sebenarnya ia) terhinakan.

Lalu hawa nafsunya melakukan perbuatan busuk berupa suatu pemikiran sehingga membuatnya sesat, menghiasi perbuatan buruknya terlihat baik, membenarkan pendapatnya yang rusak sehingga ia senantiasa berpegang dengannya, membekalinya dengan perdebatan-perdebatan rumit dan membuainya dengan angan-angan jauh sehingga ia tercampak ke dalam api neraka sedalam tujuh puluh tahun tanpa ia sadari.

Namun, jika ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan  tersebut dengan baik, mementahkan syubhat-syubhat (kerancuan), menjadikan akal dan logika sebagai pemutus, maka ia telah menegakkan hujjah (berargumen) terhadapnya sehingga membuatnya diam membisu dan bersembunyi.

Kini, mari kita tuntaskan pertanyaan-pertanyaan di atas satu persatu, kemudian menjawabnya dengan jawaban yang tidak menyisakan keraguan bagi orang yang ragu. Maka, siapa saja yang berpaling setelah itu, maka mereka adalah orang-orang yang berbuat zalim.

ebook gratis Mengapa Kita Shalat? klik link di bawah ini:

Download Ebook Mengapa Kita Shalat? (49)

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Pembagian Hari dan Nafkah Rumah Tangga

Posted: 11 Aug 2011 02:31 AM PDT

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaykum.

Ustadz yang dirahmati Allah, saya baru saja melakukan ta’adud (poligami, red.) dengan seorang janda yang mempunyai 1 . Saya sendiri sekarang mempunyai 4 . Bagaimanakah cara membagi waktu dan nafkah secara adil? Apakah bisa dianalogikan 2:5 sesuai jumlah tanggungan? Jazakallah khairan katsiro.

Ajat Darajat (ajat**@***.com)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah.

  1. Wajib sama dalam pembagian malam dan siang. Jika dua hari di istri pertama maka juga harus dua hari di istri kedua.
  2. Adil dalam nafkah tergantung kebutuhan anak-anak istri pertama dan anak-anak istri kedua.

Semoga Allah memberkahi keluarga dan pernikahan Anda.

Dijawab oleh Ustadz Aris Munandar, S.S., M.A. (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Baru Tahu Suci dari Haid Setelah Subuh

Posted: 10 Aug 2011 11:10 PM PDT

Pertanyaan:

Jika ada wanita haid yang setelah baru mengetahui bahwa dia telah suci, apakah dia wajib di hari itu atau harus mengqadhanya, karena dia belum berniat di malam hari?

Jawaban:

Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah.

Wanita haid yang telah suci sebelum subuh dan setelah subuh baru tahu bahwa dirinya telah suci, sementara dia belum mengonsumsi apa pun, maka hendaknya dia lanjutkan puasa dan puasanya sah, serta tidak wajib qadha, karena berniat puasa di malam hari tidak mungkin dia lakukan. Ada yang mengatakan bahwa keadaan ini merupakan pengecualian terhadap yang disebutkan dalam hadis dari Hafshah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من لم يجمع الصيام قبل الفجر فلا صيام له

Siapa saja yang belum berniat puasa sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya.’ (H.r. Abu Daud, Nasa’i, dan Turmudzi; dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Jami’ush Shaghir, no. 6538)

Hadis di atas merupakan dalil wajibnya niat, dan berniat harus dilakukan di malam hari. Hanya saja, kewajiban ini dipahami untuk orang yang mampu untuk itu, karena tidak ada beban syariat kecuali sesuai kemampuan. Dengan demikian, hadis ini dikecualikan untuk orang yang tidak mampu, sementara dia baru tahu di siang hari bahwa dia harus puasa. Seperti, kecil yang baru balig, orang gila yang baru sadar, orang kafir yang baru masuk islam, atau orang yang orang yang baru tahu di siang hari bahwa hari itu sudah tanggal 1 Ramadan. Ini sebagaimana hadis dari Salamah bin Akwa’ dan dari Rubayi’ binti Mu’awidz bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang dari Bani Aslam untuk mengumumkan, "Siapa saja yang sudah makan hendaknya dia puasa di sisa harinya dan siapa yang belum makan, jangan makan." (H.r. Bukhari dan Muslim)

Allahu a’lam.

Jawaban dari Syekh Muhammad Ali Farkus (seorang ulama Aljazair)

Diterjemahkan oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah.com) dari http://www.ferkous.com/rep/-fatawa/Bg4.php

Artikel www.KonsultasiSyariah.com