KonsultasiSyariah: Musafir yang Merasa Berat untuk Berpuasa |
- Musafir yang Merasa Berat untuk Berpuasa
- Ebook Gratis: “Mengapa Kita Shalat?”
- Pembagian Hari dan Nafkah Rumah Tangga
- Baru Tahu Suci dari Haid Setelah Subuh
Musafir yang Merasa Berat untuk Berpuasa Posted: 11 Aug 2011 08:40 PM PDT Pertanyaan: Bagaimana hukumnya seorang musafir yang merasa berat untuk berpuasa? Jika puasa menyebabkan seorang musafir tersiksa, maka hukumnya makruh; karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki yang lemas dan orang-orang berkerumun di sekitarnya. Nabi bertanya, "Mengapa dia?" Mereka menjawab, "Berpuasa." Beliau bersabda, "Tidak baik puasa dalam perjalanan." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Jika seseorang merasakan berat untuk berpuasa maka dia harus berbuka, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ada orang melapor kepadanya bahwa mereka merasa keberatan untuk berpuasa, maka beliau berbuka, kemudian dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya sebagian orang masih ada yang tetap berpuasa." Beliau bersabda, "Mereka adalah para pembangkang dan mereka adalah para pembangkang." Sedangkan orang yang tidak merasa keberatan untuk berpuasa, sebaiknya dia berpuasa seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau juga pernah berpuasa pada waktu dalam perjalanan, seperti yang dikatakan oleh Abu Darda radhiallahu ‘anhu, خَرَجْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي حَرِّ شَدِيْدٍ حَتَّ إنْ كَانَ أَحَدُنَا لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شَدَّةِ الْحَرِّ وَمَا فِيْنَا صَائِمٌ إِلاَّ رَسُوْلُ اللهِ وَعَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ. متفعليه "Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan dalam cuaca yang panas terik, sehingga ada sebagian dari kami yang terpaksa meletakkan tangan di atas kepala untuk berlindung dari panas matahari. Di kalangan kami tidak ada yang berpuasa selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abdullah bin Rawahah." (HR. Muttafaq ‘alaih). Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007 Artikel www.KonsultasiSyariah.com |
Ebook Gratis: “Mengapa Kita Shalat?” Posted: 11 Aug 2011 06:18 PM PDT Di zaman kontemporer ini, banyak orang meremehkan shalat dan melihatnya sebagai beban yang berat bagi mereka. Bila kita mengingatkan mereka, sebagian mereka mencari-cari alasan pribadi bahwa sekarang ini sedang sibuk dengan urusan-urusan penting. Sebagian mereka ada yang beralasan pakaiannya tidak suci, sehingga tidak sah digunakan untuk shalat. Atau bahkan dengan beribu-ribu alasan untuk menunda-nunda shalat. Na’udzubillah Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Maka mengapa mereka berpalig dari peringatan (Allah Subhanahu wa Ta’ala), seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut. Lari dari seekor singa.” (QS. Al-Muddatstsir: 49) Kemarilah, wahai saudaraku, mari kita kritisi sikap-sikap mereka itu dan kita cari tahu faktor-faktor yang mendorong mereka meninggalkan shalat.
Sekian banyak pertanyaan yang terlintas di dalam pikiran manusia, didiktekan oleh hawa nafsu, setan dan syahwatnya. Jika ia tidak mampu untuk menjawabnya, maka hawa nafsunya mengemukakan dan menegakkan argumen kepadanya sehingga ia merasa tenag, namun (sebenarnya ia) terhinakan. Lalu hawa nafsunya melakukan perbuatan busuk berupa suatu pemikiran sehingga membuatnya sesat, menghiasi perbuatan buruknya terlihat baik, membenarkan pendapatnya yang rusak sehingga ia senantiasa berpegang dengannya, membekalinya dengan perdebatan-perdebatan rumit dan membuainya dengan angan-angan jauh sehingga ia tercampak ke dalam api neraka sedalam tujuh puluh tahun tanpa ia sadari. Namun, jika ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan baik, mementahkan syubhat-syubhat (kerancuan), menjadikan akal dan logika sebagai pemutus, maka ia telah menegakkan hujjah (berargumen) terhadapnya sehingga membuatnya diam membisu dan bersembunyi. Kini, mari kita tuntaskan pertanyaan-pertanyaan di atas satu persatu, kemudian menjawabnya dengan jawaban yang tidak menyisakan keraguan bagi orang yang ragu. Maka, siapa saja yang berpaling setelah itu, maka mereka adalah orang-orang yang berbuat zalim. Download ebook gratis “Mengapa Kita Shalat?“ klik link di bawah ini: Download Ebook Mengapa Kita Shalat? (49) Artikel www.KonsultasiSyariah.com |
Pembagian Hari dan Nafkah Rumah Tangga Posted: 11 Aug 2011 02:31 AM PDT Pertanyaan: Assalamu ‘alaykum. Ustadz yang dirahmati Allah, saya baru saja melakukan ta’adud (poligami, red.) dengan seorang janda yang mempunyai 1 anak. Saya sendiri sekarang mempunyai 4 anak. Bagaimanakah cara membagi waktu dan nafkah secara adil? Apakah bisa dianalogikan 2:5 sesuai jumlah tanggungan? Jazakallah khairan katsiro. Ajat Darajat (ajat**@***.com) Wa’alaikumussalam warahmatullah.
Semoga Allah memberkahi keluarga dan pernikahan Anda. Dijawab oleh Ustadz Aris Munandar, S.S., M.A. (Dewan Pembina Konsultasi Syariah). Artikel www.KonsultasiSyariah.com |
Baru Tahu Suci dari Haid Setelah Subuh Posted: 10 Aug 2011 11:10 PM PDT Pertanyaan: Jika ada wanita haid yang setelah subuh baru mengetahui bahwa dia telah suci, apakah dia wajib puasa di hari itu atau harus mengqadhanya, karena dia belum berniat di malam hari? Alhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah. Wanita haid yang telah suci sebelum subuh dan setelah subuh baru tahu bahwa dirinya telah suci, sementara dia belum mengonsumsi apa pun, maka hendaknya dia lanjutkan puasa dan puasanya sah, serta tidak wajib qadha, karena berniat puasa di malam hari tidak mungkin dia lakukan. Ada yang mengatakan bahwa keadaan ini merupakan pengecualian terhadap yang disebutkan dalam hadis dari Hafshah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, من لم يجمع الصيام قبل الفجر فلا صيام له ‘Siapa saja yang belum berniat puasa sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya.’ (H.r. Abu Daud, Nasa’i, dan Turmudzi; dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Jami’ush Shaghir, no. 6538) Hadis di atas merupakan dalil wajibnya niat, dan berniat harus dilakukan di malam hari. Hanya saja, kewajiban ini dipahami untuk orang yang mampu untuk itu, karena tidak ada beban syariat kecuali sesuai kemampuan. Dengan demikian, hadis ini dikecualikan untuk orang yang tidak mampu, sementara dia baru tahu di siang hari bahwa dia harus puasa. Seperti, anak kecil yang baru balig, orang gila yang baru sadar, orang kafir yang baru masuk islam, atau orang yang orang yang baru tahu di siang hari bahwa hari itu sudah tanggal 1 Ramadan. Ini sebagaimana hadis dari Salamah bin Akwa’ dan dari Rubayi’ binti Mu’awidz bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang dari Bani Aslam untuk mengumumkan, "Siapa saja yang sudah makan hendaknya dia puasa di sisa harinya dan siapa yang belum makan, jangan makan." (H.r. Bukhari dan Muslim) Allahu a’lam. Jawaban dari Syekh Muhammad Ali Farkus (seorang ulama Aljazair) Diterjemahkan oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah.com) dari http://www.ferkous.com/rep/Ramadhan-fatawa/Bg4.php Artikel www.KonsultasiSyariah.com |
You are subscribed to email updates from Kumpulan Tanya Jawab Pendidikan Islam dan Keluarga To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar