Selasa, 27 Desember 2011

KonsultasiSyariah: Sikap Seorang Anak Dalam Menasihati Orang Tua

KonsultasiSyariah: Sikap Seorang Anak Dalam Menasihati Orang Tua


Sikap Seorang Anak Dalam Menasihati Orang Tua

Posted: 27 Dec 2011 07:56 PM PST

Sikap Seorang Anak Dalam Menasihati Orang Tua

Pertanyaan:
Bagaimana bentuk ta'awun (saling menolong) dalam kebaikan dan takwa di dalam rumah apabila bapak dan saudara tidak melaksanakan shalat berjamaah di masjid?

Jawaban:
Hal itu (ta'awun dalam kebaikan dan takwa, red.) termasuk cara nasihat yang paling utama dan kerja sama yang paling ditekankan. Apabila melihat orang tua dan saudara atau selain mereka dari penghuni rumah melakukan suatu kemungkaran maka wajib saling menasihati mereka, saling membantu dalam menghindari hal tersbeut, dan saling berwasiat dalam kebaikan menurut kemampuan masing-masing –tentunya dengna cara yang baik dan waktu yang tepat—sehingga ia bisa menghilangkan kemungkaran tersebut.

Firman Allah Ta’ala,

"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…" (QS. At-Taghobun: 16)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Apabila aku perintahkan kepada kalian suatu perkara maka laksanakanlah menurut kesanggupanmu."

Orang tua memiliki hak, saudara —kakak maupun adik— tiap-tiap mereka memiliki hak, mereka semua harus dinasihati dengan uslub (metode) yang baik, lemah lembut menurut kemampuan, sehingga tercapailah apa yang dikehendaki dan bisa menghilangkan perkara yang dilarang.

Demikian pula ditujukan kepada para juru dakwah, hendaklah ia mencari waktu-waktu yang tepat dalam menyampaikan nasihatnya, serta hendaklah menggunakan gaya bahasa yang baik. Apalagi terhadap kedua orang tua sebab mereka bukan seperti kerabat-kerabat yang lainnya. Mereka memiliki hak yang sangat agung.

Berbuat baik kepada mereka merupakan perkara wajib, menurut kemampuan. Allah berfirman (yang artinya),

وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَىَّ الْمَصِيرُ {14} وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَى أَن تُشْرِكَ بِي مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ {15}

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk memperseukutan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.." (QS. Luqman: 14-15)

Ayat ini menjelaskan sikap seorang anak jika kedua orang tuanya kafir, maka bagaimana halnya jika kedua orang tuanya muslim? Apabila kedua orang tua kafir maka sikap seorang anak adalah mempergauli mereka dengan baik serta berbuat baik kepada mereka, barangkali dengan sebab itu mereka bisa mendapatkan petunjuk. Oleh karena itu, orang tua yang muslim lebih berhak mendapatkan perlakuan semacam itu.

Maka apbila seorang ayah bermalas-malasan melakukan shalat di masjid, atau ia menerjang suatu kemungkaran yang lain —semisal merokok, mencukur jenggot, isbal, atau perbuatan-perbuatan maksiat lainnya— maka seorang anak wajib menasihati dengan cara yang baik. Demikian pula halnya bersikap terhadap ibu, saudaranya, dan yang lainnya, sehingga bisa terwujud apa yang diinginkan. (Majmu Fatawa wa Maqolat Mutawwi'ah, 6:350-351)

Sumber: Majalah Al-Mawaddah, Edisi 8 Tahun ke-1 Robi’ul Awwal 1429/Maret 2008
Penyunting Bahasa: Tim Konsultasi Syariah

Artikel www.KonsultassiSyariah.com

Materi terkait anak dan orang tua:

1. Merayakan Hari Raya Nonmuslim, karena Orang Tua Kafir.
2. Sama Hari Lahir Orang Tua Menolak Lamaran.
3. Hal Lain yang Dilakukan Orang Tua Selain Aqiqah.
4. Menghadapi Orang Tua Pemarah.
5. Nasab Anak yang Berbeda Akidah dengan Orang Tua.
6. Nikah Tanpa Restu Orang Tua.

Berdoa Mati Syahid Tanpa Menikah

Posted: 27 Dec 2011 03:30 PM PST

Berdoa Mati Syahid Tanpa Menikah

Pertanyaan:
Bismillah. Dulu saya pernah mengalami suatu kejadian yang menyebabkan saya terpuruk. Kemudian saya berdoa agar dimatikan dalam keadaan syahid, dalam keadaan tidak meikah. Tapi sekarang kondisi saya semakin membaik dan ingin berkeluarga, tapi bagaimana dengan doa saya dulu? Apa yang sebaiknya saya lakukan, Ustadz? Syukron.

Jawaban:

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberkahi hidup Anda.

Kita hidup di dunia ini penuh dengan ujian. Orang yang terlanjur berbuat jelek. Hendaknya segera beristighfar dan bertaubat kepada-Nya serta menyusulnya dengan amal yang baik sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 135.
Kita dilarang memitna mati karena tertimpa musibah. Jika sekarang keadaan Anda membaik dan ingin menikah, maka alhamdulillah, ini adalah rahmat Allah yang harus disyukuri. Dan hendaknya Anda segera mempersiapkan diri untuk menikah agar peristiwa yang lalu tidak terulang lagi.

Adapun tentang doa Anda yang lalu, cukuplah sampai di situ saja, tidak perlu dilanjutkan sampai kata dalam keadaan tidak menikah (maksudnya hanya berdoa agar mati syahid saja red.). Sebab menikah adalah sunah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Saya menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci sunahku, maka dia bukanlah termasuk golonganku."

Wallahu a'lam.

Sumber: Majalah Al Mawaddah Edisi 8 Tahun ke-3 1431 H/Maret 2010.

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Materi terkait:

1. Bunuh Diri Dengan Bakar Diri.
2. Benarkah Celana Cingkrang, Berjenggot dan Bercadar Teroris.
3. Bom Bunuh Diri Bukan Mati Syahid.

Menasihati Tetangga Menutup Aurat

Posted: 27 Dec 2011 02:15 AM PST

Menasihati Tetangga Menutup Aurat

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum. Bagaimana sikap istri menghadapi tetangga yang sengaja pamer aurat di depan suami?

Jawaban:

Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
Jika ada wanita yang membuka auratnya kepada suami atau keluarga yang berada di rumah, maka kita wajib menasihati suami dan keluarga dengan dalil dari Alquran dan hadis yang sahih. Bacakan ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang melarang kita memandang wanita yang bukan mahram, barangkali mereka belum paham lalu bacakan surat An-Nur ayat ke-30. Dan bacakan juga hadis Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang bersumber dari Jarir radhiallahu’anhu dia berkata,

"Aku bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang hukum memandang wanita dengan tiba-tiba (tanpa sengaja). Maka beliau menjawab, 'Palingkan pandanganmu'." (HR. Abu Dawud, sahih oleh Al-Albani 5:148)

Jika memandang wanita yang tanpa sengaja saja Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memalingkan pandangan mata, maka bagaimana bila disengaja?! Tentu lebih besar dosanya.

Dan bila mampu, hendaknya menasihati wanita tetangga yang datang di rumah kita dengan kata-kata lembut. Sampaikan bahwa Alquran melarang kita kaum wanita menampakkan keindahan dirinya kepada pria lain yang bukan mahram. Nasihati dia dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

"Dan janganlah wanita muslimah itu menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka…" (An-Nur: 31)

Jika nasihat ini diterima, maka alhmdulillah, inilah manfaatnya nasihat. Dan jika dia belum menerima, maka hendaknya bersabar, karena kewajiban kita hanyalah menyampaikan nasihat, dan Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Wallahu a'lam

Sumber: Majalah Al Mawaddah Edisi 8 Tahun ke-3 1431 H/Maret 2010

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Shalat dengan Baju Terkena Daging Babi

Posted: 26 Dec 2011 10:29 PM PST

Shalat dengan Baju Terkena Daging Babi

Pertanyaan:
Bolehkah shalat memakai baju yang terkena daging babi? Bolehkah menggunakan piring dan pisau yang terkena daging babi tanpa mencucinya terlebih dahulu? Apakah khamr bisa diqiyaskan dengan daging babi?

Jawaban:

Shalat dengan Baju Terkena Daging Babi

Tidak boleh seseorang mengerjakan shalat dengan memakai baju yang terkena daging babi, karena daging babi adalah najis, seperti firman-Nya,

قُل لآأَجِدُ فِي مَآأُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَن يَّكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ

"Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatau yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali jika makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor–" (Al-An’am: 145)

Berdasarkan ayat ini, maka tidak boleh seseorang shalat dengan memakai baju ini hingga mencucinya. Jika telah dicuci, maka dibolehkan shalat dengan memakai baju tersebut.

Dibolehkan menggunakan piring, pisau, dan selainnya bila telah dicuci. Sedangkan sebelum dicuci, maka tidak boleh menggunakannya karena telah terkena najis. Adapun khamr, berdasarkan pendapat yang rajih (kuat), maka ia suci dan tidak najis.

Sumber: Anda Bertanya Ulama Menjawab, Bimbingan untuk Orang yang Masuk Islam, Pustaka Imam Ahmad

Artikel www.KonsutasiSyariah.com

Materi terkait:

1. Manyucikan Celana yang Terkena Jilatan Anjing.
2. Tas dari Kulit Ular dan Buaya.
3. Cara Mencuci Wadah Bekas Daging Babi.