Kamis, 21 Juli 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Hukum Memakai Sorban

Posted: 21 Jul 2011 05:00 PM PDT

بسم الله الرحمان الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
شيخنا حفظكم الله، هل الذُّؤابة من خصائص النبي صلى الله عليه وآله وسلم؟

Pertanyaan, "Apakah memakai sorban yang berekor adalah salah satu hal yang hanya boleh untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?"

بسم الله الرحمن الرحيم
ليست الذؤابة في العمامة خاص بالنبي صلى الله عليه وسلم

Jawaban Syaikh Mahir bin Zhafir al Qahthani, "Sorban yang berekor bukanlah termasuk hal khusus yang hanya boleh dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

بل أن لبس النبي صلى الله عليه وسلم للعمامة أصلا لم يكن تعبدا بل لأنه وافق لبس قومه فلايشرع اليوم لبسها تعبدا لأن ذلك حينئذ يكون في مخالفة لمفصد النبي صلى الله عليه وسلم في الباطن وإن كان ذلك موافقا له في الظاهر

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai sorban sama sekali bukan karena motif mencari pahala dengan memakai sorban namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sekedar mengikuti model pakaian yang biasa dipakai oleh masyarakat sekelilingnya. Oleh karena itu, pada hari ini tidaklah dituntunkan untuk memakai sorban karena motif ibadah karena adanya motif semacam ini berarti menyelisihi maksud Nabi dalam bersorban meski secara lahiriah telah meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

فمقصود التأسي به أن يكون في الظاهر والباطن وليس في الظاهر وحسب

Yang disebut meneladani atau mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sisi lahiriah dan dari sisi maksud, bukan hanya dari sisi lahiriah semata.

ويدل على ذلك ماجاء في مصنف ابن أبي شيبة أو عبد الزاق أن عمر بن الخطاب رآهم يتتابعون على مكان يصلون فيه فقال ماهذا فقيل له مكان صلى فيه رسول الله عليه وسلم فقال أيها الناس من بدت له صلاة فليصلي ومن لا فلا فإنما أهلك من كان قبلكم اتباعهم آثار أنبيائهم

Dalil dalam masalah ini adalah perkataan Umar bin al Khattab yang diriwayatkan dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah atau Mushannaf Abdurrazzaq. Umar melihat orang berduyun-duyun mendatangi suatu tempat untuk mengerjakan shalat di sana. Beliau lantas bertanya, "Ada kejadian apa?". Ada yang memberi jawaban, "Itu adalah tempat yang pernah Nabi pergunakan untuk shalat". Beliau lantas mengatakan, "Wahai sekalian manusia, siapa saja yang bertepatan dengan waktu shalat mana kala dia sedang berada di suatu tempat maka silahkan shalat. Namun jika tidak, terus saja berlalu. Yang menyebabkan binasanya umat sebelum kalian hanyalah karena mereka napak tilas jejak para nabi mereka".

Sumber:

http://www.al-sunan.org/vb/showthread.php?t=7804

Artikel www.ustadzaris.com

Sudah membaca yang ini?

Konsultasi Syariah: Tentang Donor Darah

Konsultasi Syariah: Tentang Donor Darah


Tentang Donor Darah

Posted: 21 Jul 2011 03:02 PM PDT

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum, Ustadz. Saya mau tanya tentang hukumnya donor darah menurut syariat Islam, apakah dibolehkan atau diharamkan? Terima kasih.

Veri (vivere**@***.com)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah.

Bismillah wash shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah.

Mengenai hukum donor darah, dirinci sebagai berikut:

1. Penerima donor (recipient)

Para ulama menggolongkan donor darah sebagaimana “makan” bukan “berobat”. Dengan demikian, pada hakikatnya, orang yang melakukan donor darah dianggap telah memasukkan makanan berupa darah ke dalam tubuhnya. Untuk itu, ulama memberikan batasan, bahwa donor darah diperbolehkan jika dalam kondisi darurat. Dalil dalam masalah ini adalah firman Allah,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah …." (Q.s. Al-Maidah:3)

Kemudian, di akhir ayat, Allah menyatakan,

فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Barang siapa berada dalam kondisi terpaksa karena kelaparan, (lalu) tanpa sengaja (dia) berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang …." (Q.s. Al-Maidah:3)

Allah memperbolehkan hamba-Nya untuk memakan makanan yang diharamkan jika dalam kondisi terpaksa, karena kelaparan. Dalam kondisi yang sama, orang sakit yang hendak menyelamatkan nyawanya, diperbolehkan untuk memasukkan darah ke dalam tubuhnya, karena kondisi terpaksa.

2. Pendonor

Seseorang diperbolehkan melakukan donor darah, selama proses donor tersebut tidak membahayakan dirinya. Dalil dalam masalah ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لا ضرر ولا ضرار

"Tidak boleh menimbulkan bahaya atau membahayakan yang lain." (H.r. Ibnu Majah dan Ad-Daruquthni; dengan derajat hasan) (Disimpulkan dari fatwa Syekh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh)

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com