Senin, 29 Agustus 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Shalat Tarawih Bermakmum Dengan Ahli Bidah

Posted: 28 Aug 2011 05:00 PM PDT

ولاأثم على من صلى خلف مبتدع إذا لم تكن بدعته مكفر ة كما قالشيخ الاسلام ترك الصلاة خلف أهل البدع بدعة

Syaikh Mahir al Qahthani mengatakan, "Tidaklah berdosa shalat bermakmum dengan ahli bid'ah jika bid'ah yang dia miliki bukanlah bidah yang membatalkan iman sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 'Tidak mau shalat bermakmum dengan ahli bid'ah itu termasuk bid'ah'.

وأما البدع المكفرة فقد اختلف العلماء فمنهم من يمنع الصلاة خلفه ومنهم من يمنع لو أقيمت الحجة عليه والأحوط ترك الصلاة خلف مثل هذا لأنه يقول بوحدة الوجود وهي أن مافي الوجود هو عين الله عياذا بالله وأما إذا أقيمت عليه الحجة فلاتصح الصلاة خلفه قولا واحدا

Akan tetapi jika bid'ah yang ada pada dirinya adalah bid'ah yang membatalkan iman maka para ulama berselisih pendapat. Pendapat pertama, melarang shalat bermakmum dengannya. Pendapat kedua, melarang shalat bermakmum dengannya jika hujjah telah disampaikan kepadanya.

Sikap yang lebih hati-hati adalah tidak bermakmum kepada orang memiliki faham wahdatul wujud, semua yang ada di alam semesta ini adalah dzat Allah, meski hujjah belum disampaikan kepadanya.

Namun jika hujjah sudah disampaikan kepadanya maka shalat bermakmum kepadanya itu tidak sah dengan sepakat ulama.

وعلى كل حال صلاة الرجل في منزله آخر الليل للتراويح أفضل ان كان قاريئا ولو بحمل المصحف كما كان عمر يصلي في منزله لقول النبي صلى الله عليه وسلم لمن جاء يصلي خلفه التراويح ايها الناس ارجعوا فصلوا في بيوتكم فإن صلاة الرجل في بيته خير إلا المكتوبة

Walhasil, shalat Tarawih yang dilakukan oleh seseorang di rumahnya pada akhir malam itulah yang lebih baik jika dia adalah seorang yang pandai membaca al Qur'an meski membacanya melalui mushaf sebagaimana Umar sendiri shalat Tarawih di rumahnya sendiri mengingat sabda Nabi kepada orang-orang yang hendak shalat Tarawih di belakang beliau, 'Wahai sekalian manusia, pulanglah. Kerjakan shalat Tarawih di rumah kalian karena shalat seorang laki-laki di rumahnya sendiri itu yang lebih baik kecuali shalat wajib'.

وهو معارض بحديث من يقم مع الامام حتى ينصرف كتب له قيام ليلة

Penjelasan di atas nampaknya bertentangan dengan hadits 'Siapa saja yang mengerjakan shalat Tarawih bersama imam sampai imam selesai maka tercatat untuknya pahala shalat malam sepanjang malam'.

وقد جمع بينهما البيهقي فقال من كان قاريئا فصلاته في منزله خير ومن كان دون ذلك فمع الجماعة خير

Al Baihaqi mengkompromikan dua hal di atas yang nampak bertentangan dengan mengatakan bahwa siapa saja yang pandai membaca al Qur'an maka shalat tarawih di rumah baginya itu yang lebih baik. Akan tetapi jika kondisinya tidak demikian, shalat tarawih berjamaah di masjid itulah yang lebih baik baginya".

Sumber:

http://www.al-sunan.org/vb/showthread.php?t=9571

Artikel www.ustadzaris.com

Artikel Terkait

KonsultasiSyariah: Puasa Syawal Bagi yang Punya Tanggungan Qadha’ Ramadhan

KonsultasiSyariah: Puasa Syawal Bagi yang Punya Tanggungan Qadha’ Ramadhan


Puasa Syawal Bagi yang Punya Tanggungan Qadha’ Ramadhan

Posted: 29 Aug 2011 05:33 PM PDT

Bagi Orang yang Punya Tanggungan Qadha’

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya orang yang berpuasa enam hari pada bulan Syawal () bagi orang yang punya tanggungan meng-qadha’?

Jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin perihal puasa syawal:

Jawabannya adalah sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالَ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ. (رواه مسلم

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka pahalanya seperti puasa setahun penuh." (HR. Muslim).

Jika seseorang mempunyai tanggungan meng-qadha’ lalu ingin mengerjakan puasa Syawwal enam hari, apakah dia berpuasa sebelum ataukah sesudah meng-qadha’ puasa Ramadhan?

Misalnya, ada seseorang yang berpuasa di bulan Ramadhan dua puluh empat hari dan dia masih punya tanggungan meng-qadha’ enam hari, jika dia berpuasa Syawal enam hari sebelum meng-qadha’ enam hari yang ditinggalkannya, maka tidak bisa dikatakan bahwa dia berpuasa Ramadhan dan dilanjutkan dengan puasa Syawal, karena seseorang tidak bisa dikatakan telah berpuasa Ramadhan kecuali jika menyempurnakannya. Dengan demikian, tidak mendapatkan pahala puasa Syawal enam hari itu, kecuali bagi orang yang telah meng-qadha’ puasa Ramadhan yang ditinggalkannya.

Masalah ini tidak termasuk masalah yang diperselisihkan oleh para ulama tentang bolehnya seseorang mengerjakan puasa sunnah bagi orang yang punya tanggungan meng-qadha puasa Ramadhan, karena perselisihan itu di selain enam hari bulan Syawal. Sedangkan tentang puasa enam hari di bulan Syawal, tidak mungkin mendapatkan pahalanya kecuali bagi orang yang menyempurnakan puasa Ramadhan.

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, , , Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Tanya jawab seputar puasa syawal

Kata Kunci Terkait: syawal, idul fitri, shalat id, lebaran, puasa syawal

Wudhu bagi Wanita Haid

Posted: 29 Aug 2011 04:14 PM PDT

Jika

Ustadz, apakah ada larangan bagi wanita haid untuk berwudhu? Wanita haid sedang berhadas, apakah dengan wudhu, status berhadasnya bisa menjadi suci, karena fungsi wudhu ‘kan untuk bersuci?

Ellis Khairunnisa (**_elis@***.com)

Jawaban untuk wanita yang haid dan melakukan wudhu:

Tidak disyariatkan bagi wanita haid untuk berwudhu karena wudhu wanita haid tidak menghilangkan status hadasnya.

Imam Nawawi mengatakan, “Para ulama mazhab kami (Syafi’iyah) sepakat bahwa tidak dianjurkan bagi wanita haid atau nifas untuk berwudhu (sebelum tidur) karena wudhunya tidak berdampak pada statusnya, karena ketika darah haidnya sudah berhenti (sedangkan dia belum mandi suci), hukumnya seperti orang junub. (Syarh Shahih Muslim, 3:218)

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: mentruasi, bulanan wanita, wudhu, fikih wanita, kewanitaan, haid

Waktu Paling Baik Melaksanakan Puasa Syawal

Posted: 29 Aug 2011 12:08 AM PDT

Waktu Paling Baik Melaksanakan

Pertanyaan:

Kapan puasa enam hari bulan Syawwal ()yang paling baik?

Jawaban:

Puasa enam hari pada bulan Syawal yang paling baik adalah setelah Idul Fithri langsung dan harus berkesinambungan, seperti yang di-nash-kan oleh para ulama, karena hal itu lebih sempurna dalam merealisasikan kelanjutan seperti yang dinyatakan dalam hadits, "kemudian dilanjutkan". Karena, hal itu termasuk berlomba-lomba kepada kebaikan yang disenangi pelakunya oleh Allah seperti yang dicatat dalam nash. Juga karena hal itu termasuk bukti semangat yang merupakan kesempurnaan seorang hamba. Kesempatan itu tidak boleh lewat, karena seseorang tidak mengetahui apa yang akan terjadi esok, maka dari itu kita harus segera melakukan kebaikan dan harus menggunakan kesempatan sebaik-baiknya dalam segala hal yang di dalamnya telah tampak kebaikannya.

Semoga Allah memudahkan kita untuk menunaikan sunnah puasa syawal.

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, , , Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Pembahasan: Anjuran puasa syawal, faidah puasa syawal, menyegerakan puasa syawal

Kata Kunci Terkait: ebaran, keutamaan mudik, mudik, idul fitri, sunnah idul fitri, syawalan