Selasa, 02 Agustus 2011

KonsultasiSyariah: Doa Shalat Tarawih

KonsultasiSyariah: Doa Shalat Tarawih


Doa Shalat Tarawih

Posted: 02 Aug 2011 03:00 PM PDT

Pertanyaan:

Bismillah. Saya mau nanya, apakah ada setelah dan witir? Saya seorang pelaut yang bekerja di kapal, dengan lama kontrak berlayar selama 8 bulan. Mohon nasihatnya. Jazakallah khairan.

Abu Yumna (**_sltg@***.com)

Jawaban:

Bismillah.

Doa setelah tarawih

Tidak ada doa setelah tarawih maupun di sela tarawih. Yang ada adalah doa setelah witir. Adapun doa yang sering dibaca masyarakat, yaitu,

أشهد أن لا إله إلا الله، وأستغفر الله أسألك الجنة، وأعوذ بك من النار

maka doa ini berdasarkan hadis,

فاستكثروا فيه من أربع خصال، خصلتان ترضون بهما ربكم، وخصلتان لا غنى بكم عنهما، أما الخصلتان اللتان ترضون بهما ربكم فشهادة أن لا إله إلا الله، وتستغفرونه، وأما الخصلتان اللتان لا غنى بكم عنهما، فتسألون الجنة، وتعوذون من النار

Perbanyaklah melakukan 4 hal dalam bulan Ramadan. Dengan dua hal, kalian akan mendapatkan ridha dari Rabb kalian; dua hal lainnya sangat kaliat butuhkan. Dua hal, yang dengannya kalian mendapatkan ridha Rabb kalian, adalah Syahadat Laailaaha illallaah dan beristigfar kepada-Nya. Adapun dua hal yang sangat kalian butuhkan adalah kalian meminta surga dan memohon perlindungan dari neraka.”

Dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaifah dijelaskan, “Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Muhamili dalam Al-Amali (jilid 5, no.50) dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (no. 1887). Ibnu Khuzaimah berkomentar, ‘Andaikan sahih, bisa menjadi dalil.’ Juga diriwayatkan oleh Al-Wahidi dalam Al-Wasith, 1:640. Sanad hadis ini dhaif karena adanya perawi Ali bin Zaid bin Jada’an. Orang ini dhaif, sebagaimana keterangan Imam Ahmad dan yang lainnya. Imam Ibnu Khuzaimah telah menjelaskan, ‘Saya tidak menjadikan perawi ini sebagai dalil, karena hafalannya jelek.’” (Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaifah, 2:263)

Doa setelah witir

Doa pertama

اللَّهُمَّ إِني أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ ، وَبِـمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَـتِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ ، أَنْتَ كَمَا أَثْــــنَــــيْتَ عَلَى نَــــفْسِكَ

"Ya Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu, aku berlindung dengan -Mu dari hukuman-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak bisa menyebut semua pujian untuk-Mu, sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri." (H.r. An-Nasa’i, Abu Daud, dan Turmudzi; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Doa kedua

سُبْحَانَ الـمَلِكِ القُدُّوْسِ

"Mahasuci Dzat yang Maha Menguasai lagi Mahasuci." (H.r. Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Keterangan:

  • Doa ini dibaca tiga kali. Bacaan yang ketiga dibaca dengan keras dan dipanjangkan “subhaaanal malikil qudduuuuu … sssss“.
  • Tidak perlu tambahan “Rabbul malaikati war ruh“.

Dijawab oleh (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Suntikan di Siang Hari Ramadhan

Posted: 01 Aug 2011 11:17 PM PDT

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya kalau kita terpaksa harus suntik siang hari waktu Ramadan?

Esti (esti_khi@yahoo.com)

Jawaban:

Bismillah.

Suntikan di siang hari Ramadan ada dua macam:

  1. Suntikan nutrisi (infus), yang bisa menggantikan makanan dan minuman. Suntikan semacam ini membatalkan puasa karena dinilai seperti makan atau minum.
  2. Suntikan selain nutrisi, seperti: suntik obat atau pengambilan sampel darah. Suntikan semacam ini tidak membatalkan dan tidak memengaruhi puasa, baik suntikan ini diberikan di lengan atau di pembuluh. Hanya saja, jika memungkinkan, sebaiknya suntikan ini dilakukan di malam hari, dan itu lebih baik, sebagai bentuk kehati-hatian ketika puasa.

Syekh Abdul Aziz bin Baz pernah ditanya tentang hukum suntikan di pembuluh atau lengan pada siang hari di bulan Ramadan; apakah membatalkan puasa?

Jawaban beliau, “Puasanya sah, karena suntikan di pembuluh tidaklah termasuk makan atau minum. Demikian pula suntikan di lengan, lebih tidak membatalkan lagi. Akan tetapi, andaikan dia mengqadha puasanya dalam rangka kehati-hatian maka itu lebih baik. Jika hal ini diakhirkan sampai malam ketika butuh maka itu lebih baik dan lebih berhati-hati, dalam rangka keluar dari perselisihan pendapat dalam masalah ini.”

Dalam Fatwa tentang Puasa (hlm. 220), Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin pernah ditanya tentang hukum menggunakan jarum suntik di urat maupun di pembuluh.

Beliau menjawab, “Suntikan jarum di pembuluh, lengan, maupun paha diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa, karena suntikan tidaklah termasuk pembatal dan juga tidak bisa disamakan dengan pembatal puasa. Sebabnya, suntikan bukanlah termasuk makan dan minum, juga tidak bisa disamakan dengan makan dan minum …. Yang bisa membatalkan puasa adalah suntikan untuk orang sakit yang menggantikan makan dan minum (infus).”

Lajnah Daimah (Komite Tetap untuk Penelitian Ilmiah dan Fatwa) ditanya tentang hukum berobat dengan disuntik saat siang hari Ramadan, baik untuk pengobatan maupun untuk nutrisi.

Mereka menjawab, “Boleh berobat dengan disuntik di lengan atau urat, bagi orang yang puasa di siang hari Ramadan. Namun, orang yang sedang berpuasa tidak boleh diberi suntikan nutrisi (infus) di siang hari Ramadan karena ini sama saja dengan makan atau minum. Oleh sebab itu, pemberian suntikan infus disamakan dengan pembatal puasa Ramadan. Kemudian, jika memungkinkan untuk melakukan suntik lengan atau pembuluh darah di malam hari maka itu lebih baik.” (Fatawa Lajnah, 10:252)

Sumber: www.islamqa.com

Dijawab oleh (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , ,

Tidak Diberi Maaf

Posted: 01 Aug 2011 10:44 PM PDT

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum. Saya pernah berbuat zalim kepada sesama manusia. Saya menyadari akan perbuatan tersebut kemudian bertobat memohon ampun kepada Allah dan meminta kepada yang bersangkutan. Saya yakin Allah pasti akan menerima tobat saya. Yang jadi masalah adalah orang yang pernah saya zalimi belum memaafkan saya. Gimana dengan kesalahan saya ini di mata Allah?

Muchamad Amrullah (**amrullah@***.com)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam.

Jika anda sudah meminta maaf kepadanya dan sudah berusaha mengembalikan sesuatu yang menjadi haknya maka Anda tidak salah, bahkan dialah yang berdosa.

Dijawab oleh Ustadz Aris Munandar, S.S., M.A.

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Tidur Waktu Puasa

Posted: 28 Jul 2011 07:30 PM PDT

Pertanyaan:

Benarkah orang yang bernilai ibadah?

Jawaban:

Hadis tentang "tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah" merupakan hadis yang tidak benar. Hadis ini diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dari Abdullah bin Abi Aufa radhiallahu ‘anhu. Hadis ini juga disebutkan Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin, 1:242. Teks hadisnya,

نوم الصائم عبادة ، وصمته تسبيح ، ودعاؤه مستجاب ، وعمله مضاعف

"Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya dikabulkan, dan amalnya dilipatgandakan."

Dalam sanad hadis ini terdapat perawi yang bernama Ma’ruf bin Hassan dan Sulaiman bin Amr An-Nakha’i. Setelah membawakan hadis di atas, Al-Baihaqi memberikan komentar, "Ma’ruf bin Hassan itu dhaif, sementara Sulaiman bin Amr lebih dhaif dari dia."

Dalam Takhrij Ihya’ Ulumuddin, 1:310, Imam Al-Iraqi mengatakan, "Sulaiman An-Nakha’i termasuk salah satu pendusta." Hadis ini juga dinilai dhaif oleh Imam Al-Munawi dalam kitabnya, Faidhul Qadir Syarh Jami’us Shaghir. Sementara, Al-Albani mengelompokkannya dalam kumpulan hadis dhaif (Silsilah Adh-Dhaifah), no. 4696.

Oleh karena itu, wajib bagi seluruh kaum muslimin, terutama para khatib, untuk memastikan kesahihan hadis, sebelum menisbahkannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita kita boleh mengklaim suatu hadis sebagai sabda beliau, sementara beliau tidak pernah menyabdakannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memperingatkan,

إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

"Sesungguhnya, berdusta atas namaku tidak sebagaimana berdusta atas nama kalian. Siapa saja yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaknya dia siapkan tempatnya di neraka." (H.r. Bukhari dan Muslim)

Allahu a’lam.

Tanya-jawab ini disadur dari Fatwa Islam (http://www.islam-qa.com/ar/ref/106528) oleh Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Munajid.

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , , , , , , , , , , ,

Junub di Waktu Subuh Bulan Ramadan

Posted: 28 Jul 2011 03:01 PM PDT

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum, Ustadz. Jam berapakah/berapa menitkah sebelum imsak (kita boleh berada dalam keadaan) junub? Apakah sebelum sahur kita diwajibkan mandi junub?

Syahrial Samosir (**samosir@yahoo.***)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah.

Suci dari hadas besar bukan termasuk syarat sah . Karena itu, ketika seseorang mengalami junub di malam hari, baik karena atau sehabis melakukan hubungan badan, kemudian sampai masuk waktu subuh dia belum mandi wajib, puasanya tetap sah. Dalilnya:

Dari Aisyah dan Ummu Salamah radhiallahu ‘anhuma; mereka menceritakan,

كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki waktu subuh, sementara beliau sedang junub karena berhubungan dengan istrinya. Kemudian, beliau mandi dan berpuasa.” (H.r. Bukhari dan Turmudzi)

Catatan:

Orang yang junub dan telat bangun, sehingga kesempatannya hanya terbatas antara untuk mandi atau untuk sahur, manakah yang lebih diutamakan?

Jawab: Sebaiknya lebih mengutamakan sahur karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan umatnya untuk sahur, sehingga orang yang makan sahur bisa mendapatkan pahala khusus. Sementara, mandi junub bisa ditunda sampai masuk waktu subuh.

Namun ingat, sebelum makan harus berwudhu terlebih dahulu. Ini berdasarkan hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa beliau mengatakan,

كان رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا كان جنبا فأراد أن يأكل أو ينام توضأ وضوءه للصلاة

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada dalam kondisi junub, kemudian beliau ingin makan atau , beliau berwudhu sebagaimana ketika hendak .” (H.r. Muslim, no. 305)

Allahu a’lam.

Dijawab oleh (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Berendam saat Puasa

Posted: 28 Jul 2011 01:41 AM PDT

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya mendinginkan diri (berendam) bagi orang yang berpuasa?

Jawaban:

Mendinginkan diri (berendam) bagi orang yang berpuasa hukumnya boleh, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kepalanya dengan air karena panas atau dahaga ketika beliau berpuasa. Ibnu Umar pernah membasahi pakaiannya dengan air ketika dia berpuasa untuk meringankan panas atau dahaga yang sangat. Berendam tidak membatalkan , karena airnya tidak sampai masuk ke dalam perut.

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, , , Puasa dan (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , , , , ,

Menelan Ludah Saat Puasa

Posted: 27 Jul 2011 11:50 PM PDT

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum. Ustadz, ada yang ingin saya tanyakan seputar ; bagaimana hukumnya menelan ludah ketika sedang berpuasa? Apakah membatalkan kita atau bagaimana hukumnya? Demikian pertanyaan saya. Wassalamu ‘alaikum.

Mutholib (tholib**@yahoo.com)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah.

Menelan ludah tidak membatalkan puasa, meskipun banyak atau sering dilakukan ketika di masjid dan tempat-tempat lainnya. Akan tetapi, jika berupa dahak yang kental maka sebaiknya tidak ditelan, tetapi diludahkan. (Fatwa Lajnah Daimah, volume 10, hlm. 270)

Jika ada yang bertanya, “Bolehkah menelan dahak dengan sengaja?” maka jawabannya: tidak boleh menelan dahak, baik bagi yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa, karena dahak adalah benda kotor. Bahkan, bisa jadi membawa penyakit hasil metabolisme tubuh. Akan tetapi, menelan dahak tidak membatalkan puasa, selama belum diludahkan. Menelan dahak juga tidak bisa dinamakan makan maupun minum. Jika ada orang yang menelannya, padahal dahak sudah berada di mulut, hal ini pun tidak membatalkan puasanya. Demikian penjelasan Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin di Asy-Syarhul Mumti’, 6:428.

Jawaban diterjemahkan oleh (Dewan Pembina Konsultasi Syariah) dari www.islamqa.com.

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , , , , , , , , , , , , ,

Ukuran Fidyah

Posted: 27 Jul 2011 03:16 PM PDT

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum. Afwan, Ustadz. Saya mau tanya; besaran itu bagaimana? 1 orang atau bagaimana? Terus, untuk makananan di sini seperti apa? Syukran wajazakallahu khairan.

Ichal (ichal_**@yahoo.***)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin mengatakan,

Cara membayar fidyah dengan memberikan makanan kepada orang miskin ada dua:

Pertama, dengan dibuatkan makanan (siap saji), kemudian mengundang orang miskin sejumlah hari yang ditinggalkan, sebagaimana yang dilakukan Anas bin Malik radliallahu ‘anhu ketika di sudah tua.

Kedua, memberi bahan makanan kepada mereka yang belum dimasak. Para ulama mengatakan: besarnya: 1 mud (0,75 kg) untuk gandum atau setengah sha’ (2 mud = 1,5 kg) untuk selain gandum….. akan tetapi, untuk pembayaran fidyah model kedua ini, selayaknya diberikan dengan sekaligus lauknya, baik daging atau yang lainnya. Sehingga bisa memenuhi makna teks ayat, dalam firman Allah:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

"Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin." (QS. Al-Baqarah: 184)

Adapun waktu pembayaran fidyah, ada kelonggaran. Dia boleh membayarkan fidyahnya setiap hari satu-satu (dibayarkan di waktu maghrib di hari puasa yang ditinggalkan). Dia juga dibolehkan mengakhirkan pembayaran sampai selesai , sebagaimana yang dilakukan Anas bin Malik radliallahu ‘anhu.
(As-Syarhul Mumthi’, 6:207)

Dalilnya:

عن مالك عن نافع أن ابن عمر سئل عن المرءة الحامل إذا خافت على ولدها، فقال: تفطر و تطعم مكان كل يوم مسكينا مدا من حنطة

Dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma pernah ditanya tentang wanita yang khawatir terhadap anaknya (jika puasa). Beliau menjawab, “Dia boleh berbuka dan memberi makan orang miskin dengan satu mud gandum halus sebanyak hari yang dia tinggalkan.” (H.r. Al-Baihaqi dari jalur Imam Syafi’i dan sanadnya sahih)

عَن أَنَس بنِ مَالِك رضي الله عنه أَنَّه ضَعُف عَن الصَّومِ عَامًا فَصَنَع جفنَةَ ثَريدٍ ودَعَا ثَلاثِين مِسكِينًا فَأشبَعَهُم

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa ketika dirinya sudah tidak mampu puasa setahun, beliau membuat adonan tepung dan mengundang 30 orang miskin, kemudian beliau kenyangkan mereka semua. (H.r. Ad-Daruquthni; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Allahu a’lam.

Dijawab oleh (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , , , , , , , , , , ,

Hukum Memakai Alat Bantu Pernafasan Bagi Orang Berpuasa

Posted: 26 Jul 2011 10:38 PM PDT

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya memakai alat bantu pernafasan bagi orang yang , apakah hal itu membatalkan ?

Jawaban:

Memakai alat bantu pernafasan hanya berupa udara dan tidak sampai ke perut, maka menurut pendapat kami hukumnya boleh. Jika Anda memakai alat bantu pernafasan itu ketika sedang berpuasa, tidak perlu berbuka karenanya. Alasannya, seperti yang kami katakan, tidak masuk sesuatu ke dalam perut, karena yang disemprotkan oleh alat itu adalah sesuatu yang terbang, barasap dan hilang, sehingga apa yang dihirup tidak masuk ke dalam perut. Maka, boleh hukumnya menggunakan alat itu ketika Anda berpuasa dan tidak membatalkan puasa Anda karenanya.

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, , , Puasa dan (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 200

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , , , , ,

Hukum Mencium Bau Wangi Bagi Orang yang Berpuasa

Posted: 26 Jul 2011 07:29 PM PDT

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya mencium bau wangi bagi orang yang berpuasa?

Jawaban:

Mencium bau wangi tidak membatalkan baik minyak maupun asap kayu gaharu. Tetapi jika yang dicium adalah asap kayu gaharu, maka dia tidak boleh menghirup asapnya secara langsung, karena pada asap itu ada jisim yang bisa masuk ke dalam perut sehingga membatalkan, seperti air dan sebagainya. Adapun jika hanya sekadar menciumnya saja tanpa menghirupnya sehingga tidak sampai ke perut, maka hukumnya boleh.

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, , , Puasa dan (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , , , , , , , , ,

Mimpi Menjelang Subuh

Posted: 26 Jul 2011 03:00 PM PDT

Pertanyaan:

Ustadz, apakah jika kita bermimpi pada saat menjelang subuh itu ada maknanya atau tidak? Beberapa bulan yang lalu, saya bermimpi ada yang berbicara pada saya tapi tidak ada orangnya, yang terdengar hanya suaranya. Apakah benar kalau yang berbicara itu adalah malaikat? Terima kasih, Ustadz.

Ray G. (ray_mundo**@***.com)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullah.

Bismillah.

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengatakan bahwa mimpi ada tiga macam:

  1. Karena pengaruh emosi dan kondisi jiwa (حديث النفس);
  2. Godaan setan (تخويف الشيطان);
  3. Kabar gembira dari Allah (بشرى من الله).

Kita tidak bisa memastikan bahwa mimpi tersebut termasuk kabar gembira dari Allah karena yang semacam ini termasuk masalah gaib. Dengan demikian, bisa jadi, mimpi tersebut hanyalah bawaan perasaan atau godaan setan. Namun, tentang mimpi pada saat menjelang subuh, kami berprasangka bahwa itu dari setan, agar orang yang bermimpi akan menikmati mimpinya, sehingga tidak bangun untuk tahajud.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , , ,

Bersetubuh di Siang hari Ramadhan Ketika Safar

Posted: 25 Jul 2011 11:25 PM PDT

Pertanyaan:

Seorang laki-laki musafir dibolehkan tidak berpuasa pada bulan . Jika ia menyetubuhi istrinya yang sedang berpuasa, apakah ada kaffarah -(tebusan)nya? Dan bagaimana menebusnya jika si istri dipaksa oleh suaminya?

Jawaban:

Menurut saya tidak ada kaffarah atasnya jika ia memang musafir yang jarak tempuhnya membolehkannya berbuka (tidak berpuasa), karena ia memang dibolehkan makan di siang Ramadhan, maka ia pun dibolehkan menggauli istrinya. Jika si istri sedang berpuasa, maka ia boleh berbuka karena hal tersebut, apalagi jika memang itu dipaksa oleh suaminya. Maka, menurut saya itu tidak berdosa dan tidak ada kaffarah atasnya. Hanya Allah-lah yang mampu memberi petunjuk.

Syaikh Ibnu Utsaimin, Fatawa ash-Shiyam, dikumpulkan oleh Muhammad al-Musnad, hal. 41.

Sumber: Fatwa-Fatwa Terkini, Jilid 1, Darul Haq, Cetakan VI, 2009
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Hukum Berpuasa Bulan Sya’ban

Posted: 25 Jul 2011 11:13 PM PDT

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya berpuasa pada bulan Sya’ban?

Jawaban:

Berpuasa pada bulan Sya’ban hukumnya sunnah dan memperbanyak di dalamnya juga termasuk sunnah, hingga Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, "Saya tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa daripada di bulan Sya’ban." Berdasarkan hadits ini, kita harus memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.

Ahlul ilmi berkata, "Puasa di bulan Sya’ban seperti sunnah Rawatib bila dibandingkan dengan wajib, dan puasa bulan Sya’ban seakan-akan menjadi muqaddimah bagi puasa atau sunnah Rawatib-nya bulan . Maka dari itu, disunnahkannya puasa di bulan Sya’ban dan puasa enam hari pada bulan Syawwal diibaratkan seperti shalat Rawatib sebelum dan sesudah shalat fardhu. Puasa bulan Sya’ban mempunyai faidah lain yaitu menenangkan jiwa dan mempersiapkan diri untuk berpuasa di bulan Ramadhan, sehingga ketika memasuki bulan Ramadhan seseorang sudah siap dan mudah melaksanakannya."

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, , Puasa dan (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Apakah Debu Membatalkan Puasa

Posted: 25 Jul 2011 08:03 PM PDT

Pertanyaan:

Apakah debu membatalkan ? Dan apakah inhaler yang biasa digunakan oleh para penderita penyakit asma juga membatalkan puasa?

Jawaban:

Debu tidak membatalkan puasa, walau orang yang sedang berpuasa diperintahkan untuk melindungi diri darinya. Demikian juga inhaler yang biasa digunakan oleh para penderita penyakit asma tidak membatalkan puasa, karena tidak berbentuk, bahkan prosesnya itu hanya masuk dan keluar melalui saluran pernafasan, bukan melalui saluran makan dan minum.

Syaikh Ibnu Jibrin, Fatawa ash-Shiyam, disusun oleh Rasyid az-Zahrani, hal. 49.

Sumber: Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, Darul Haq, Cetakan VI, 2009.
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , , , , ,

Batas Shalat Ketika Hendak Melahirkan

Posted: 25 Jul 2011 03:00 PM PDT

Pertanyaan:

Bismillah. Ustadz, bagaimana hukum wanita yang sedang dalam kondisi hampir melahirkan, di mana ia sudah tidak berdaya karena sakitnya proses persalinan sementara sudah masuk waktu ? Apakah ia sudah dihukumi nifas atau wajib meng-qadha shalatnya pada waktu selesai nifasnya? Jazakumullahu khairan.

Umi Saad (**saad@***.com)

Jawaban:

Bismillah.

Tentang darah yang keluar beberapa saat sebelum melahirkan, dirinci menjadi dua.

  1. Jika keluarnya darah tersebut disertai dengan sakitnya kontraksi karena proses pembukaan maka darah adalah darah nifas.
  2. Jika keluarnya darah tersebut tidak disertai dengan kontraksi maka darah itu bukan nifas, tetapi istihadah.

Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin menerangkan bahwa Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Darah yang dilihat wanita ketika mulai berkontraksi itu berstatu sebagai darah nifas. Yang dimaksud “kontraksi” adalah ‘proses pembukaan yang merupakan tahapan proses melahirkan’. Jika tidak disertai kondisi semacam ini maka bukan nifas.” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibni Utsaimin, 4:328)

Allahu a’lam.

Dijawab oleh (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Kata Kunci Terkait: , , ,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar