Kamis, 27 Oktober 2011

KonsultasiSyariah: Hal Lain yang Harus Dilakukan Selain Aqiqah

KonsultasiSyariah: Hal Lain yang Harus Dilakukan Selain Aqiqah


Hal Lain yang Harus Dilakukan Selain Aqiqah

Posted: 27 Oct 2011 07:04 PM PDT

Hal Lain yang Harus Dilakukan Selain

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Jika kita telah melahirkan anak, baik laki-laki ataupun perempuan, kita disyariatkan untuk  melaksanakan Aqiqah jika mampu. Apakah ada hal lain lagi yang harus dilakukan selain aqiqah? Yang saya tau ada hal mencukur rambut anak lalu berat rambut tersebut ditimbang dan hasilnya di kalikan dengan nilai per gram emas yang berlaku saat ini. Apakah hal tersebut ada dan disunahkan?
Jazakumullah Khairan Katsiran. Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Penanya: tamiXXXXXXXX@yahoo.com

Jawaban:

Wa ‘alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Kelahiran Anak dan Aqiqah

Hari Pertama Kelahiran

Ada beberapa hal yang disyariatkan di hari pertama kelahiran anak:

[1]. Tidak boleh merasa sedih karena mendapat anak perempuan. Di antara kebiasaan masyarakat musyrikin jahiliyah adalah bersedih dan marah ketika mendapat anak perempuan. Allah mencela mereka melalui firman-Nya,

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُ مْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ

"Apabila seseorang dari mereka (musyrikin jahiliyah) diberi kabar dengan (kelahiran)anak perempuan, hitamlah wajahnya dan dia sangat marah."

[2]. Bersyukur atas nikmat Allah

Anak termasuk nikmat Allah. Allah berfirman, yang artinya: "Harta dan anak adalah berhiasan kehidupan dunia." (QS. Al Kahfi: 46). Oleh karena itu, apapun keadaannya wajib disyukuri. Allah telah berjanji akan menambahkan nikmatnya. Allah berfirman, yang artinya, "Jika kamu bersyukur maka sungguh kami akan menambahkan nikmat untuk kalian." (QS. Ibrahim: 7).

Bertambahnya nikmat ini bermacam-macam. Bentuknya bisa berupa ketaatan anak pada orang tua, pengabdian anak, keberkahan bagi keluarga, dan nikmat lainnya.

[3]. Adzan di Telinga Bayi

Terdapat sebuah hadits dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adzan di telinga kanan Hasan bin Ali di hari ketika dia dilahirkan, dan iqamah di telinga kanannya. (HR. Al Baihaqi). Namun, hadits ini adalah hadits yang lemah, karena itu tidak boleh dijadikan dalil.

Kesimpulannya, tidak disyariatkan mengumandangkan adzan di telinga bayi ketika baru dilahirkan.

[4]. Tahnik

Tahnik adalah menyuapi bayi dengan kurma yang sudah dilumatkan.Dianjurkan untuk mentahnik bayi di hari kelahirannya, dalilnya: Dari Abu Musa radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Nabi memberi nama bayiku Ibrahim dan men-tahnik dengan kurma lalu mendoakannya dengan keberkahan. (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Thalhah radliallahu ‘anhu, ketika anaknya lahir, Anas bin Malik membawanya ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa beberapa kurma. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunyah kurma tersebut dan meletakkannya di mulut bayi (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Beberapa adab ketika men-tahnik bayi:

a. Hendaknya menggunakan kurma. Jika tidak ada bisa menggunakan madu.

b. Kurma dikunyah kemudian diletakkan di langit-langit mulut bayi.

c. Yang men-tahnik adalah orang yang shalih di kampungnya.

d. Orang yang men-tahnik bayi, hendaknya mendoakan keberkahan untuk bayi

[5]. Memberi ucapan selamat kepada orang tua bayi

Dianjurkan bagi kerabat dekat, keluarga, tetangga untuk memberi ucapan selamat kepada orang tua bayi. Karena Allah memberi ucapan selamat kepada para nabi yang mendapatkan anak.Allah berfirman, yang artinya: "Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya.." (QS. Maryam: 7).

Diantara yang dicontohkan adalah:

بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي الـمَوهُوبِ لَكَ , وَ شَكَرْتَ الوَاهِبَ , وَ بَلَغَ أَشُدَّهُ , وَ رُزِقْتَ بِرَّهُ

"Semoga Allah memberkahi anak yang diberikan kepadamu, semoga kamu bisa mensyukuri Dzat Yang Memberi, dia bisa sampai dewasa, dan kamu mendapatkan ketaatan anakmu." (Hisnul Muslim).

[6]. Menguburkan ari-ari

Tidak ada tata cara khusus ketika menguburkan ari-ari. Karena semua kebiasaan masyarakat ketika menguburkan ari-ari, semua berasal dari adat jawa. Tujuan ari-ari dikubur, agar tidak mengganggu orang lain.

[7]. Memberi nama

Dibolehkan memberi nama bayi di hari lahir, dan baru diumumkan ketika aqiqah. Dari Abu Musa radliallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Ketika anakku lahir, aku membawanya ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Nabi memberi nama bayiku: Ibrahim dan men-tahnik dengan kurma, dan mendo’akannya dengan keberkahan. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Di Hari Ketujuh

Beberapa amalan yang disyariatkan untuk dilakukan di hari ketujuh setelah kelahiran:

[a]. Mencukur rambut bayi dan bersedekah dengan perak seberat timbangan rambut.

Dari Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu, bahwa ketika aqiqahnya Hasan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Fatimah: "Hai Fatimah, cukur rambutnya dan sedekahlah dengan perak seberat rambutnya kepada orang miskin." (HR. Ahmad, At Turmudzi dan dishahihkan Al Albani).

Dari Samurah bin Jundub radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Yaitu disembelihkan (kambing) untuknya di hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama." (HR. Abu Daud, An Nasa’i dan dishahihkan Al Albani).

Keterangan:

Dianjurkan untuk menggundul rambut bayi –sebisa mungkin– di hari ketujuh setelah kelahiran

Yang mencukur adalah orang tua bayi, Ibunya atau bapaknya. Dan tidak disyariatkan mencukur bayi bareng-bareng ketika perayaan aqiqah.

Rambut yang sudah dicukur ditimbang (boleh dikira-kira jika rambutnya terlalu sedikit) Bersedekah dengan uang seharga perak yang beratnya sama dengan rambut bayi, diserahkan kepada fakir miskin.

[b]. Memberi nama bayi dan mengumumkannya

Dari Samurah bin Jundub radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Yaitu disembelihkan (kambing) untuknya di hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama." (HR. Abu Daud, At Turmudzi, An Nasa’i dan dishahihkan Al Albani)

Keterangan:

Bagi yang belum memberi nama bayi di hari pertama, maka hendaknya memberi nama bayi di hari ketujuh bersama dengan aqiqahnya. Boleh memberi nama setelah hari ketujuh. Namun sebaiknya TIDAK menunda setelah aqiqah.

[c]. Aqiqah

Aqiqah untuk bayi hukumnya wajib bagi yang mampu. Bahkan Imam Ahmad menganjurkan untuk berhutang bagi yang kurang mampu. Imam Ahmad mengatakan, “Allah akan membantu melunasinya karena dia telah melestarikan sunnah.”

Diantara dalil bahwa aqiqah itu wajib bagi yang mampu adalah hadis dari Samurah bin Jundub radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya…" (HR. Abu Daud, At Turmudzi, An Nasa’i dan dishahihkan Al Albani).

Makna hadis:
Ada dua penjelasan ulama tentang makna hadis:

Pertama, syafa’at yang diberikan anak kepada orang tua tergadaikan dengan aqiqahnya. Artinya, jika anak tersebut meninggal sebelum baligh dan belum diaqiqahi maka orang tua tidak mendapatkan syafaat anaknya di hari . Ini adalah keterangan dari Imam Ahmad.

Kedua, keselamatan anak dari setiap bahaya itu tergadaikan dengan aqiqahnya. Jika diberi aqiqah maka diharapkan anak akan mendapatkan keselamatan dari mara bahaya kehidupan. Atau orang tua tidak bisa secera sempurna mendapatkan kenikmatan dari keberadaan anaknya. Keterangan Mula Ali Qori (ulama madzhab hanafi).

Ketiga, Allah jadikan aqiqah bagi bayi sebagai sarana untuk membebaskan bayi dari kekangan setan. Karena setiap bayi yang lahir akan diikuti setan dan dihalangi untuk melakukan usaha kebaikan bagi akhirat. Dengan aqiqah akan membebaskan bayi dari kekangan setan dan bala tentaranya.

Dijawab Oleh Ustadz Amni Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Artikel yang berkaitan dengan Aqiqah:

1. Aqiqah Ketika Sudah Dewasa.

2. Kurban Dulu atau Aqiqah Dulu.

3. Yang Harus Dilakukan Orang Tua Ketika Mendapat Buat Hati.

4. Berhutang untuk Aqiqah.

5. Bolehkan Menggabungkan Kurban dan Aqiqah.

Kata Kunci Terkait: aqiqah, tata cara aqiqah, hukum aqiqah, hewan aqiqah, aqiqah anak, cara aqiqah, akikah

Kurban Satu Ekor Kambing untuk Sekeluarga

Posted: 27 Oct 2011 02:00 AM PDT

Hukum Satu Ekor Kambing untuk Sekeluarga

Assalamu’alaikum ustadz. Apa hukumnya 1 ekor kambing dengan niat bukan perorangan tapi untuk 1 keluarga ?
Syukron, jazakumullah atas jawabannya.

Penanya: kotjip_XXXXX@yahoo.com

Jawaban:
Wa’alaikumussalam

Seekor kambing cukup untuk kurban satu keluarga, pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Sebagaimana ditunjukkan dalam hadits dari Abu Ayyub radhiyallahu'anhu yang mengatakan,

كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ

"Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya." (HR. Tirmidzi, ia menilainya shahih, Minhaajul Muslim, Hal. 264 dan 266).

Oleh karena itu, tidak selayaknya seseorang mengkhususkan kurban untuk salah satu anggota keluarganya tertentu. Misalnya, kurban tahun ini untuk bapaknya, tahun depan untuk ibunya, tahun berikutnya untuk anak pertama, dan seterusnya. Sesungguhnya karunia dan kemurahan Allah sangat luas maka tidak perlu dibatasi.

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban untuk dirinya dan seluruh umatnya. Suatu ketika rasulullah hendak menyembelih kambing kurban, sebelum menyembelih rasulullah mengatakan,

اللّهُمّ هَذَا عَنِّي، وَعَمَّنْ لَـمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

“Ya Allah ini –kurban– dariku dan dari umatku yang tidak berkurban.” (HR. Abu Daud, no.2810 dan Al-Hakim 4:229 dan dishahihkan Syekh Al-Albani dalam Al Irwa’ 4:349).

Berdasarkan hadits ini, Syekh Ali bin Hasan Al-Halaby mengatakan, “Kaum muslimin yang tidak mampu berkurban, mendapatkan pahala sebagaimana orang berkurban dari umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Ahkamul Idain, Hal. 79)

Adapun yang dimaksud: “…kambing hanya boleh untuk satu orang, sapi untuk tujuh orang, dan onta 10 orang…” adalah biaya pengadaannya. Biaya pengadaan kambing hanya boleh dari satu orang, biaya pengadaan sapi hanya boleh dari maksimal tujuh orang dan kurban unta hanya boleh dari maksimal 10 orang. Allahu a’lam.

Batasan "anggota keluarga" yang tercakup dalam pahala berkurban

Siapa saja anggota keluarga yang tercakup dalam kegiatan berkurban seekor kambing?

Ulama berselisih pendapat tentang batasan "anggota keluarga" yang mencukupi satu hewan kqurban.

Pertama, masih dianggap anggota keluarga, jika terpenuhi 3 hal: tinggal bersama, ada hubungan kekerabatan, dan sohibul kurban menanggung nafkah semuanya. Ini adalah pendapat Madzhab Maliki. Sebagaimana yang ditegaskan dalam At-Taj wa Iklil –salah satu kitab Madzhab Maliki- (4:364).

Kedua, semua orang yang berhak mendapatkan nafkah sohibul kurban. Ini adalah pendapat ulama mutaakhir (kontemporer) di Madzhab Syafi’i.

Ketiga, semua orang yang tinggal serumah dengan sohibul kurban, meskipun bukan kerabatnya. Ini adalah pendapat beberapa ulama syafi’iyah, seperti As-Syarbini, Ar-Ramli, dan At-Thablawi. Imam ar-Ramli ditanya:

Apakah bisa dilaksanakan ibadah kurban untuk sekelompok orang yang tinggal dalam satu rumah, meskipun tidak ada hubungan kekerabatan di antara mereka?

Ia menjawab, “Ya bisa dilaksanakan.” (Fatawa Aar-Ramli, 4:67)

Sementara Al-Haitami mengomentari fatwa Ar-Ramli, dengan mengatakan,

“Mungkin maksudnya adalah kerabatnya, baik laki-laki maupun perempuan. Bisa juga yang dimaksud dengan ahlul bait (keluarga) di sini adalah semua orang yang mendapatkan nafkah dari satu orang, meskipun ada orang yang aslinya tidak wajib dinafkahi. Sementara perkataan sahabat Abu Ayub: "Seorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya” memungkinkan untuk dipahami dengan dua makna tersebut. Bisa juga dipahami sebagaimana zahir hadits, yaitu setiap orang yang tinggal dalam satu rumah, interaksi mereka jadi satu, meskipun tidak ada hubungan kekerabatan. Ini merupakan pendapat sebagian ulama. Akan tetapi terlalu jauh (dari kebenaran). (Tuhfatul Muhtaj, 9:340).

Kesimpulannya, sebatas tinggal dalam satu rumah, tidak bisa dikatakan sebagai ahli bait (keluarga). Batasan yang mungkin lebih tepat adalah batasan yang diberikan ulama Madzhab Maliki. Sekelompok orang bisa tercakup ahlul bait (keluarga) kurban, jika terpenuhi tiga syarat: tinggal bersama, ada hubungan kekerabatan, dan tanggungan nafkah mereka sama dari kepala keluarga.

Allahu a’lam.

Disadur dari: http://www.islamqa.com/ar/ref/160395/الأضحية

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsutasiSyariah.com

Artikel yang berkaitan dengan berkurban:

1. Hewan Kurban Cacat Karena Kecelakaan.

2. Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal.

3. Tuntunan Hari Raya dan Takbiran.

4. Arisan Kurban dan Silaturahmi Trah.

5. Menggabungkan Kurban dengan Aqiqah.

6. Kurban via Online.

7. Berkurban dengan Sapi yang Jatuh Hingga Sekarat.

8. Ebook Panduan Kurban.

Kata Kunci Terkait: jual kambing kurban, akikah, daging kurban, ebook kurban, kurban

Tidak ada komentar:

Posting Komentar