Sabtu, 05 November 2011

Tegar Di Atas Sunnah

Tegar Di Atas Sunnah


Jabat Tangan Ketika Masuk Majelis

Posted: 04 Nov 2011 05:00 PM PDT

حكم مصافحة الداخل للجالسين في المجلس

السؤال
فضيلة الشيخ! هل في مصافحة الداخل على الجالسين دليل من الكتاب والسنة أو فعل الرسول صلى الله عليه وسلم جزاك الله خيراً؟

Pertanyaan, "Apakah perbuatan yang dilakukan sebagian orang jika masuk ke suatu ruangan lantas menjabat tangan orang-orang yang sudah hadir terlebih dahulu itu ada dalilnya berupa alqur'an, hadits atau perbuatan Rasul?"

الجواب
لا أعلم فيها شيئاً من السنة، ولهذا لا ينبغي أن تفعل، بعض الناس الآن إذا دخل المجلس بدأ المصافحة من أول واحد إلى آخر واحد، وهذا ليس بمشروع فيما أعلم، وإنما المصافحة عند التلاقي، أما الدخول إلى المجالس فإنه ليس من هدي الرسول صلى الله عليه وسلم ولا أصحابه أن يفعلوه، وإنما كان الرسول صلى الله عليه وسلم يأتي ويجلس حيث ينتهي به المجلس ولم نسمع أيضاً أنه إذا جلس حيث انتهى به المجلس أنهم يقومون ويصافحونه.

Jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, "Aku tidak mengetahui adanya hadits yang mendukung perbuatan tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya tidak dilakukan. Sebagian orang saat ini jika masuk ke suatu majelis dia akan menjabat tangan semua hadirin yang sudah datang terlebih dahulu dari awal sampai akhir.
Sebatas pengetahuanku, hal ini tidaklah dituntunkan. Jabat tangan hanya dituntunkan ketika berjumpa. Sedangkan jabat tangan ketika masuk ke suatu majelis maka ini tidaklah dilakukan oleh rasul tidak pula para sahabatnya. Yang dilakukan oleh Rasulullah jika beliau memasuki suatu majelis beliau langsung duduk di tempat yang masih longgar. Kami belum pernah mendengar riwayat yang mengatakan bahwa ketika Nabi duduk di tempat longgar yang ada pada suatu majelis yang beliau datangi para sahabat lantas berdiri dan menjabat tangan beliau.

فالمصافحة على هذا الوجه ليست بمشروعة، وقد سألت عنها من نعتمدهم من مشايخنا فقالوا: لا نعلم لها أصلاً في السنة،

Jadi jabat tangan semacam itu adalah suatu hal yang tidak dituntunkan. Aku pribadi pernah menanyakan hal ini kepada salah seorang guru andalan kami. Jawaban beliau, "Aku tidak mengetahui dalil hadits yang mendukung perbuatan tersebut".

وبعض الناس إذا دخل بالقهوة أو بالشاي صب للذي على يمينه ولو كان أصغر القوم بناءً على التيامن في كل شيء، وهذا أيضاً ليس بمشروع، إذا دخلت فابدأ بالأكبر ثم أعط للذي على يمينك أنت؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم رأى في المنام اثنين وفي يده سواك أراد أن يعطيه لأحدهما فقيل له: ( كبر كبر ) يعني: ابدأ بالأكبر فالأكبر،

Sebagian orang jika masuk ke suatu ruangan sambil membawa kopi atau air teh, dia akan menuangkan minuman yang dia bawa kepada orang yang ada di sisi kanannya meski dia anak kecil karena anggapan dianjurkannya mendahulukan yang kanan dalam segala sesuatu. Ini juga termasuk perbuatan yang tidak dituntunkan.

Yang benar, jika anda masuk ke suatu ruangan membawa minuman maka dahulukan yang paling sepuh lalu berikan kepada orang yang ada di sisi kananmu. Karena Nabi bermimpi melihat dua orang lantas beliau ingin memberikan kayu siwak yang ada di tangan beliau kepada salah seorang diantara keduanya. Lantas ada yang mengatakan kepada beliau, "Dahulukan yang lebih tua usianya baru yang lebih muda!".

إذا كان إنسان على يمينه شخص وعلى يساره آخر وأراد أن يعطيهم شيئاً فليبدأ باليمين؛ لأن هذا يمين وهذا يسار، أما الذي أمامك فابدأ بالأكبر

Jika kita duduk di suatu posisi dan di sisi kanan dan kiri kita ada orang lalu kita ingin memberi sesuatu kepada mereka maka dahulukan yang ada di sisi kanan karena dalam hal ini ada sisi kanan dan sisi kiri. Sedangkan jika orang-orang yang akan anda beri sesuatu itu ada di depan anda maka dahulukan orang yang paling sepuh.

فإذا دخلت على المجلس ومعك الشاي والقهوة، فابدأ بالأكبر ثم بالذي على يمينك.

Jadi jika anda memasuki suatu majelis sambil membawa kopi atau air teh maka dahulukanlah orang yang paling sepuh baru orang yang ada di sisi kananmu" [Liqa' al Bab al Maftuh 18/32, Maktabah Syamilah].

Artikel Terkait

Fikih Jual Beli dan Faham Sekuler

Posted: 02 Nov 2011 05:00 PM PDT

Diperbolehkannya jual beli adalah suatu hal yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Kita pasti membutuhkan barang yang dimiliki oleh orang lain karena kita tidak bisa memproduksi sendiri semua yang kita perlukan. Untuk mendapatkan barang yang dimiliki oleh orang lain adalah dua pilihan di hadapan kita. Boleh jadi barang tersebut kita dapatkan dengan cara-cara kezaliman semisal merampok atau mencuri. Pilihan yang kedua adalah dengan cara jual beli. Oleh karena itu, bolehnya transaksi jual beli adalah kebutuhan vital dalam hidup manusia.

Jika kita membaca apa yang digoreskan oleh para ulama dalam buku-buku mereka dalam pembahasan fikih muamalah akan kita jumpai sekian banyak dalil dari al Qur'an dan sunnah yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesama manusia baik tentang jual beli, sewa menyewa, hutang piutang, riba dll. Hal ini menunjukkan bahwa faham sekuler yang menjadikan agama sebagai urusan pribadi masing-masing orang karena agama hanya diperbolehkan mengatur hubungan seorang hamba dengan pencipta-Nya adalah sebuah pembatal keimanan.

Faham sekuler melarang agama untuk masuk ke dalam ranah sosial, mengatur hubungan bertetangga, perdagangan, ketatanegaraan dll. Seorang muslim yang menerima faham ini berarti membatalkan keimanan dan keislamannya. Dengan menerima faham sekuler maka akan ada sekian banyak dalil dari al Qur'an dan sunnah yang terdapat dalam bab muamalah di buku-buku fikih yang diingkari dan ditolak orang tersebut. Padahal menolak atau mengingkari satu saja dari ayat al Qur'an adalah pembatal keimanan.

Diantara pelajaran penting yang kita dapatkan dengan mempelajari aturan-aturan Islam dalam masalah jual beli adalah keyakinan bahwa Islam itu telah mengatur seluruh sendi kehidupan. Islam juga mengatur urusan sosial di samping mengatur ritual ibadah. Hal ini pun telah diakui oleh orang-orang kafir.

 عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَلْمَانَ قَالَ قِيلَ لَهُ قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- كُلَّ شَىْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ. قَالَ فَقَالَ أَجَلْ

Dari Abdurrahman bin Yazid dari Salman al Farisi, ada orang musyrik yang berkata kepada Salman, "Nabi kalian telah mengajari kalian segala sesuatu sampai-sampai masalah buang hajat". (Dengan nada bangga) Salman menjawab, "Memang benar" [HR Muslim no 629].

Bahkan patut kita ingat bahwa ayat yang paling panjang dalam al Qur'an adalah ayat yang membahas permasalah muamalah tepatnya permasalahan jual beli yang tidak kontan. Itulah ayat ke-282 dari surat al Baqarah.

Inilah keyakinan yang wajib dimiliki oleh setiap muslim. Inilah diantara kelebihan yang dimiliki oleh Islam yang tidak dimiliki oleh agama-agama yang lain. Tidaklah kita jumpai sebuah agama yang mengatur masalah-masalah sosial dengan demikian detail sebagaimana Islam.

Akhirnya, marilah kebanggaan kita sebagai seorang muslim kita jadikan cambuk yang mendorong kita untuk lebih semangat mengkaji aturan-aturan Islam diantaranya adalah aturan-aturan Islam dalam bidang sosial terutama aturan Islam dalam dunia perdagangan.

Artikel Terkait

Pengakuan Hasan al Bana

Posted: 31 Oct 2011 05:00 PM PDT

Saat ada yang mengajukan kepada Syaikh Hasan al Bana mengenai hukum tawassul beliau memberikan jawaban sebagai berikut,

يا أخي، إني لست بعالم، ولكني رجل مدرس مدني أحفظ بعض الآيات، وبعض الأحاديث النبوية الشريفة وبعض الأحكام الدينية من المطالعة في الكتب، وأتطوع بتدريسها للناس. فإذا خرجت بي عن هذا النطاق فقد أحرجتني، ومن قال لا أدري فقد أفتى، فإذا أعجبك ما أقول، ورأيت فيه خيرا، فاسمع مشكورا، وإذا أردت التوسع في المعرفة، فسل غير من العلماء والفضلاء المختصين، فهم يستطيعون إفتاءك فيما تريد، وأما أنا فهذا مبلغ علمي، ولا يكلف الله نفسا إلا وسعها

"Wahai saudaraku, aku bukanlah ulama. Aku hanyalah seorang guru umum yang hafal beberapa ayat al Qur'an, beberapa hadits serta beberapa hukum agama melalui telaah terhadap beberapa buku. Dengan senang hati dan suka rela kuajarkan hal-hal tersebut kepada banyak orang.

Jika kau paksa aku untuk keluar dari koridor di atas maka engkau telah menyusahkanku.

Siapa yang mengatakan 'saya tidak tahu' sungguh dia juga telah berfatwa.

Jika engkau menyukai ceramah yang kusampaikan dan kulihat ada kebaikan padanya maka aku berterima kasih atas kesediaan anda untuk mendengarkan ceramahku.

Jika engkau mendapatkan pengetahuan agama yang luas maka bertanyalah kepada selainku yaitu para ulama dan orang yang memang spesialis dalam bidang ilmu. Merekalah orang yang bisa memberikan fatwa kepadamu mengenai masalah apa saja yang kau inginkan. Sedangkan diriku, maka sampai di sinilah kapasitas keilmuanku dan Allah tidaklah membebani seseorang lebih dari kemampuannya" [Mudzakirat ad Dakwah wad Daiyyah hal 85. Bisa juga dibaca di tautan berikut:

http://www.qaradawi.net/library/58/3021.html

http://www.qaradawi.net/library/58/3018.html]

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar