KonsultasiSyariah: Kadar Nafkah yang Wajib Atas Suami |
Kadar Nafkah yang Wajib Atas Suami Posted: 20 Dec 2011 04:00 PM PST Kadar Nafkah yang Wajib Atas SuamiPertanyaan: لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَاهُ اللهُ لاَيُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ مَآءَاتَاهَا سَيَجْعَلُ اللهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا "Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepada." (QS. Ath-Thalaq: 7) Tidak boleh wanita menuntut sesuatu di luar kemampuan suaminya dan tidak dibolehkan menuntut sesuatu yang di luar kewajaran walaupun suaminya mampu, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ "Dan bergaul-lah dengan mereka secara patut." (An-Nisa: 19) Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf." (Al-Baqarah: 228) Sebaliknya suami tidak boleh menahan harta dan tidak memberi nafkah kepada istri secara wajar sebab sebagian suami yang pelit menahan hartanya dan tidak mau memberi nafkah kepada istrinya. Dalam kondisi seperti ini istri boleh mengambil nafkah dari harta suaminya walaupun tanpa sepengetahuannya. Dalam suatu riwayat Hindun bin Utbah mengeluh kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa suaminya, Abu Sofyan bakhil (pelit/kikir) tidak memberi nafkah secara wajar kepada keluarganya, beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Ambillah dari hartanya yang bisa mencukupi kebutuhanmu dan keluargamu." Sumber: Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Jilid 2, Darul Haq, Cetakan VI 2010 Artikel www.KonsultasiSyariah.com |
Posted: 20 Dec 2011 12:07 AM PST Masalah KewanitaanPertanyaan: Adapun mengenai cairan putih, maka yang dimaksud dengan cairan tersebut adalah jika seorang wanita menggunakan kapas atau pembalut di tempat keluarnya cairan itu, lalu cairan itu tidak berubah dan tetap keluar dengan warna putih, maka itulah yang dinamakan dengan cairan putih yang sebenarnya. Dan jika cairan itu berubah warna maka ini adalah merupakan bukti bahwa darah haidh belum berhenti. Sebagian kaum wanita ada yang tidak mengeluarkan cairan putih ini akan tetapi kebiasaannya adalah mengeluarkan cairan berwarna keruh pada masa antara satu masa haidh dengan masa haidh lainnya. Jika demikian berarti cairan keruh ini merupakan tanda berhentinya darah haidh dan mulainya masa suci walaupun ia tetap mengeluarkan cairan berwarna kuning. Karena wanita ini tidak biasa mengeluarkan cairan putih. Pada kenyataannya, terkadang permasalahan seputar haidh merupakan permasalahan yang masih samar-samar karena beragamnya peristiwa yang dialami kaum wanita, akan tetapi haidhnya wanita yang alami (yang menjalani hidup dengan normal) tidak mengalami kejanggalan. Kejanggalan pada masa haidh ini lebih banyak terjadi pada kaum wantia disebabkan oleh penggunaan obat-obatan, yakni berupa tablet-tablet yang biasa dikonsumsi oleh sebagian wanita. Sebenarnya, obat-obatan itu di samping dapat membahayakan rahim, juga dapat menimbulkan banyak kejanggalan. pada keadaan haidhnya wanita, Juga dapat membingungkan bagi orang-orang yang dimintai fatwa tentang hal ini. Karena itu, saya memperingatkan kepada kaum wantia yang mengkonsumsinya. Logikanya, tidak diragukan lagi, bahwa mencegah sesuatu yang alami dapat menimbulkan suatu kejanggalan yang tidak alami. Darah haidh adalah darah yang alami, jika seorang wanita mengkonsumsi suatu pil untuk menghambat keluarnya darah haidh yang alami ini, maka sudah pasti pil tersebut akan menimbulkan efek buruk pada tubuh, karena obat tersebut berusaha menyimpangkan sesuatu yang alami yang telah ditetapkan Allah pada tubuh wanita. Maka seklai lagi saya peringatkan, hendaknya para wanita tidak mengkonsumsi pil-pil semacam itu. Sumber:Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Jilid 1, Darul Haq, Cetakan VI 2010 Artikel www.KonsultasiSyariah.com Materi terkait masalah kewanitaan:1. Menggauli Istri yang Sedang Hamil. |
You are subscribed to email updates from Kumpulan Tanya Jawab Pendidikan Islam dan Keluarga To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
assalamu'alaikum..,ustad. saya memiliki seorang ibu mertua yg cemburuan. beliau gk rela/belum rela anaknya berbagi perhatian kepada saya dan anak2 kami. setiap beliau tau kalau anaknya baru membeli kan kami hadiah berupa benda atau apaun beliau selalu cemburu meskipun kami tdk pernah berusaha melupakan beliau. setiap ada kelebihan rejeki kami selalu mengirimnya ke ibu. dan setiap beliau minta meski ditangan gk ada uang suami saya tetap berusaha berhutang untuk menyenangkan hati ibunya. dan saya tdk pernah melarang beliau untuk memperhatikan orangtuanya. karena itu adalah kewajiban kita sebagai anak kpd org tua. tetapi semakin hari saya semakin risih. suami saya selalu meminta izin terlebih dahulu jika ingin membelikan sesuatu untuk saya/anak2 agar siibu tidak marah dikemudian hari. saya mau tanya bagaimana hukumnya jika suami setiap mau memberikan sesuatu kepada nak/istrinya selalu meminta izin kepada ibunya. padahal seorang laki2 jika sudah menikah dia bukan saja punya kewajiban terhadap orangtuanya tetapi juga terhadap keluarga nya yakni anak/isterinya. berdosakah saya jika saya merasa tidak dihargai/sakit hati krna perbutan tersebut. terusterang saya merasa tersinggung jika setiap kebutuhan rumah tangga dimintai dulu persetujuan ortu dulu baru dibelikan. saya merasa tidak sedang berhadapan dgn seorang suami tetapi dgn seorang anak yg musti harus mengikuti kata ibunya meski sudah hrs menyelesaikan tanggungjawabnya sendiri.
BalasHapus